Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Membentuk Insan Cendekia yang Melek Literasi Digital Sebagai Upaya Perangi Hoaks

11 Oktober 2017   12:27 Diperbarui: 11 Oktober 2017   13:29 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Era teknologi informasi komunikasi saat ini ibarat seperti dua mata pisau. Salah menggunakan dampaknya bakal terasa negatif. Namun jika sebaliknya, ada dampak positif di balik kehadiran teknologi. Penyampaian akan informasi begitu cepat dimana setiap orang telah dengan mudah memproduksi informasi, dan informasi yang begitu cepat tersebut melalui beberapa media sosial seperti facebook, twitter, instagram  ataupun aplikasi pesan instan seperti, BBM, whatsapp, line, dan lain sebagainya yang tidak dapat difilter dengan baik.

Informasi yang dikeluarkan baik orang perorang maupun kelompok melalui media sosial dan elektronik ketika telah terkirim dan dibaca oleh banyak orang dapat mempengaruhi emosi, perasaan, pikiran  bahkan tindakan seseorang atau kelompok. Sangat disayangkan apabila informasi yang disampaikan tersebut adalah informasi yang tidak akurat terlebih informasi tersebut adalah informasi bohong dengan judul yang sangat provokatif mengiring pembaca dan penerima kepada opini yang negatif. Opini negatif, fitnah, penyebar kebencian yang diterima dan menyerang pihak ataupun membuat orang menjadi takut, terancam dan dapat merugikan pihak yang diberitakan sehingga dapat merusak reputasi dan  menimbulkan kerugian materi. Semua kegiatan itulah yang dinamakan aktivitas hoaks.

Kata 'hoaks' dalam KBBI dikategorikan sebagai kata sifat dan benda. Sebagai kata sifat, kata hoaks berarti tidak benar; bohong. Dalam penulisannya sebagai frasa, hoaks ini menggunakan kata yang diterangkan terlebih dahulu, misalnya menjadi "berita hoaks". Namun, hoaks juga bisa berdiri sendiri sebagai kata benda dengan arti "berita bohong".

Dari persoalan di atas, seyogyanya sebagai pendidik berupaya untuk membentuk insan cendekia yang mampu menangkal dan mengidentifikasi hoaks. Oleh karena itu, maka perlu tindakan preventif diantaranya:

Memahami Elemen Berita Hoaks

Berdasarkan pengalaman pribadi penulis, pastikan berita yang kita baca tidak memiliki kalimat-kalimat yang janggal, seolah persuasif dan memaksa seperti: "Bagikan!", "Sebarkan!" dan sejenisnya. Tak cuma itu, artikel berita hoaks biasanya juga merujuk pada kejadian dengan istilah seperti kemarin, dua hari yang lalu, seminggu yang lalu. Tak ada tanggal dan hari yang jelas. Seringkali kita menerima awalan pesan 'sekadar share dari grup sebelah', pertanyaannya 'grup sebelah yang mana?' Anonimitas ini menimbulkan pemikiran bahwa jika informasinya salah, bukan tanggung jawab saya. Jika kita mendapatkan berita seperti itu, sebaiknya berhenti di pribadi masing-masing dan tidak perlu menyebarkan berita hoaks tersebut.

Artikel bahkan tak jarang mengklaim sumbernya berasal dari sumber yang tidak terpercaya. Seringkali juga, artikel hoaks biasanya lebih merupakan opini dari seseorang, bukan fakta. Biasanya si pembuat berita hoaks memang bertujuan untuk memprovokasi pembaca agar mudah terpicu isu hingga akhirnya menekan tombol like dan men-share berita tersebut. Bahkan berita hoaks yang sengaja dibuat agar menjadi viral di internet atau media sosial, tujuannya semata-mata hanya karena uang. Pelaku sengaja membuat berita hoaks dengan judul yang bombastis agar situsnya dikunjungi banyak orang dan ia mendapatkan uang dari iklan yang dipasang di situsnya.

Cek dan Ricek Laman Berita Hoaks

Untuk informasi yang diperoleh dari laman atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL laman tersebut. Apabila berasal dari laman yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi, misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya kemungkinan meragukan.

Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.

Berdasarkan pengamatan penulis, sebuah instansi resmi tidak akan menggunakan layanan blog gratisan. Nama situsnya juga harus diperhatikan. Tidak sedikit berita hoaks yang beredar menggunakan situs yang namanya mirip dengan nama media yang kredibel. Karena itu jangan mudah terkecoh dan cuma membaca judul artikelnya saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun