Mohon tunggu...
Agus Arwani
Agus Arwani Mohon Tunggu... Dosen UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Membaca adalah petualangan tanpa batas yang dijalani dalam diam, menulis adalah ekspresi jiwa yang tercurah dalam kata. Keduanya membentang jembatan antara imajinasi dan realitas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Akuntansi Syariah sebagai Pilar Pendidikan Ekonomi Berkeadilan di Hari Pendidikan Nasional

2 Mei 2025   15:55 Diperbarui: 2 Mei 2025   15:42 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.twibbonize.com/disdikbudbanggai2025

Akuntansi Syariah sebagai Pilar Pendidikan Ekonomi Berkeadilan di Hari Pendidikan Nasional

Setiap tanggal 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa Ki Hadjar Dewantara dalam meletakkan fondasi pendidikan yang merdeka dan memerdekakan. Di tengah transformasi global dan era digitalisasi, peringatan ini menjadi momen reflektif untuk menilai kembali arah pendidikan nasional, khususnya dalam konteks ekonomi dan akuntansi. Tahun 2025 membawa urgensi yang lebih besar: ketika ketimpangan ekonomi semakin nyata dan etika bisnis kerap tergerus, pendidikan ekonomi berbasis nilai menjadi sangat penting. Di sinilah akuntansi syariah berperan sebagai pilar pendidikan ekonomi yang berkeadilan.

Akuntansi syariah tidak sekadar sistem pencatatan transaksi keuangan sesuai syariah, tetapi merupakan manifestasi dari nilai-nilai tauhid, keadilan (al-'adl), dan keberlanjutan (maslahah). Dalam konteks pendidikan, pendekatan ini menjadi penting untuk melahirkan generasi akuntan, ekonom, dan pengambil kebijakan yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga berintegritas dan berorientasi pada kemaslahatan umat. Ini merupakan respons atas kegagalan pendidikan ekonomi konvensional yang kerap melahirkan profesional tanpa kepekaan sosial dan spiritual.

Kondisi Indonesia di tahun 2025 memperlihatkan kontradiksi antara pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil dan tingkat kesenjangan sosial yang masih tinggi. Laporan ketimpangan ekonomi terbaru dari Bappenas menunjukkan bahwa indeks Gini tetap berada pada level mengkhawatirkan, sekalipun digitalisasi ekonomi makin masif. Fenomena ini menjadi bukti bahwa pembangunan ekonomi belum sepenuhnya inklusif. Maka, sudah saatnya kurikulum pendidikan ekonomi diarahkan untuk menanamkan prinsip keadilan distributif, bukan semata mengejar efisiensi atau pertumbuhan nominal semata.

Akuntansi syariah sebagai bagian dari pendidikan ekonomi berkeadilan memberikan landasan penting dalam menjembatani etika dan teknis. Melalui prinsip-prinsip seperti transparency (al-shafafiyyah), accountability (mas'uliyyah), dan trust (amanah), peserta didik diarahkan untuk memahami bahwa laporan keuangan bukan hanya alat pelaporan, tetapi juga instrumen moral dan sosial. Ini sangat penting mengingat banyaknya kasus manipulasi laporan keuangan yang merugikan publik, baik di sektor swasta maupun lembaga publik.

Dalam konteks pendidikan tinggi, integrasi akuntansi syariah seharusnya tidak terbatas pada jurusan ekonomi Islam saja, tetapi meluas ke fakultas ekonomi dan bisnis secara umum. Mahasiswa akuntansi dan manajemen perlu dibekali dengan pemahaman holistik mengenai triple bottom line: profit, people, dan planet---yang dalam konteks syariah diartikulasikan sebagai malaah, 'adl, dan if al-b'ah. Model ini tidak hanya akan memperkuat kompetensi lulusan secara global, tetapi juga relevan dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim.

Lebih jauh, pendidikan akuntansi syariah dapat menjadi sarana penguatan literasi keuangan syariah secara nasional. Berdasarkan data OJK 2024, literasi keuangan syariah Indonesia baru mencapai sekitar 12,1%, jauh di bawah literasi keuangan konvensional. Ini menjadi alarm bahwa pendidikan ekonomi belum mampu mendorong inklusi keuangan syariah yang signifikan. Maka, reformulasi kurikulum berbasis akuntansi syariah menjadi urgensi strategis, baik di sekolah kejuruan, madrasah, hingga perguruan tinggi.

Momentum Hardiknas 2025 seharusnya dimanfaatkan oleh pemangku kebijakan untuk merancang peta jalan (roadmap) integrasi nilai-nilai syariah dalam sistem pendidikan ekonomi nasional. Integrasi ini bukanlah islamisasi sempit, melainkan penguatan etika dalam praktik ekonomi. Di tengah meningkatnya isu green accounting dan ESG (Environmental, Social, Governance), akuntansi syariah justru mampu menyinergikan kebutuhan dunia industri dengan nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan.

Peran guru, dosen, dan institusi pendidikan sangat krusial dalam transformasi ini. Diperlukan pelatihan khusus bagi pendidik agar mampu mengajarkan akuntansi syariah secara kontekstual dan aplikatif. Pendidikan tidak hanya berkutat pada teori, tetapi juga praktik yang nyata melalui laboratorium zakat, simulasi wakaf produktif, hingga akuntansi lembaga keuangan mikro syariah. Model pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) dapat menjadi pendekatan yang efektif dalam membumikan teori ke dalam aksi sosial.

Tantangan tentu tidak sedikit. Di satu sisi, masih banyak anggapan bahwa akuntansi syariah adalah pelajaran eksklusif bagi komunitas Muslim. Di sisi lain, belum tersedianya buku ajar dan media pembelajaran yang kontekstual turut menghambat penyebaran akuntansi syariah di lembaga pendidikan. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan kebijakan dari pemerintah pusat dan daerah untuk mendorong pengembangan sumber daya, termasuk insentif untuk riset dan inovasi pendidikan berbasis syariah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun