Nah, saya mulai dulu dari pengertian seorang Imam dalam Gereja Katolik.
Kata Imam atau priest, berasal dari kata presbyteros, presbyter yang artinya adalah pelayan penyembahan ilahi, sebagai perantara antara manusia dengan Tuhan, terutama dalam menyampaikan persembahan kepada Tuhan dan kurban penebusan dosa.
Intinya, Imam itu adalah seorang pemimpin rohani yang diberi tugas oleh Sakramen Imamat untuk melayani umat Allah, terutama dalam memimpin ibadah, mengajar ajaran Gereja, dan melaksanakan sakramen-sakramen.
Dalam bahasa Latin, "imam" atau "pastor" berarti gembala, yang menggambarkan peran imam sebagai pembimbing umat dalam iman.
Untuk menjadi seorang Imam atau Pastor -- bahasa keren sekarang -- tidaklah mudah, ada pendidikan panjang yang harus ditempuh, dan ada rasa yang harus dijaga sampai benar-benar ditahbiskan jadi imam, dan harus setia dalam panggilan untuk tidak menikah seumur hidupnya. Itulah rasa yang harus dijaga, rasa untuk tidak pernah mencintai lawan jenisnya, apalagi untuk memilikinya.
Pendidikan itu, diawali harus masuk Sekolah Seminari Menengah -- sekolah khusus persiapan tingkat menengah -- atau setara dengan SMA.
Jika sudah lulus Seminari, maka dia akan memilih untuk masuk pendidikan rohani di Tahun Orientasi Rohani, dilanjutkan dengan studi filsafat dan teologi di seminari tinggi, serta pengalaman pastoral melalui Tahun Orientasi Pastoral.
Dalam masa pendidikan ini, calon imam tidak hanya mempelajari ilmu pengetahuan seperti filsafat dan teologi, tetapi juga menjalani pembentukan rohani dan pribadi untuk meneguhkan panggilan imamat sebagai panggilan hidup yang dilandasi kesadaran dan kebebasan demi pelayanan kepada Tuhan dan umatnya.
Setelah itu, calon imam mengikuti tahap pendidikan lanjutan, masa pra-diakon, proses pendidikan ini tidaklah mudah, bisa memakan waktu delapan, sepuluh tahun, bahkan lebih, tergantung dari kebijakan ordo atau kongregasi yang dipilih, hingga benar-benar jadi Diakon dan siap menjadi Imam atau Pastor.
Eits, tidak sampai disitu, banyak calon imam harus bergulat dan mengalahkan keinginan duniawinya dan fokus serta memantapkan dirinya untuk benar-benar menghidupi panggilan imamatnya.
Disinilah banyak calon imam yang gagal, karena masih tergoda dan mengakhiri panggilan rohaninya, keluar dan mencari cita-cita lain selain jadi imam, namun tidak sedikit yang tetap bertahan dan mencoba terus untuk sampai ke tahap imamatnya itu.