Mohon tunggu...
Agustine Ranterapa
Agustine Ranterapa Mohon Tunggu... Guru

Aku seorang Guru SD. Tidak ada keajaiban dalam pekerjaanku. Aku tidak pernah berjalan diatas air dan aku juga tidak mampu membela lautan. Tetapi yang aku tahu, aku adalah seorang pemimpin pembelajaran yang mencintai anak-anak didikku. Karena menurutku seni tertinggi seorang guru adalah bagaimana ia menciptkan kegembiraan dalam ekspresi kreatif dan pengetahuan". Alhamdulillaah ditakdirkan menjadi seorang guru.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menata Ulang Program MBG: Antara Cita Sosial dan Realitas Lapangan

9 Oktober 2025   17:01 Diperbarui: 12 Oktober 2025   11:50 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Dokumentasi Pribadi

Walau pihak resmi menyatakan kasus tersebut proporsional dibanding volume porsi yang disajikan, insiden tetap menimbulkan kegoncangan publik terutama karena korbannya anak-anak sekolah.

Laporan-laporan ini menunjukkan dua hal mendasar: (1) ada celah serius dalam pengawasan sanitasi dan kontrol mutu; (2) rantai pasok dan model pengadaan memprioritaskan efisiensi biaya ketimbang keamanan pangan (AP News).

Selain kasus akut, ada juga temuan sistemik: pengadaan sentral yang melibatkan banyak perantara (vendor besar, distributor, perusahaan katering skala menengah, dan subkontraktor) seringkali menurunkan porsi bahan segar daging, telur, sayuran diganti oleh bahan olahan murah demi margin.

Inspeksi acak oleh sejumlah tim kesehatan daerah menemukan standar higienis tidak konsisten, staf dapur kurang mendapat pelatihan sanitasi, dan fasilitas memasak di beberapa lokasi tidak memadai untuk menyiapkan ratusan sampai ribuan porsi sehat setiap hari.

Ketika skala membesar, manajemen mutu memerlukan kapasitas logistik, sumber daya manusia, dan pengawasan yang sebanding; jika tidak, mutu menurun. (KBA News).

Salah satu penyebab utama yang berulang adalah keterlibatan banyak pihak dengan motif "cuan" (keuntungan). Ketika program pemerintah membuka kontrak besar, perusahaan-perusahaan melihat peluang bisnis.

Tanpa mekanisme tender yang sangat transparan dan tanpa audit berkala yang ketat, praktik-praktik seperti mark-up harga, subkontrak ke pihak ketiga tanpa kapabilitas, dan penggunaan bahan substitusi yang lebih murah mudah terjadi. Efek langsung: nilai nutrisi per porsi menurun, porsi disusutkan, dan protokol kebersihan dipangkas.

Hal-hal ini tidak selalu disebabkan oleh niat jahat semata, kadang karena tekanan target cakupan, keterbatasan kapasitas lokal, dan jadwal distribusi yang menuntut efisiensi tinggi.

Namun, konsekuensinya tetap anak menerima makanan yang jauh dari standar ideal (KBA News). Analisis biaya sederhana menunjukkan bahwa jika margin keuntungan diambil dari pos bahan makanan, sangat mungkin kualitas turun drastis. Misalnya, jika biaya porsi ditetapkan terlalu rendah tapi target volume tinggi, vendor harus memilih opsi bahan termurah untuk menutup biaya operasional ini bukan masalah idealisme moral saja, tetapi logika ekonomi proyek. Oleh karena itu, surveilans pengadaan dan formula perhitungan biaya per porsi harus transparan dan berbasis standar gizi minimal. Tanpa itu, program besar bergeser dari intervensi sosial menjadi rantai pasokan dengan prioritas laba.

Data survei nutrisi nasional (SSGI 2024) menunjukkan perkembangan penting: prevalensi stunting menurun menjadi angka yang lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya sebuah indikator keberhasilan intervensi gizi jangka panjang  namun masih jauh dari target 5% jangka panjang. Hasil survei ini menunjukkan penurunan prevalensi stunting yang menggembirakan, tetapi juga menegaskan bahwa akar masalah gizi adalah multi-faktorial: sanitasi, akses layanan kesehatan ibu-anak, pola asuh, dan asupan gizi anak. Program MBG berperan hanya pada aspek asupan harian; jika aspek lain tidak terintegrasi, dampak jangka panjangnya terbatas. (docu.bkkbndiy.id). Organisasi internasional dan lembaga pemantau memperhatikan pula dampak program sekolah: laporan-laporan awal menyatakan bahwa MBG dapat menjadi katalis jika dilaksanakan dengan prinsip lokal sourcing (mendukung petani lokal), keberlanjutan, dan standar gizi yang ketat. Namun laporan juga memperingatkan risiko manajemen bila pengawasan lemah. Laporan ISEAS (2024) dan ulasan multilaterals menyorot potensi MBG untuk iklim dan ekonomi lokal, namun menegaskan perlunya tata kelola gizi yang kuat agar tidak mengorbankan kualitas demi kuantitas (ISEAS-Yusof Ishak Institute). 

Beberapa daerah melaporkan kasus-kasus ilustratif: dari porsi yang berulang kali berbau basi, makanan berulang memakai bahan olahan murah, hingga penyajian di kondisi sanitasi rendah. LSM-LSM pemantau gizi anak dan beberapa jurnalis investigasi menemukan pola: pengadaan via kontraktor besar ke subkontrak ke vendor lokal tanpa standardisasi ke pemasokan murah ke pengolahan di dapur sekolah dengan fasilitas terbatas. Hasil akhirnya adalah makanan yang "asal jadi." Kritik keras muncul dari komunitas orang tua, dinas kesehatan lokal, dan akademisi gizi. (KBA News) Satu insiden yang paling mengusik publik adalah laporan keracunan massal dalam sejumlah daerah (laporan media internasional/ nasional), yang menautkan sebagian kasus ke sumber makanan MBG  meskipun otoritas menyatakan kasus tersebut minor terhadap total porsi, dampak psikologis dan politisnya signifikan. Kasus semacam ini menuntut evaluasi cepat: menghentikan sumber masalah, memperbaiki sistem pengawasan, dan memastikan tak ada anak lagi yang menjadi korban karena manajemen yang buruk (AP News).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun