Mohon tunggu...
Agustine Ranterapa
Agustine Ranterapa Mohon Tunggu... Guru

Aku seorang Guru SD. Tidak ada keajaiban dalam pekerjaanku. Aku tidak pernah berjalan diatas air dan aku juga tidak mampu membela lautan. Tetapi yang aku tahu, aku adalah seorang pemimpin pembelajaran yang mencintai anak-anak didikku. Karena menurutku seni tertinggi seorang guru adalah bagaimana ia menciptkan kegembiraan dalam ekspresi kreatif dan pengetahuan". Alhamdulillaah ditakdirkan menjadi seorang guru.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ketika Cinta Menjadi Sujud Dalam Sunyi

29 September 2025   19:04 Diperbarui: 30 September 2025   05:11 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Infinity Mind 

Selamat malam, wahai peneduh rasa...
Aku menyapamu dari tepi sunyi,
dengan hati yang masih menyebut namamu
dalam diam yang panjang,
dalam rindu yang tak kunjung reda.

Apa kabarmu hari ini?
Apakah suaraku masih bergema di ruang ingatanmu,
atau hanya menjadi lembar usang
yang terlipat di sudut kenangan,
tak pernah lagi kau baca,
tak pernah lagi kau sentuh?

Aku bertanya pada langit yang membentang,
pada bintang yang berkerlip seperti serpih doa:
apakah namaku masih bertahta di hatimu,
atau telah kau buang bersama bayangan sore
yang tenggelam di ujung barat?

Ingin rasanya kupenggal jarak ini,
kupatahkan tembok waktu
yang berdiri kokoh di antara kita.
Namun aku hanya manusia lemah,
yang hanya bisa melukiskan angan
pada lembaran imaji,
menyebutnya cinta,
dan membiarkannya mengalir
seperti sungai yang mencari muara.

Semoga kau tahu
aku adalah rindu yang tak pernah padam,
mengendap dalam doa-doa rahasia
yang kusematkan di antara sujud dan air mata.
Aku adalah penunggu yang diam,
menunggu kabarmu seperti fajar menunggu pagi,
meski malam begitu lama
dan embun begitu dingin.

Aku ingin kau tahu,
rasaku bukanlah bayang-bayang semu,
melainkan keindahan yang kupahat
di dinding hati.
Prasasti yang tak bisa hilang oleh hujan,
tak bisa luntur oleh angin.
Ia tetap ada,
meski jarak menguji,
meski waktu melukai.

Dan malam ini,
aku menulis namamu dengan cahaya bulan,
aku menyalakan rinduku dengan api bintang.
Jika kelak takdir tak mempertemukan kita,
biarlah puisiku menjadi saksi,
bahwa pernah ada hati
yang mencintaimu dengan setia,
meski hanya dalam diam,
meski hanya dalam doa,
meski hanya dalam kenangan
yang kau sebut semu.

Maka, aku titipkan rinduku kepada-Mu, ya Allah,
Engkau yang membolak-balikkan hati,
Engkau yang Maha Mengetahui isi dada.
Jika cinta ini baik, maka dekatkanlah,
jika tidak, maka lapangkanlah,
jadikan ia jalan menuju-Mu,
bukan jalan yang menyesatkan.


Allahumma aj'al qalb riyan biqadarik, wa biran 'al bal'ik, wa sykiran li ni'amaik.

(Ya Allah, jadikan hatiku ridha pada ketetapan-Mu, sabar atas ujian-Mu, dan selalu bersyukur atas nikmat-Mu).

Malam pun kembali memelukku dalam sunyi,
dan aku pasrahkan segalanya kepada-Mu,
wahai Pemilik cinta yang sejati.

||Dalam Ruang Rindu Edelweys||29 September 2025||

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun