Mohon tunggu...
Agustine Ranterapa
Agustine Ranterapa Mohon Tunggu... Guru

Aku seorang Guru SD. Tidak ada keajaiban dalam pekerjaanku. Aku tidak pernah berjalan diatas air dan aku juga tidak mampu membela lautan. Tetapi yang aku tahu, aku adalah seorang pemimpin pembelajaran yang mencintai anak-anak didikku. Karena menurutku seni tertinggi seorang guru adalah bagaimana ia menciptkan kegembiraan dalam ekspresi kreatif dan pengetahuan". Alhamdulillaah ditakdirkan menjadi seorang guru.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tirani Yang Bersembunyi di Balik Hukum dan Keamanan

31 Agustus 2025   14:07 Diperbarui: 31 Agustus 2025   14:07 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini Indonesia berdiri di persimpangan jalan. Apakah kita ingin membiarkan hukum menjadi alat segelintir elit, atau kita berani menegaskan bahwa hukum adalah milik rakyat? Apakah kita ingin membiarkan keamanan dimaknai sebagai stabilitas semu yang menakutkan, atau kita ingin mengembalikannya pada makna sejati: rasa aman yang melindungi rakyat dari segala bentuk ketidakadilan ?. Allah Swt. mengingatkan dengan tegas:

"Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan." (QS. Hud: 113)

Ayat ini menjadi alarm moral: berpihak kepada hukum yang zalim sama saja dengan membiarkan tirani berkuasa, dan kelak konsekuensinya bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.

Dalam perjalanan sebuah bangsa, ada tiga pilar fundamental yang menentukan apakah masyarakatnya akan berkembang, makmur, dan hidup dalam kedamaian. Ketiga pilar tersebut adalah hukum, keamanan, dan negara. Namun, makna dari ketiga pilar ini sering kali disalahartikan bahkan disalahgunakan, sehingga menciptakan jurang antara idealitas dan realitas. Marilah kita renungkan makna sejati dari masing-masing pilar ini dan bagaimana mereka saling terkait untuk membentuk tatanan sosial yang adil dan beradab. Hukum, dalam esensinya adalah sebuah jaring pengaman sosial yang dirancang untuk melindungi yang lemah dan memastikan bahwa tidak ada yang berada di atas aturan. Hukum sejati adalah hukum yang menegakkan keadilan, bukan yang dipelintir untuk menindas. Ketika hukum menjadi alat kekuasaan, ia kehilangan rohnya. Ia tidak lagi berfungsi sebagai penyeimbang, tetapi sebagai cambuk yang digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat, menyingkirkan lawan politik, atau melanggengkan kekuasaan. Dalam sistem seperti ini, keadilan tidak lagi menjadi tujuan utama, melainkan hasil dari tawar-menawar politik atau manipulasi kekuasaan. Hukuman yang seharusnya memberikan efek jera justru menjadi senjata untuk menghancurkan, dan proses hukum yang seharusnya transparan menjadi labirin yang gelap dan membingungkan. Sebaliknya, di mana keadilan ditegakkan, hukum akan menjadi payung yang melindungi semua warga negara tanpa memandang status sosial, kekayaan, atau jabatan. Setiap individu memiliki hak yang sama di mata hukum, dan pelanggaran terhadapnya akan ditangani secara adil dan imparsial. Ini adalah prinsip yang mendasari peradaban modern dimana sebuah prinsip di mana kebenaran lebih berharga daripada kekuasaan.

Selanjutnya, mari kita renungkan tentang keamanan. Seringkali, keamanan diartikan secara sempit sebagai ketiadaan ancaman fisik atau keberadaan pasukan yang kuat. Namun, keamanan sejati adalah ketika rakyat merasa terlindungi, bukan ketika mereka takut pada penguasa. Rasa takut adalah senjata paling ampuh untuk mengendalikan masyarakat. Ketika warga negara hidup dalam ketakutan atau takut untuk berbicara, takut untuk mengkritik, atau takut untuk berbeda pendapat, mereka tidak benar-benar aman. Mereka mungkin tidak menghadapi ancaman dari kriminalitas, tetapi mereka menghadapi ancaman yang lebih besar: hilangnya kebebasan dan hak asasi manusia. Keamanan yang dibangun di atas ketakutan adalah keamanan yang rapuh dan ilusi. Sebaliknya, keamanan sejati tumbuh dari kepercayaan. Rakyat harus percaya bahwa penguasa adalah pelindung mereka, bukan ancaman. Mereka harus merasa aman untuk menyuarakan aspirasi, berpartisipasi dalam proses politik, dan menjalani hidup tanpa kekhawatiran akan pembalasan atau intimidasi. Keamanan semacam ini adalah fondasi bagi inovasi, kreativitas, dan partisipasi publik yang aktif.

Terakhir, pilar yang menyatukan keduanya adalah negara. Negara sejati adalah negara yang berdiri di atas amanah, bukan di atas manipulasi aturan. Amanah adalah janji suci antara penguasa dan rakyat. Penguasa diberi kekuasaan, bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk melayani dan menyejahterakan rakyat. Ketika amanah ini dilanggar, ketika aturan-aturan dibuat atau diubah untuk memanipulasi sistem, negara kehilangan legitimasinya. Negara yang memanipulasi aturan adalah negara yang telah mengkhianati amanah rakyatnya. Ia tidak lagi mewakili kepentingan umum, tetapi kepentingan sekelompok kecil elit. Dalam negara semacam ini, keadilan dan keamanan menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan. Sebaliknya, negara yang berdiri di atas amanah adalah negara yang dibangun di atas fondasi integritas, akuntabilitas, dan transparansi. Pemerintahnya bertanggung jawab kepada rakyat, dan setiap kebijakan yang diambil bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan kolektif. Hukum ditegakkan dengan adil, dan keamanan dijamin untuk semua, menciptakan lingkungan di mana setiap warga negara dapat berkembang dan berkontribusi secara maksimal.

Pada akhirnya, ketiga pilar ini  yaitu hukum, keamanan, dan negara tidak dapat berdiri sendiri. Mereka saling terkait dan saling menguatkan. Hukum yang adil menciptakan rasa aman, dan rasa aman adalah prasyarat bagi sebuah negara untuk dapat memenuhi amanahnya. Ketika salah satu pilar ini rapuh atau disalahgunakan, seluruh bangunan bangsa akan goyah. Oleh karena itu, tugas kita bersama sebagai warga negara adalah untuk selalu merenungkan dan menuntut agar ketiga pilar ini ditegakkan sesuai dengan makna sejatinya. Hanya dengan begitu, kita dapat memastikan bahwa bangsa kita akan terus maju di atas landasan keadilan, kedamaian, dan martabat. Jika tirani yang bersembunyi di balik hukum dan keamanan dibiarkan, maka bangsa ini hanya akan melahirkan generasi yang tunduk pada ketakutan, bukan generasi yang hidup dalam kebebasan dan martabat. Dan ingatlah: darah dan nyawa rakyat yang tumpah akibat hukum yang zalim akan dimintakan pertanggungjawaban di hadapan Allah. Pada hari itu, tidak ada lagi topeng hukum, tidak ada lagi alasan keamanan, dan tidak ada lagi legitimasi formal. Yang ada hanyalah keadilan sejati dari Tuhan Yang Maha Adil.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun