Apalagi UNESCO pada Juli 2020 menetapkan sebagai global geopark. Gaung Danau Toba semakin kuat di mancanegara. Dengan pengakuan tersebut, memberi kita semua--masyarakat Indonesia--tanggung jawab, bahwa keberadaan Danau Toba dan ekosistem pendukungnya haruslah terjaga. Danau Toba, bukan hanya milik Indonesia, tapi milik peradaban manusia di dunia.
Ekosistem Danau Toba (bentang alam dan budaya), bisa menjadi objek kajian menarik berbagai disiplin ilmu. Arkeologi, Etnologi, Geologi, Hidrologi, Vulkanologi, Biologi, Paleontologi dan juga Meteorologi.Â
Danau Toba perlu dikaji dan dipelajari supaya bisa dinikmati keindahan nilai yang ada didalamya. Maka tidak salah jika pemerintah menobatkan Danau Toba sebagai lima Destinasi Super Prioritas (DSP Toba). Bersanding dengan Candi Borobudur, Likupang, Labuan Bajo, dan Mandalika.
Danau Toba, bisa dilihat dari dua sisi,  sebagai kuburan dan lahirnya peradaban. Mesin evolusi yang mengubah jalannya persebaran manusia modern. Menenggelamkan dan memunculkan manusia baru sebagai penyintas.  Sangat menarik jika konsep pariwisata Danau Toba mengambil  sudut pandang gabungan masa lalu dan masa kini.
Timbul sebuah tanya. Setelah ledakan supervolcano apa yang terjadi? Mulai kapan dan dari mana orang Batak berasal? Apakah mereka penyintas ataukah pendatang dari Afrika? Karena menurut peneliti Asal mula manusia modern berasal dari Afrika. Lalu, kapan munculnya kebudayaan Batak Toba dengan ciri era megalitikum dengan segala ritual dan filosofi kehidupannya? Â Kapan mulai muncul flora dan fauna Danau Toba? Apakah ada kaitan ledakan Gunung Toba dengan hilangnya peradaban Atlantis yang menimbulkan perdebatan panas-dingin di dunia? Bagaimana munculnya legenda Danau Toba? dan makna apa yang terkandung di dalamnya?
Tugas dari stakeholder DSP Toba untuk menciptakan sebuah Buku, sebuah narasi menyeluruh tentang Danau Toba. Sebuah narasi yang mengisahkan letusan vulkanik dengan sudut pandang sains. Sampai cerita tentang perkawinan jelmaan ikan dan manusia. Membahas kebudayaan Batak Toba, sampai pada kuliner  Ikan Arsik.
Mahakarya buku tentang Toba harus segera diwujudkan. Sebagai literatur Induk. Buku itu digunakan sebagai rujukan saat membahas Danau Toba.Â
Contohnya saat membahas Bung Karno, maka literatur wajibnya adalah karya Cindy Adams. Kalau membahas Ken Arok akan merujuk pada Kitab Pararaton, atau saat membahas Majapahit tidak akan meninggalkan Kitab Negara Kertagama. Kalau membahas Danau Toba harus ada buku rujukan standar.
Apa itu sulit dilakukan? Pastinya tidak. Banyak ilmuwan Indonesia yang punya kapasitas mumpuni dengan berbagai disiplin ilmu. Danau Toba harus dibedah dengan serius.
Menjadi Wisata Kelas Dunia
Ada tiga kunci untuk menjadikan Danau Toba sebagai tempat wisata kelas dunia--attraction, amenitiesand, accessibility (atraksi, kenyamana, aksesibilitas). Banyak orang akan mendatangi tempat jika memenuhi ketiga unsur tersebut.