Mohon tunggu...
Agus Salim
Agus Salim Mohon Tunggu... Guru - Penulis paruh waktu

Menulis adalah salah satu pengingat dan pengukur perjalanan hidup

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Rindu

17 November 2018   20:25 Diperbarui: 17 November 2018   20:40 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepasang suami isteri di sebuah desa hidup damai dan bahagia, pak Bayu sang suami berusia 40 tahun mengolah kebun dengan berbagai macam varietas tanaman, dari mulai padi, kentang, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Selain itu, mereka juga memelihara ikan di sawah, lahan di belakang rumahnya dimanfaatkan untuk memelihara ayam, sehingga, keluarganya tidak pernah kekurangan apapun untuk kebutuhn sehari-hari.

Desa permai, tempat pak Bayu dan bu Rindu tinggal, desa ini adalah desa yang sangat tentram, sejuk, dan semua penghuninya hidup rukun. Desa ini terletak di bawah air terjun di sebuah pulau bernama pulau Biru. Di desa ini, yang berperan sebagai kepala keluarga atau pengambil keputusan adalah sang isteri. Sebenarnya desa yang ditinggali bu Rindu dan puluhan keluarga lainnya ini boleh dibilang terisolir, jarang sekali ada pendatang yang berkunjung atau sekedar berlabuh di pulau ini, mungkin karena pulau tersebut terletak di tengah laut dan jarang sekali dilintasi para pelaut, namun walaupun begitu, keluarga bu Rindu dan penghuni pulau lainnya hidup sejahtera, karena mereka memiliki profesi yang beragam, bertani, membuat pakaian, berburu , dan mencari ikan di laut. Sehingga ketika mereka tidk memiliki apa yang mereka butuhkan, dapat dengan mudah menukar hasil produksi atau apa yang mereka punya dengan apa yang mereka butuhkan yang mana dipunyai oleh keluarga lainnya. Seperti keluarga bu Liu yang hampir setiap hari menukar pakaian yang mereka buat dengan bahan makanan dari keluargaa bu Rindu, begitupun dengan keluarga lainnya. Mereka saling tolong-menolong satu sama lain.

Suatu pagi seperti biasa pak Bayu pergi ke sawah untuk memancing ikan sebagai lauk makan siang nanti, dia berjalan sambil membawa pancingan di tangan kirinya dan singkong dan ubi rebus di tangan kanannya. Setibanya ia di sawah, dia langsung melemparkan pancingan, sembari menunggu umpannya dimakan, pak Bayu menikmati bekal dari sang istri sambil menikmati sinar matahari pagi yang hangat. Namun, tiba-tiba dia terhenyak dengan sesuatu yang ia lihat dari arah utara, terlihat ada seorang laki-laki bertelanjang dada berjalan terhuyung-huyung, ia semakin mendekat ke arah pak Bayu, namun di tengah perjalanan, laki-laki dengan celana panjang seperti dari jenis kain berserat kasar itu terjatuh dan terjerembab ke dalam sawah pak Bayu, dengan segera pak Bayu beranjak dan menghampiri laki-laki berambut sebahu itu. "sepertinya dia pingsan" gumam pak bayu, sambil meletakan telinga di dada laki-laki itu. Pak Bayu pun membersihkan wajah laki-laki itu yang penuh dengan lumpur, setelah wajahnya bersih kemudian pak Bayu memetik daun lavender dan mendekatkannya ke hidung laki-laki itu, ia pun langsung terbangun dan terkejut dengan keberadaan pak Bayu. "Syukurlah anda sudah sadar" ucap pak bayu sambil mengambil air di atas genangan daun talas bekas hujan semalam dan menyodorkannya pada laki-laki itu, tanpa basa-basi dia langsung menyambar dan menghabiskannya dalam satu tegukan, tanpa sabar dia memetik daun talas lainnya dan meneguik airnya, pak Bayu hanya tersenyum, lalu ia menyodorkan singkong dan ubi rebus yang terbungkus daun pisang "makanlah, selain haus kau pun lapar" tanpa menjawab laki-laki itu langsung melahap hidangan engan rakus, mengambil potongan lain walaupun mulutnya masih penuh hingga ia tersedak, setelah minum dia melanjutkan menghabiskan makanannya hingga tak tersisa sedikitpun. Setelah laki-laki itu kenyang, barulah pak Bayu bertanya "siapa namamu? Dan darimana asalmu?" laki-laki itupun menceritakan bahwa ia adalah pelaut dari pulau Asap, dan namanya adalah Brundi. Dia terdampar di pulau Biru, setelah sebelumnya terombang-ambing di tengah lautan karena diterjang badai sehingga layar perahunya rusak, selama beberapa hari ia terapung dilautan tanpa makan dan minum sampai akhirnya berlabuh di pulau ini. Brundi pun diajak untuk beristirahat di rumah pak Bayu, di perjalanan pulang, Brundi nampak tercengang melihat kekayaan alam di pulau ini, belum lagi orang-orang saling bertegur sapa satu sama lain, sulit menemukan wajah yang tidak tersenyum saat berjumpa dengan orang lain, bahkan orang asing seperti dirinya pun disambut dengan senyuman oleh mereka.

Sesampainya di rumah, bu Rindu langsung menghampiri suaminya dan mencium tangannya, "bu perkenalkan ini Brundi, dia pelaut dari pulau asap" mereka bersalaman "Brundi, kamu pasti lelah sekali, beristirahatlah dahulu" kata pak Bayu sambil menggelarkan tikar anyaman, brundi mengangguk dan merebahkan tubuhnya dengan santai.

Sore hari pun tiba, diiringi sinar mata hari yang hangat dari ujung barat, pak Bayu yang baru pulang dari kebun dekat rumahnya membangunkan Brundi dan mengajaknya untuk makan, hidangan telah disiapkan oleh bu Rindu. Mereka bertiga menyantap ikan bakar dan sayuran segar. Setelah menyantap dua piring nasi dan dua ekor ikan Brundi pun mengusap-usap perutnya tanda bahwa dia kenyang dan tak sanggup lagi menyantap hidangan yang sangat lezat itu. "Makanannya enak sekali, sampai-sampai aku habis dua piring" ujar Brundi sambil menggaruk kepalanya menyembunyikan rasa malu, mereka bertiga pun tertawa.

"oh iya bu, perahu Brundi rusak, bolehkah dia menginap bdi rumah kita beberapa hari, sampai perahunya kembali siap untuk berlayar?" tanya pak Bayu, "tentu boleh pak, kan sudah menjadi kewajiban kita untuk saling tolong-menolong" jawab bu Rindu sambil tersenyum dan membereskan wadah-wadah. Sambil melihat pemandangan di belakang rumah, brundi terlihat mengambil sesuatu dari sakunya, kemudian menaruhnya di atas kertas lalu ia pilin, pak bayu yang dari tadi memperhatikan pun bertanya "apa itu Brundi?" seraya memadatkan pilinan Brundi menjawab "ini adalah tembakau" kemudian dia bergeser ke arah tungku dan menyalakan pilinan itu, lalu Brundi menghisapnya kemudian menghembuskan asap putih setelahnya, terlihat begitu nikmat, lalu ia menoleh ke arah pak Bayu dan menawarinya "pak Bayumau mencoba? Ini enak" tanpa menunggu jawaban Brundi langsung memilinkan tembakau untuk pak Bayu dan menyalakannya "silakan!" terlihat ragu, namun pada akhirnya pak Bayu mencoba menghisapnya. Dia menghisapnya dengan mantap dan dalam, hingga terdengar percikan api kecil membakar tembakau dan kertas begitu renyah di ujung batang yang merah membara. Isapan pak Bayu sangat panjang hingga dia terbatuk berkali-kali sambil mengeluarkan asap. Brundi pun tertawa terbahak-bahak, pak Bayu segera menyambar cangkir yang berisi teh Herbal racikan pak Muro, "apa enaknya tembakau ini?" Brundi masih terpingkal-pingkal "tenggorokanku perih karena batuk tadi" pak Bayu menambahkansambil mengusap-usap lehernya, "awalnya memang seperti itu, tapi nantinya anda akan terbiasa dan menikmatinya" jawab Brundi sambil menyeka air mata bekas tawanya tadi, "saya tidak akan pernah mencobanya lagi!" tegas pak Bayu "hehehe" Brundi hanya terkekeh. Mereka berdua kemudian bergegas ke pantau untuk melihat keadaan perahu Brundi yang rusak.

Sesampainya di pantai mereka memeriksa perahu, dan ternyata tidak hanya layarnya yang robek namun juga kayu-kayu pada badan perahunya pun banyak yang lepas sehingga perahu akan bocor jika terendam air. Namun ada hal lain yang menjadi perhatian pak Bayu "apa itu Brundi?'" tanyanya, "oh, itu tembakau yang tadi bapak hisap, sebelum terdampar di sini rencananya saya akan ke pulau Aray dan menukarkan tembakau-tembakau ini dengan bahan makanan, pakaian, bahkan perhiasan, para penduduk di pulau Aray sangat suka sekali dengan tembakau ini" jawab Brundi sambil memindahkan tembakau-tembakau tersebut ke tempat yang kering, pak Bayu pun membantunya.

Setelah berkebun pak Bayu selalu menyempatkan membantu Brundi memperbaiki perahunya, dia mengamati Brundi yang tak lepas dari tembakaunya, saat sedang bekerja, mengobrol, setelah makan, bahkan sebelum tidur Brundi selalu menyempatkan menghisap sebatang tembakau pilin kesukaannya, setelah beberapa hari bersama Brundi akhirnya pak Bayu tergoda untuk mencoba lagi tembakau pilin itu, kali ini usahanya lebih keras, tak menyerah karena batuk di percobaan pertama, terus mencoba, hingga pada akhirnya ia merasakan kenikmatan. Semenjak saat itu pak Bayu pun menjadi terbiasa menghisap tembakau pilin itu, pak Bayu dan Brundi pun semakin akrab. Tak terasa sepuluh hari sudah Brundi tinggal di pulau Biru, perahunya pun telah selesai. Dia berencana meneruskan pelayaran ke pulau Arai esok pagi.

"pak Bayu, bu Rindu, terima kasih atas kebaikan kalian, salam untuk penduduk lainnya ya" ucap Brundi saat sedang mempersiapkan perahunya "sebagai ucapan terima kasih saya hanya bisa memberikan ini" tambahnya, seraya memberikan satu peti kayu yang berisi tembakau dari pulau Asap, pak Bayu terlihat berseri, senang karena Brundi mengerti apa yang dia ingijnkan tanpa perlu diminta, "hati-hati brundi, jangan lupa berkunjung lagi ke pulau ini" ucap pak Bayu sembari memundak peti kayu yang berisi tembakau. Brundi pun kembali berlayar ke lautan lepas untuk melanjutkan perjalanannya.

Pak Bayu dan bu Rindu pun kembali ke rutinitas sehari-hari mereka, namun ada yang berbeda, kali ini bu Rindu agak sedikit khawatir karena pak Bayu tak pernah lepas dari tembakau pilinnya, ia pun sempat mengingatkan agar tidak terlalu sering menghisapnya, namun pak Bayu malah marah dan berdalih tak ada salahnya menikmati tembakau pemberian kawannya itu. Penduduk desa Permai lainnya pun ikut menghisap tembakau pilin itu karena melihat pak Bayu yang begitu menikmatinya, sekarang hampir seluruh laki-laki di pulau Biru menghisapnya.

Masalah pun mulai timbul saat persediaan tembakau telah habis, mereka menjadi malas bekerja dan menjadi tidak bergairah dalam menjalakan aktivitas, samapi akhirnya di suatu sore Brundi pun kembali ke pulau Biru beserta dua temannya, Ruki dan Maldi, mereka bertiga membawa beberapa peti besar di perahunya yang berisi tembakau dari pulau Asap, saat tiba di pantai mereka langsung disambut dan ditawari menginap oleh penduduk pulau, namun dia menolak dan memilih tinggal di perahu. Brundi pun naik ke atas peti lalu berbicara "saya tahu kalian menginginkan tembakau ini, karena itu saya membawanya untuk kalian" penduduk pulau pun bersorak bahagia "tapi ini tidak cuma-cuma, kalian bisa menukarnya dengan perhiasan dan hewan ternak yang kalian punya" tanpa berlama-lama penduduk pulau pun kembali ke rumah mereka untuk membawa barang dan hewan yang akan mereka tukarkan. Tembakau pulau Asap pun habis seketika Brundi pun kembali berlayar seraya mengucapkan "terima kasih, senang bekerja sama dengan kalian" diiringi tawa Ruki dan Maldi. Penduduk pulau kembali ke rumahnya masing masing dengan bahagia karena telah mendapatkan tembakau yang mereka puja-puja. Brundi dan kawan-kawannya pun semakin sering 'berkunjung' untuk memberi pasokan pada penduduk pulau Biru. Mulai terjadi kekacauan penduduk yang tadinya ramah dan rukun mulai sering terlibat perkelahian, dan pencurian kerap terjadi di pulau yang terkenal dengan keamanan dan kenyamannanya itu. Bu Rindu yang sedang hamil besar sudah berulang kali menasihati dan melarang suami dan penduduk lainnya untuk menghisap tembakau, namun mereka bebal dan kecanduannya semakin menjadi. Para penduduk mulai mengidap penyakit-penyakit aneh, hingga tak sedikit dari mereka yang meregang nyawa karena penyakit-penyakit itu bahkan bu Rindu pun mulai terjangkit . Di tengah perutnya yang semakin membesar bu Rindu berjuang menahan sesak nafas karena sakit yang dideritanya, menurut tabib Muro, tak lama lagi bayinya akan lahir. Pak Bayu dan bu Rindu senang sekali, karena sebentar lagi anak pertama yang telah mereka nantikan akhirnya akan terlahir ke dunia. Bu Rindu pun mulai berjuang merasakan sakitnya proses melahirkan, nafasnya terengah engah seiring kontraksi yang semakin sering, namun nafas bu rindu semakin sesak hingga ia bersusah payah untuk mendorong bayinya keluar dari rahimnya, namun dengan perjuangan, doa, dan semangat dari sang suami akhirnya bayi yang diidam-idamkan terlahir ke dunia, dan berjenis kelamin perempuan. Pak Bayu pun nampak bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun