Pandemi COVID-19 memang membuat semuanya jadi runyam. Dari masalah presiden yang menyebut Provinsi Padang, sampai acara ulang tahun Gubernur Jawa Timur. Itu semua dikarenakan efek dari pandemi yang memang sangat melelahkan. Dari semua permasalahan yang terjadi, ada satu masalah penting yang terus meningkat dan perlu kita perhatikan, yaitu kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual.
Coba deh, kalian search kata "Perkosa" di Google, dan lihat hasilnya. Ternyata ada banyak sekali kasus pemerkosaan kepada wanita di Indonesia akhir-akhir ini. Sampai artikel ini dibuat, ada sekitar lebih dari belasan kasus yang terjadi hanya dalam seminggu terakhir. Miris banget.
Pelakunya bermacam-macam, dari anak anggota DPRD, tukang parkir, sampai polisi. Bahkan ada kasus empat remaja yang memperkosa seorang perempuan yang lebih tua dari mereka. Ini sangat mengejutkan karena pelaku pemerkosaan bisa datang dari kalangan mana saja. Dari yang tua sampai yang muda, dari orang miskin sampai orang kaya.
Mereka pun tidak memilih-milih korban pemerkosaan. Dari yang cantik sampai yang biasa, dari yang memakai pakaian tertutup sampai yang memakai pakaian terbuka. Parahnya, dari banyaknya kasus pemerkosaan yang terjadi dalam seminggu terakhir, hampir setengahnya terjadi pada anak dibawah umur.
Ini yang bikin ngelus dada. Bisa-bisanya mereka melakukan pemerkosaan dengan anak dibawah umur. Apa yang bisa dilihat dari seorang anak kecil? Apakah mereka tidak memikirkan dampak yang terjadi pada korban? Apakah mereka tidak takut kalau keluarganya sewaktu-waktu bisa jadi korban juga?
Itu membuat saya bertanya-tanya. Saya sebagai laki-laki pun tidak tahu bagaimana pola pikir mereka. Hal tersebut membuat saya menyadari bahwa HAMPIR SEMUA kasus pemerkosaan dikarenakan laki-laki yang tidak bisa mengontrol birahi mereka.
Padahal ada solusi untuk orang-orang seperti itu, seperti rajin beribadah kepada Tuhan, menjaga syahwat, selalu mawas diri dengan tindakan yang dilakukan, konsultasi dengan ahli, dan masih banyak lagi. Namun apabila sudah tidak bisa menahan birahi, Taslima Nasreen (seorang aktivis wanita dari India) lebih menyarankan untuk melakukan mastrubasi, karena menurutnya, hal tersebut lebih baik dari pada pemerkosaan dan pembunuhan. Saya pun setuju dengan pendapatnya.
Permasalahan tersebut membuat saya sangat sedih. Saya pun memberi tahu keluarga dan teman-teman saya mengenai permesalahan ini. Saya membagikan satu berita pemerkosaan tentang Seorang satpam yang memperkosa anak dibawah umur dengan total korban sebanyak 30 orang.
Betapa terkejutnya saya dengan respon mereka yang biasa saja. Bahkan orang tua saya menganggap hal itu biasa terjadi. Hal tersebut membuat saya terheran-heran karena mengganggap hal seperti itu adalah hal yang lumrah terjadi di Indonesia tercinta ini.
Kakek dan nenek saya pun beranggapan demikian dan bahkan langsung menyalahkan korban tanpa tahu permasalahannya terlebih dahulu. Mereka menyalahkan pihak korban karena tidak  menjaga diri. Hal ini membuat saya berdebat dengan mereka karena menurut saya pihak laki-laki yang salah. Namun tetap saja mereka bersikeras dengan pendapat mereka (tipikal Baby Boomer). Sedangkan teman-teman saya sebagian besar berpendapat seperti saya. Namun ada beberapa  yang menyalahkan orang tua korban yang tidak bisa menjaga korban.
Memang sudah banyak kasus serupa terjadi di Indonesia. Bahkan menurut Komnas HAM, tiga perempuan di Indonesia mengalami pelecehan seksual seriap dua jam. Jadi dalam sehari, terdapat 36 perempuan yang dirusak harkat dan martabatnya oleh laki-laki. Namun hal tersebut tidak bisa dilumrahkan karena akan berakibat jumlah kekerasan seksual yang semakin  bertambah. Dari hal tersebut disarankan orang tua untuk menjaga anaknya, agar tidak terjadi hal seperti itu, namun tentu saja orang tua tidak bisa mengawasi anaknya selama 24 jam. Oleh karena itu, kita tidak bisa menyalahkan korban maupun orang tua korban, yang perlu disalahkan dalam kasus pemerkosan seperti ini adalah pelaku dari pemerkosaan tersebut.
Dari pendapat-pendapat tersebut, masih banyak yang menyalahkan korban daripada pelaku, terutama dari golongan orang yang lebih tua. Hal itu tidak bisa dibiarkan karena akan berdampak kepada psikologis korban dan keluarganya. Dengan menyalahkan korban, mereka yang dilecehkan akan malu, menutup diri dari lingkungan, depresi, atau bahkan hingga melakukan bunuh diri. Maka dari itu, korban seharusnya diberikan dukungan agar tidak terlarut dalam kesedihan dan bisa melanjutkan hidupnya.
Kita juga harus menyerukan agar pemerintah segera mengesahkan RUU PKS agar pelaku pemerkosaan dapat dihukum setimpal dengan perbuatannya, sehingga mereka jera dan tidak melakukannya lagi.
Dengan menyemangati dan tidak menyalahkan korban pemerkosaan, serta mendukung pengesahan RUU PKS, kita dapat membantu mereka untuk terus semangat dalam menjalani hidup mereka dan agar tidak menutup diri dari lingkungan. Selain itu, untuk korban-korban yang belum speak-up, agar tidak takut untuk memberi tahu ke keluarga atau teman-teman mereka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI