Beberapa insiden menyangkut massa terjadi di beberapa tempat.
Di Dogiyai, Papua, terjadi amuk massa yang menelan korban jiwa 1 meninggal. Dalam aksi tersebut tercatat 67 bangunan dibakar. Pemicunya yaitu teguran beberapa aparat TNI AU kepada sekelompok warga yang mabuk-mabukan di sekitar bandara.
Tasikmalaya tempo hari juga sempat memanas. Massa yang datang dari berbagai daerah sekitar menggeruduk pengadilan dan merusak sejumlah mobil polisi. Pangkal masalah yaitu tuntutan agar  Rizieq Shihab yang menjalani sidang di Jakarta dibebaskan.
Beberapa waktu lalu BEM UI mengunggah karikatur king of lip service yang menyasar presiden. Kemarin di Bandung, BEM Unpad menipu publik. Katanya, 'kami bersama Jokowi, ... tapi bo'ong'!
Soal kritik tentu bukan sesuatu yang luar biasa. Tetapi narasi di belakangnya tak sesuai dengan konteks Indonesia hari ini. Tuntutan agar Jokowi melunasi janji kampanye dan desakan agar mundur jelas memuat agenda politik sangat janggal. Terlebih beberapa kali trending pula tagar berbasis tagar khilafah di twitter.
Dengan pemanasan situasi tersebut, jangan heran jika kemudian ada yang menggoreng. Jokowi dituntut mundur supaya Maruf Amin naik. Ada yang mencoba membuat friksi. Di belakang Maruf Amin kita tahu ada warga Nahdliyin sementara Jokowi adalah PDIP. Delegitimasi pemerintahan yang sah meski tak berhasil tetapi akan berdampak sangat massif.
Provokasi tidak hanya berasal dari kampus. Beberapa kali sempat terjadi ketegangan antara warga dengan aparat keamanan dan bahkan petugas kesehatan.
Di Ciputat seorang pemuda menantang aparat yang sedang bertugas di jalan raya arah Jakarta. Alih-alih mengikuti arahan menggunakan masker, pemotor yang tampak pede itu malah balik menggertak. Dia punya backing om jenderal di mabes katanya.
Insiden lain terjadi di Jakarta. Sekelompok pebalap liar menganiaya polisi yang menegur mereka. Bukannya patuh atau kabur, justru sang aparat malah digebuki.
Yang terkait dengan petugas kesehatan beberapa kali juga mengemuka.Â