Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

TAP MPRS Pembubaran PKI, Sikap Jokowi Bertolak Belakang dengan Pandangan Refly Harun

7 Juni 2020   21:11 Diperbarui: 7 Juni 2020   22:13 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar tayangan diskusi yang diselenggarakan PKAD dan Front TV News, 06/ 06/ 2020 (youtube.com/ kanal PKAD, diakses 07/ 06/ 2020 pada pukul 20.22).

Isu kebangkitan komunisme kembali menghangat belakangan ini. Tema tersebut biasanya didaur ulang menjelang akhir September saat momentum G30S/ PKI. Dalam Pilpres 2014 dan sedikit menurun di tahun 2019; tema itu juga menjadi bahan fitnah kampanye hitam terhadap capres Jokowi.

Tanggal 6 Juni 2020, Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) bekerja sama dengan Front TV menyelenggarakan diskusi live streaming di youtube berjudul "Komunisme dan Oligarki di Balik RUU Haluan Ideologi Pancasila". Acara langsung berdurasi selama 3:29:14 itu menghadirkan 11 pembicara. Mereka adalah:

1. Din Syamsuddin (keynote speaker);

2. Prof. Suteki (ahli hukum);

3. Daniel M Rasyid (pakar pendidikan);

4. Abdul Chair Ramadhan (HRS Centre);

5. Masri Sitanggang (MUI Medan);

6. Ahmad Yani (Masyumi Reborn);

7. K.H. Aam Wahib (tokoh NU);

8. Ismail Yusanto (Jubir HTI);

9. Thoha Zakariya (PP Al Islah Bondowoso);

10. Asep Syarifudin (jubir MPUII);

11. Sugi Nur Raharja (dipanggil Gus Nur oleh pengikutnya).

Tiga pembicara pengisi acara ini yaitu: Din Syamsuddin, Ismail Yusanto, dan Sugi Nur Raharja, merupakan sosok yang cukup menarik untuk dibahas.

Din Syamsuddin beberapa hari lalu mendadak terkenal setelah secara tiba-tiba mengangkat isu pemakzulan presiden. Selanjutnya, Ismail Yusanto dalam publikasi acara secara jelas disebutkan sebagai juru bicara HTI, organisasi yang sudah dilarang di Indonesia. Kemudian, Sugi Nur Raharja yang divonis 18 bulan penjara dalam kasus penghinaan terhadap Banser NU tanggal 14 Februari 2020 lalu.

Apa yang menjadi titik tolak isu komunisme dalam diskusi online tersebut?

Dalam penjelasan PKAD --baru bergabung di youtube 20 Maret 2020-- disebutkan bahwa latar belakang tema diskusi adalah akan segera diloloskannya RUU Haluan Ideologi Pancasila. Permasalahan yang disorot yaitu tidak disertakannya TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 sebagai konsideran RUU.

Untuk diketahui, TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 berisi tentang pembubaran PKI dan dengan demikian menjadikannya sebagai organisasi terlarang di Indonesia.

Persoalan konsideran TAP juga menjadi pertanyaan Menkopolhukam Mahfud  MD.

Mahfud menyatakan bahwa DPR sebagai pengusul RUU harus menjelaskan mengapa TAP MPRS pembubaran PKI tidak menjadi konsideran RUU Haluan Ideologi Pancasila. Menurutnya, pemerintah dalam posisi bukan pengusul RUU tidak punya relevansi untuk menjelaskan masalah itu (cnn.indonesia, 31/ 05/ 2020).

Dipandang dari segi kewenangan, Mahfud menambahkan bahwa MPR saat ini tidak punya kewenangan mencabut TAP MPR tahun 2003 dan TAP-TAP sebelumnya. Dengan kata lain isu pencabutan TAP pembubaran PKI hanya isapan jempol belaka karena tidak bisa dilakukan oleh MPR sekarang.

Presiden Jokowi sendiri  telah menunjukkan sikap jelas untuk menolak kehadiran organisasi-organisasi yang bertentangan dengan Pancasila. Mantan Gubernur DKI ini  tidak mengenal kata kompromi sedikit pun. 

Pada masa pemerintahan periode pertama, HTI yang mengusung ideologi khilafah dibekukan sehingga menjadikannya sebagai organisasi terlarang. Perppu No. 02 Tahun 2017 tentang Ormas disahkan yang lantas disusul pencabutan status badan hukum HTI oleh Menkumham.

Sikap presiden terhadap ideologi komunis juga tegas.

Tahun 2016 Kapolri Badrodin Haiti menyampaikan bahwa presiden memerintahkan jajaran TNI-Polri, BIN, dan Jaksa Agung untuk menegakkan hukum terkait TAP pembubaran PKI yang disahkan 15 Juli 1966 itu  (kompas.com, 10/ 05/ 2016).

Jenderal Badrodin Haiti (Kapolri 2015-2016):

"Presiden jelas menyampaikan, gunakan pendekatan hukum karena TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 masih berlaku. Di situ tercantum soal pembubaran PKI dan melarang komunisme, larangan terhadap penyebaran ajaran-ajaran komunisme, Leninisme, dan Marxisme."

Berbeda dengan sikap Jokowi, pakar hukum tata negara Refly Harun justru mengusulkan pencabutan TAP pembubaran PKI yang dianggap bertentangan dengan konstitusi. Nama Refly Harun juga menjadi sorotan media baru-baru ini Din Syamsuddin setelah menyampaikan pendapatnya terkait pemakzulan presiden bersama Din Syamsuddin.

Menurut Refly, ketentuan yang menjadi dasar larangan kajian ideologi kiri itu tidak sesuai dengan hak warga negara untuk berekspresi dan mengemukakan pendapat.

Refly Harun, (cnn.com, 13/ 05/ 2016):

"Seharusnya kalau mau, Tap MPRS itu ditinjau dan dicabut, barulah tidak ada dasar hukum lagi untuk melarang warga berpendapat."

Jika opini kebangkitan komunis dikaitkan dengan rezim Jokowi, maka hal itu tentu suatu penyesatan. TAP MPRS tentang pembubaran PKI masih tetap berlaku dan Pemerintah Jokowi sejak periode pertama sudah tegas menyatakan sikap untuk mematuhinya.

Publikasi acara PKAD dan Front TV (twitter.com/ fronttvnews).
Publikasi acara PKAD dan Front TV (twitter.com/ fronttvnews).
Yang perlu dikritisi seharusnya adalah mengapa PKAD menampilkan pembicara Ismail Yusanto dalam kapasitasnya sebagai jubir HTI dan bukan sebagai pribadi. Demikian pula Din Syamsuddin yang disebut sebagai tokoh Muhammadiyah.

Apakah maksud sesungguhnya diskusi tersebut adalah sosialisasi HTI dan ideologi khilafah? Hanya Tuhan yang tahu. Tetapi dilihat dari running text dan komentar terkait  acara, suara-suara dukungan berdirinya khilafah jelas adanya.

Pemerintah sendiri pasti dalam posisi dilematis; jika penindakan dilakukan maka isu liar akan mudah digiring.  Pertama, rezim Jokowi memberangus diskusi penolakan kebangkitan PKI; kemudian yang kedua, melakukan pendzaliman terhadap ulama NU dan Muhammadiyah yang namanya tercatut dalam publikasi acara tersebut. Selain itu cap represif dan antidemokrasi akan disematkan pada pemerintah.

Resistensi gerakan ideologis memang alot karena berada dalam ranah pemikiran yang sulit terjangkau. Selalu ada cara untuk mengakali secanggih apa pun sistem dibangun.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun