Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dengan Kapal "Kecil", Susi Usir Mereka dari Natuna

13 Januari 2020   05:34 Diperbarui: 13 Januari 2020   06:24 1820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Susi Pudjiastuti ketika masih menjadi Menteri KKP, berpose di depan Kapal Silver Sea 2 yang ditangkap Satgas 115 yang dibentuknya. Mengutip dari mongabay.co.id, Silver Sea asal Thailand ini berbobot 2.385 GT (gross tonnage) dan pada saat ditangkap sedang membawa ikan sebanyak 1.930 ton. Selanjutnya, setelah berkekuatan hukum tetap kapal SS2 dilelang dengan nilai Rp 21 miliar, sedangkan ikan ilegal dihargai Rp 20,5 miliar (Foto: Dok. Instagram, @susipudjiastuti115).

Cabang pembicaraan konflik Natuna salah satunya adalah tentang ukuran dan jumlah kapal.

Pemangku kebijakan mengatakan, kita butuh kapal besar dalam jumlah cukup untuk menjaga Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Nelayan enggan melaut karena ukuran kapal lawan jauh lebih besar, takut ditabrak.

Narasi ukuran kapal sedang hangat dibicarakan; dari mulai nelayan hingga pejabat istana, dari pengamat sipil hingga purnawirawan jenderal.

Beberapa hari lalu, seorang nelayan asal Kabupaten Natuna, Dedi, mengungkapkan laut Natuna sekarang sudah kembali dikuasai nelayan asing. Ia dan kawan-kawan merasa tersisih dan terpaksa menghindar karena kapal mereka kalah ukuran.

Dedi, nelayan asal Kab. Natuna (tribunnews.com, 08/01/2020):

"Kapal saya 7 ton sering berhadapan dengan kapal dari China dan Vietnam. Kapal mereka antara 50 ton hingga 100 ton."

 Belum lama berselang, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan juga mengutarakan perlunya kapal besar ketika berbicara patroli laut untuk meronda wilayah perairan Indonesia.

Kepada Menhan Prabowo, Luhut mengusulkan pengadaan kapal ocean going yang tidak pernah dimiliki Indonesia sejak republik ini berdiri. Fregat 138-140 meter perlu dibeli, caranya terserah Prabowo (kompas.com, 04/01/2020).

Selain memperkuat angkatan laut, Luhut mengatakan bahwa Badan Keamanan Laut perlu kapal juga beserta peralatan dan kelengkapannya. Di Natuna nanti, selain pangkalan angkatan laut, pangkalan Bakamla dan pelabuhan perikanan untuk nelayan akan dibangun berdampingan.

Dari kalangan akademisi, pakar Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana, dalam sebuah diskusi di Menteng ikut membahas persoalan serupa.

Menurut Dosen UI tersebut kehadiran kapal perang TNI di ZEE Natuna sebenarnya sesuatu yang ganjil. ZEE adalah kawasan bermain kapal sipil, paling tinggi pangkatnya adalah kapal coast guard yang boleh berlayar di sana.

Kita mengirim kapal perang yang ukurannya sepadan dengan coast guard China bukan untuk bertempur, tetapi dalam rangka "menegakkan hukum", kilahnya (kompas.com, 12/01/2020).

KRI Ahmad Yani-351, kapal fregat dengan panjang 113,42 m. Kapal ini dibuat tahun 1967 dan dibeli Indonesia 1986. Kapal-kapal lain yang termasuk kelas Ahmad Yani yaitu KRI Slamet Riyadi, KRI Yos Sudarso, KRI Oswald Siahaan, KRI Satsuit Tubun, KRI Abdul Halim Perdanakusumah (Foto: prokimal-online.blogspot.com).
KRI Ahmad Yani-351, kapal fregat dengan panjang 113,42 m. Kapal ini dibuat tahun 1967 dan dibeli Indonesia 1986. Kapal-kapal lain yang termasuk kelas Ahmad Yani yaitu KRI Slamet Riyadi, KRI Yos Sudarso, KRI Oswald Siahaan, KRI Satsuit Tubun, KRI Abdul Halim Perdanakusumah (Foto: prokimal-online.blogspot.com).
Kekurangan kita sebagai negara maritim

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun