Fakta ketiga adalah gagalnya  Agus Harimurti Yudhoyono, AHY, mendampingi mantan Danjen Kopassus tersebut untuk menjadi cawapres.
Prabowo-AHY yang didramatisir sebagai pasangan ideal oleh loyalis SBY akhirnya luput jadi kandidat. Bahkan kegagalan itu dibumbui cerita, Prabowo dikutuk menjadi "jenderal kardus" oleh Andi Arief, kader Demokrat.
Prabowo barangkali tertawa terbahak-bahak dimaki Arief, "Gua butuh duit bukan kardus, makan tuh kardus!" Â
Pertanyaan berikutnya, mengapa Prabowo dan atau Gerindra butuh mahar, jika memang itu benar?
Jawabannya ada pada lika liku perjuangan  Gerindra untuk menjadi dan menjaga eksistensinya hingga saat ini. Termasuk di dalamnya usaha Prabowo maju di Pilpres berkali-kali dan belum juga beruntung.Â
Bahkan jauh sebelum Pilpres 2014 pun Prabowo sudah membangun momentum dengan iklan-iklan di media mainstream, dan itu butuh duit.
Pertaruhan Prabowo di Pilpres 2019 adalah keputusan yang lebih sulit dibanding Pilpres 2014. Dalam kontestasi pilpres sebelumnya Prabowo maju dengan dukungan sekian banyak parpol papan atas. Sekarang Jokowi yang pegang kartu untuk laga ulang di pilpres mendatang.
Prabowo paham, berpasangan dengan siapapun resiko kalah tetap besar, tetapi kekalahan itu harus diredam sedemikian rupa sehingga Gerindra masih punya darah untuk hidup hingga pemilu-pemilu mendatang. Maka wajar jika Prabowo kemudian menodong setoran ke Demokrat jika AHY ingin maju cawapres. Prabowo vote getter, AHY (SBY) bohir-nya. Namun sang bakal cawapres tampaknya enggan berbagi.
Indikasi terakhir adanya mahar di tubuh Gerindra adalah isu Sandiaga Uno bagi-bagi duit 500 milyar ke PAN dan PKS agar menyisih. Tujuannya adalah untuk memuluskan langkah dirinya maju jadi cawapres Prabowo.
Seperti diketahui publik sebelumnya, PKS sudah menyediakan menu 9 calon untuk dipilih Prabowo sebagai syarat koalisi. Sementara PAN juga punya amanat untuk memastikan Zulkifli Hasan mendapat tiket maju, baik sebagai capres atau setidak-tidaknya sebagai cawapres. Namun Prabowo tidak selera, fokusnya tetap satu: duit!