Mohon tunggu...
Agung Pratama
Agung Pratama Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Pegiat isu sosial, politik, gender, dan media. netizen barbar tapi kritis.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Korupsi sebagai Mata Pencaharian?

10 Desember 2019   00:39 Diperbarui: 11 Desember 2019   00:10 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi )https://beritagar.id/artikel/editorial/hentikan-regenerasi-pelaku-korupsi)

Selamat atas Prestasi Korupsi di Indonesia !

Ucapan ini tampak mengerikan dan menyebalkan bukan?, baik mari kita menyoal topik yang tidak pernah basi di bangsa kita, mengutip laman transparency.org di sana disebutkan pada tahun 2018 Indonesia menduduki peringkat ke 89 sebagai negara korup di dunia, dan peringkat ke-4 terkorup di ASEAN, tampaknya sampai saat ini korupsi masih menjadi sebuah kerja sampingan yang cukup menjanjikan, kenapa? karena pendapatan tak terkira, dan resikonya bisa dinego. Ya, hukumannya kan bisa diperbincangkan sambil minum kopi antara tersangka dengan penegak hukum.

Beberapa orang akan beranggapan peringkat 89 ini masih biasa saja, karena masih ada banyak sekali negara yang peringkat korupsinya diatas negara Indonesia, tapi lupakan sejenak. Indonesia bukanlah negara yang anggarannya bisa dieksploitasi seenaknya saja, Indonesia juga bukan negara yang berperekonomian kuat seperti Eropa, Uni Emirat Arab, Amerika, ataupun China. Indonesia itu kaya Sumber daya alamnya, sumber daya manusianya, tapi entah kekayaan itu terkumpul dimana. Ada lagi yang lebih ironi, seperti di tempat tinggal penulis yang menjadi salah satu Kabupaten terkaya di Indonesia tapi masih memiliki penduduk miskin.

KPK yang memiliki kinerja belum cukup maksimal pun harus berurusan dengan mahasiswa se-Indonesia karena RUU KUHP yang dianggap melemahkan KPK, masalah perpu juga mulai padam karena tenggelam dengan permasalahan-permasalahan baru, pasang surut perkara korupsi adalah sederetan fakta yang memuakkan. Novel Baswedan adalah model yang heroik dalam memberantas korupsi, tapi sekarang kita tahu betapa berbahayanya menjadi beliau, sebelah mata Novel Baswedan adalah representasi dari buasnya koruptor yang amat sulit ditaklukkan.

Baru-baru ini Presiden Joko Widodo ditantang untuk menerapkan hukuman mati bagi koruptor, saya hanya semringai dengan pernyataan tersebut setelah banyaknya kelonggaran yang didapatkan oleh tahanan KPK di lapas Sukamiskin, kurungan seperti itu sama saja seperti menangkap ikan emas di sungai kemudian memasukkannya ke kolam yang bagus dan diberi makan setiap hari. Jadi menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo untuk menghukum mati koruptor itu adalah seperti orangtua yang membelikan anaknya mainan supaya terhibur.

Jika diberi rentang  skala 10, saya akan memberi angka 7. Mengapa saya tidak memberi skor di bawah itu? karena kita harus tahu betul bahwa memberantas korupsi seperti yang kita dambakan itu memiliki resiko yang tidak main-main, setelah melihat Novel Baswedan, saya percaya bahwa nyawa adalah taruhan dalam menghadapi hama-hama di balik birokrasi. 

Kita tidak bisa terus-terusan pesimis dengan bangsa ini, kita yang muda, yang mewarisi peradaban hendaknya berkaca dari segala rekam jejak demokrasi kita yang masih butuh banyak pembenahan, dan berambisi memperbaiki masa depan negeri seperti yang di cita-citakan para revolusioner.

Siapapun yang membaca tulisan ini, bertanggung jawablah pada masa depan negerimu. Negeri ini memanggil orang-orang yang mampu bekerja sepenuh hati, bukan seribu janji.

Memperingati hari antikorupsi,

salam hangat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun