Berbeda dari tuntutan jangka pendek yang reaktif, 8 agenda jangka panjang berfungsi sebagai peta jalan reformasi struktural. Intinya mencakup:
1. Reformasi DPR & Partai Politik.
Mengembalikan integritas, akuntabilitas, dan profesionalitas. Sosok wakil rakyat dan bangsawan banyak diharapkan terlahir dari kader-kader partai politik.
2. Reformasi Hukum & Anti-Korupsi.
Pengesahan UU Perampasan Aset dan penguatan KPK sebagai obat akar masalah korupsi sistemik. Jangan lagi ada alasan dan rasionalisasi yang mana RUU Perampasan Aset mandeg selama 17 tahun, dan penguatan KPK ini tak kunjung mewujud.Â
3. Reformasi Aparat Keamanan.
Polri dan TNI diarahkan agar profesional, humanis, dan bebas dari intervensi politik.
4. Reformasi Ekonomi & Perlindungan Sosial.
Evaluasi PSN, UU Ciptakerja, serta penguatan perlindungan masyarakat adat dan lingkungan.
Tuntutan jangka pendek ini ibarat fire extinguisher yang bisa memadamkan gejolak sosial dan politik, serta menstabilkan stabilitas negara. Sementara tuntutan jangka panjang lebih merupakan blueprint arsitektur demokrasi menuju 2026.
Perspektif Manajemen Risiko & Kebijakan Publik
Dari sudut pandang manajemen risiko, kedua set tuntutan ini memancarkan empat potensi ancaman besar:
* Risiko reputasi. Bila tuntutan ini gagal direspons, maka ini akan mengikis legitimasi Prabowo sebagai presiden baru.
* Risiko sosial. Ini terkait ketidakpastian upah dan PHK bisa memicu instabilitas sosial.
* Risiko politik. Rakyat sudah lama menegaskan menolak oligarki dan otoritarianisme baru.
* Risiko institusional. Kegagalan menjaga jarak TNI/Polri dari ranah sipil bisa membawa Indonesia ke jurang democratic backsliding.
Dalam Perspektif Kenegarawanan
Sekarang, mari kita lihat keseluruhan tuntutan itu lensa kenegarawanan:
* 17 tuntutan jangka pendek adalah uji kredibilitas kepemimpinan Prabowo hari ini. Apakah ia memilih mendengar rakyat, atau jalan koersif.
* 8 tuntutan jangka panjang adalah agenda reformasi nasional. Bila diabaikan, jurang ketidakpercayaan publik akan semakin lebar, memicu gejolak sosial-ekonomi.
Di titik ini, bangsa seakan sedang menegaskan kembali kontrak sosial. Bahwa kekuasaan hanya sah bila berpihak pada keadilan, transparansi, dan perlindungan martabat manusia.
Ujian Sejati Negarawan
Pada akhirnya, 17+8 tuntutan rakyat bukanlah sekadar daftar poin teknis. Ia adalah jeritan yang meminta keadilan, sekaligus kompas moral yang menuntun arah bangsa.
Prabowo, di usia kepemimpinannya yang baru seumur jagung, dihadapkan pada ujian terbesar. Apakah ia akan merangkul suara rakyat sebagai energi perubahan, atau menutup telinga dan mengulang lingkaran krisis kepercayaan?