Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Transformative Human Development Coach | Penulis 4 Buku

Agung MSG – 🌱 Transformative Human Development Coach ✨ Mendampingi profesional bertumbuh lewat self-leadership, komunikasi, dan menulis untuk reputasi. 📚 Penulis 4 buku dan 1.400+ artikel inspiratif di Kompasiana. 💡 Penggagas HAI Edumain – filosofi belajar dan berkarya dengan hati, akal, dan ilmu. 📧 agungmsg@gmail.com | 🔗 bit.ly/blogagungmsg | 📱 @agungmsg 🔖 #TransformativeCoach #LeadershipWriting #GrowWithAgung “Menulis bukan sekadar merangkai kata, tapi merawat jiwa dan meninggalkan jejak makna.”

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Ayah, Bunda, Ajarkan Anak untuk Bahagia, Bukan untuk Kaya

23 Juli 2025   12:37 Diperbarui: 22 Juli 2025   20:27 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah kemajuan teknologi dan peningkatan taraf hidup, kita justru melihat lonjakan krisis mental anak muda. Menurut Kasser (2002) dalam bukunya The High Price of Materialism, orientasi hidup yang terlalu fokus pada materi memicu kecemasan, depresi, dan ketidakpuasan yang mendalam.

Anak-anak yang hanya diajarkan mengejar prestasi dan materi cenderung kehilangan makna. Mereka besar dalam tekanan, bukan kehangatan. Mereka terlihat 'berhasil', tapi rapuh secara emosional.

Kebahagiaan Adalah Keterampilan yang Bisa Diajarkan

Berita baiknya, kebahagiaan bukan bawaan lahir, melainkan sesuatu yang bisa dilatih. Seligman (2011) melalui Positive Psychology menunjukkan, bahwa anak-anak yang dilatih rasa syukur, empati, dan mindfulness, tumbuh menjadi individu yang lebih sehat secara mental, dan lebih siap menghadapi tantangan hidup.

Langkah kecil seperti mengajak anak untuk melakukan sesuatu yang baik dan benar, perlu dilakukan. Seperti membuat "jurnal syukur harian", melatih mengenali dan mengelola emosinya, dan memberi pujian atas usaha, bukan hasil. Semua itu, bisa menciptakan perbedaan besar dalam karakter dan kebahagiaan mereka.

Kaya Tapi Tak Bahagia? Bukti Ilmiah Menunjukkan Itu Nyata

Daniel Kahneman dan Angus Deaton (2010) menemukan bahwa pendapatan memang meningkatkan kebahagiaan hingga titik tertentu (sekitar $75.000 per tahun, atau senilai 1,8 triliun/tahun di tahun 2025). Tapi setelah itu, penambahan kekayaan tidak lagi berdampak signifikan pada kebahagiaan emosional.

Artinya, mengejar kekayaan tak terbatas malah berisiko memicu kelelahan mental tanpa peningkatan kualitas hidup yang bermakna.

Menjadi Orang Tua yang Menanamkan Nilai Bahagia

Lalu, bagaimana kita mulai?

Berikut adalah sintesis dari dua pendekatan ilmiah dan praktis yang dapat membantu orang tua menumbuhkan kebahagiaan sejati dalam diri anak:

1. Tumbuhkan dan tanamkan nilai spiritualitas dan makna hidup. Fondasi tertinggi dari kebahagiaan batin adalah makna hidup. Ajak anak berdialog tentang nilai, tujuan, dan peran mereka di dunia. Ini menjadi fondasi identitas dan kebahagiaan batin.

Spiritualitas menjadi akar identitas yang membentuk cara anak melihat hidup, menghadapi ujian, serta merasakan kehadiran Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi. Ini menumbuhkan sikap rida, rendah hati, dan tenang dalam proses kehidupan. Anak yang memiliki makna hidup tidak mudah goyah oleh tekanan dunia.

2. Bangun koneksi emosional dan kehangatan relasi, bukan tekanan perfeksionisme. Dengarkan anak tanpa menghakimi. Sebelum anak belajar mencintai hidup, ia harus merasa dicintai. Hadir sepenuh hati, bukan tergesa. Ini membangun kepercayaan dan stabilitas emosi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun