"Menjual bukan lagi soal meyakinkan orang untuk membeli, tetapi menyentuh sisi terdalam mereka agar percaya dan merasa terhubung secara emosional. Itulah seni baru bernama Emotional Selling Intelligence (ESI)."
Mengapa Emotional Selling Intelligence Jadi Game Changer?
Dahulu, saat muda, kalau menjual saya selalu menekankan pada fitur dan benefit yang akan didapat oleh pembeli pada produk yang saya jual. Hal ini juga terbawa pada saat bernegoisasi: manfaat apa yang akan saya dapat. Saya hanya berpikir sederhana: menang-menang, tidak merugikan, dan saling menguntungkan.
Padahal, untuk berjualan, bertransaksi hingga bernegoisasi, fokus kita perlu pada hati terlebih dahulu. Memenangkan hatinya, baru transaksinya. Buat dia untung banyak, berlimpah, baru kemudian kita bisa menjual apa saja yang menjadi kebutuhan dan prioritasnya.
Tak heran, kalau sekarang saya menemukan orang yang bersikukuh pada perjanjian dan aturan yang sudah ditetapkan, aduh.. rasanya bagaimana ya? Padahal, saat kondisi di lapangan bisa berbeda dan tak tergambarkan pada butir-butir perjanjian dan kesepahaman. Orang itu "keukeuh" atau bersikukuh pada kebijakan baku perusahaan. Alhasil, respek dan bentuk kerjasama pun jadi "mekanistik" dan "robotik". Tanpa hati. Hanya menjalankan "fungsi".
Sebagai seorang insan pembelajar, saya menyaksikan satu fakta penting: Era persuasi satu arah telah berakhir. Konsumen hari ini menuntut interaksi yang lebih manusiawi, personal, dan emosional. Mereka tidak hanya membeli karena kebutuhan atau harga. Mereka membeli karena merasakan koneksi emosional. Baik terhadap produk, brand, maupun sosok yang menjual.
Di sinilah Emotional Selling Intelligence (ESI) hadir sebagai pendekatan baru yang memadukan kekuatan komunikasi, psikologi, dan nilai spiritual. Belajar ESI bukan sekadar belajar menjual lebih baik. Belajar ESI adalah tentang memahami manusia secara utuh. Boleh dibilang, bahwa belajar ESI itu sama saja dengan belajar 10 profesi sekaligus. Sekaligus juga bahwa esi ini sudah menjadi kunci baru penjualan berbasis emosi di era manusiawi sekarang ini.
Menjual dengan hati berarti memahami manusia, bukan hanya produk. Di situlah Emotional Selling Intelligence mengubah penjual biasa menjadi pemimpin perubahan.
Dan untuk itu, kita perlu mengadopsi cara berpikir dari 10 profesi dan disiplin kunci berikut ini. Yuk, kita bahas satu per satu.
1. Psikolog Emosi & Perilaku Konsumen