Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Selalu saja ada satu cara yang lebih baik, dan lebih baik lagi dengan berbagi

Hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kroni, Dinasti dan Korupsi di Desa: Apa yang Terjadi Saat Masa Kades Memperpanjang Jabatannya?

20 Januari 2023   14:18 Diperbarui: 20 Januari 2023   16:06 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Unjuk rasa Kades | Image : nasional.kompas.com

Ribuan Kades se-Indonesia berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Selasa (17/1/2023) siang. Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) sedang memperjuangkan revisi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Para kepala desa (kades) yang tergabung dalam Apdesi ini melakukan unjuk rasa karena dua alasan. Pertama, kades meminta waktu yang lebih lama untuk memperbaiki soliditas masyarakat karena keterbelajaran pasca pemilihan kades. Kedua, dana yang digunakan untuk pemilihan kades lebih baik digunakan untuk pembangunan sumber daya desa.

Kades juga mengancam akan menghabisi partai politik di pemilu 2024 yang tak mendukung perpanjangan masa jabatan kades.

Dari kacamata risk manahement, kepala desa yang memperjuangkan revisi undang-undang ini bisa membuka celah baru untuk memahami dampak langsung dari masa jabatan yang terlalu lama. Juga menarik perhatian untuk mengkaji ulang bagaimana mengantisipasi dan mencari solusi untuk mengatasi masalah korupsi dan nepotisme di desa.

Kegaduhan Publik : Dampaknya Bisa Banyak

Aksi ini menyebabkan ruang publik menjadi gaduh dan netizen pun geram. Mereka mengeluh, "Jabatan itu amanah bukan malah minta nambah" dan "Kenapa mundur lagi cara berpikir kita dulu pernah sembilan tahun diganti 6 tahun kok balik lagi diusul 9 tahun ada ada saja". Keluhan lain datang dari emak-emak yang menganggap ini hanya untuk mengembalikan modal pilkades.


Jabatan yang terlalu lama akan mengakibatkan kecenderungan terbentuknya kroni, dinasti, otoriterian dan korupsi. Lebih jauh bakal menciptakan monster di desa. Penggiat sosial Jhon Sitorus menyebut ini nglunjak, tak masuk akal. Menurutnya, pada kepala desa yang aksi damai di depan Gedung DPR/MPR RI pada 17 Januari itu ngelunjak, "Itu namanya ngelunjak woi. Mana rata-rata korup lagi. Ini adalah praktek nyata merusak demokrasi, sekaligus memperbesar peluang KORUPSI dan NEPOTISME 9 tahun (18 tahun jika 2 periode) juga MEMUTUS regenerasi bibit-bibit pemimpin desa Ujung-ujungnya anak muda akan APATIS, minim kontribusi," sebutnya (Fajar.co.id, 19/01/23).

Pendapat ini mengingatkan saya pada pernyataan Lord Acton, guru besar sejarah modern di Uneversitas Cambridge, Inggris, yang hidup di abad ke-19. Katanya, "Korupsi dan kekuasaan, ibarat dua sisi dari satu mata uang. Korupsi selalu mengiringi perjalanan kekuasaaan dan sebaliknya kekuasaan merupakan 'pintu masuk' bagi tindak korupsi". Ia pun menambahkan, "Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut)."

Tuntutan Apdesi dalam Perspektif Risk Management

Dari perspektif risk management, aksi tuntutan kades ini dapat dianggap sebagai suatu risiko yang mungkin memiliki dampak negatif pada banyak hal. Khususnya pada stabilitas politik, ekonomi, dan sosial di desa-desa yang tergabung dalam Apdesi.

Risiko ini dapat menyebabkan kegaduhan publik, kekecewaan masyarakat, dan mengurangi kepercayaan pada pemerintah desa. Risiko ini juga dapat menyebabkan kerugian finansial dan reputasi bagi pemerintah desa yang terlibat dalam aksi tuntutan tersebut.

Untuk mengatasi risiko ini, pemerintah desa yang tergabung dalam Apdesi harus mengambil tindakan preventif dengan melakukan komunikasi yang efektif dengan masyarakat, menjelaskan alasan dan tujuan dari tuntutan mereka, serta memastikan bahwa tuntutan mereka tidak akan merugikan masyarakat.

Disisi lain, pemerintah desa juga harus memastikan bahwa dana yang digunakan untuk pemilihan kades digunakan untuk pembangunan sumber daya desa dan bukan untuk kepentingan pribadi. Pemerintah Pusat juga harus mengambil tindakan dengan mengkaji ulang undang-undang yang berkaitan dengan masa jabatan kades dan membuat perubahan yang diperlukan untuk menjaga keadilan dan keseimbangan di desa.

Potensi Risiko Ini Perlu Dipertimbangkan

Menurut hemat saya, dikabulkan atau tidaknya tuntutan para Kades ini ini sudah menyimpan sejumlah risiko potensi nyata yang harus dipertimbangkan dengan matang :

1. Risiko politik yang dapat menyebabkan kegaduhan publik dan menimbulkan kekecewaan terhadap pemerintah desa, yang dapat memperburuk stabilitas politik di desa.
2. Risiko sosial yang dapat menyebabkan ketegangan antara kades dan masyarakat, serta dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa.
3. Risiko ekonomi berupa kerugian finansial bagi pemerintah desa yang terlibat dalam aksi tuntutan, seperti biaya pemilihan kades yang meningkat atau proyek pembangunan yang tertunda.
4. Risiko reputasi pemerintah desa yang terlibat dalam aksi tuntutan, yang dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa.
5. Risiko regulasi. Revisi undang-undang yang dituntut oleh kades dapat menimbulkan masalah regulasi jika tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang dapat menyebabkan masalah hukum dan sanksi administratif.
6. Risiko operasional yang dapat menyebabkan masalah operasional dalam pengelolaan desa seperti penganggaran, perencanaan, dan pengawasan.
7. Risiko korupsi dan nepotisme. Aksi tuntutan kades yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dapat menyebabkan praktik korupsi dan nepotisme yang merugikan masyarakat desa.
8. Risiko konflik internal di antara anggota Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) yang dapat menurunkan efektivitas dan kinerja pemerintah desa. Ketua Apdesi Kabupaten Paser misalnya, malah menilai masa jabatan 6 tahun itu sudah cukup. "Perpanjangan 9 tahun adalah sebuah kemunduran demokrasi, karena mengedepankan kepentingan politik kelompok tertentu." (AntaraNews.com, 19/01/23).
9. Risiko perubahan kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa, yang dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat.
10. Risiko ketidakpastian di masyarakat desa tentang masa depan pemerintah desa dan program pembangunan yang dijalankan.
11. Risiko pengambilan keputusan. Akksi tuntutan kades dapat menyebabkan masalah dalam pengambilan keputusan, jika pemerintah desa tidak dapat mengambil keputusan yang tepat dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
12. Risiko pembiayaan. Aksi tuntutan kades dapat menyebabkan masalah pembiayaan dalam pengelolaan desa, jika dana yang digunakan untuk pemilihan kades tidak tersedia dengan cukup atau tidak digunakan secara efektif.

Peraturan Undang-Undang dan Temuan Di Lapangan

Masa jabatan kepala desa diatur dalam UU RI Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, menyatakan bahwa masa jabatan kades itu 6 tahun. Namun, ada yang menganggap bahwa masa jabatan yang 6 tahun saja tidak cukup untuk melakukan perubahan yang diinginkan di desa.

Apdesi berjuang untuk perpanjangan masa jabatan kades menjadi 9 tahun, namun hal ini ditentang oleh sebagian masyarakat dan penggiat sosial yang menganggap ini akan mengakibatkan korupsi dan nepotisme. Ada juga yang menganggap bahwa masa jabatan yang terlalu lama akan memutuskan regenerasi bibit-bibit pemimpin desa dan akan menyebabkan apatis dari anak muda. Namun, Apdesi berpendapat bahwa masa jabatan yang lebih lama akan memberikan kesempatan yang lebih baik bagi kades untuk melakukan perubahan yang diinginkan di desa.

Upaya Apdesi untuk perpanjangan masa jabatan kades ini seharusnya dipertimbangkan secara matang oleh pemerintah dan DPR. Hal ini harus dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat dan penggiat sosial, dalam proses pengambilan keputusan. Pemerintah harus memastikan bahwa perpanjangan masa jabatan kades akan meningkatkan kualitas pemerintahan di desa dan bukan sebaliknya. Selain itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa mekanisme pengawasan dan pencegahan korupsi dan nepotisme di desa tetap berjalan dengan baik sehingga tidak akan terjadi masalah dalam hal ini.

Jurnal Ilmiah Universitas Internasional Batam menemukan bahwa rata-rata CEO di perusahaan Indonesia memiliki masa jabatan selama 6,5 tahun. Jika kita bandingkan dengan masa jabatan kepala desa yang sekarang hanya 6 tahun, maka 6 tahun tersebut sudah cukup untuk melaksanakan program-program desa.

Tuntutan untuk perpanjangan masa jabatan kepala desa menunjukkan mindset yang lemah dari kepala desa dan minimnya kemampuan leadership untuk memperbaiki masalah di desa dan membangun sistem pemerintahan desa yang efektif. Alasan bahwa dana pemilihan kepala desa harus digunakan untuk pembangunan sumber daya desa juga dianggap lemah karena dana pilkades sudah disiapkan dan dianggarkan dalam APBN.

Harapan Pada Jabatan Publik

Menurut pendapat saya, masa jabatan 6 tahun sudah lebih dari cukup, bahkan seharusnya hanya 5 tahun saja. Karena generasi muda memiliki perspektif yang lebih baik dan lebih lincah untuk menjadi pemimpin. Jika seseorang baik, amanah, kinerja dan kontribusinya bagus, serta membawa kesejahteraan warganya, maka ia akan dipilih kembali oleh rakyat.

Jabatan adalah amanah yang harus dijaga dan dipenuhi hak rakyat. Jabatan publik yang dipilih oleh rakyat harus dipergilirkan agar iklim demokrasi tetap segar dan generasi muda dapat berkembang. Jika perlu, lakukan polling atau kajian ilmiah yang obyektif, profesional, transparan dan akuntabel agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan tidak hanya karena nafsu kekuasaan yang rendah atau konflik kepentingan.

Pada akhirnya, sesungguhnya manusia itu lemah dan payah, khususnya bila diberi Amanah. Maka dari itu, ia harus dan wajib menjalankan kewajibannya dengan baik dan memenuhi hak rakyat, sebelum semua itu akan menjadi kehinaan dan penyesalan di hari kiamat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun