Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Kompasianer

Kompasianer of The Year 2019 | Part of Commate KCI '22 - Now | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Tak Jarang Keputusan Ayah adalah Keputusan di Luar Logika

14 Oktober 2025   20:48 Diperbarui: 15 Oktober 2025   17:18 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut ibu, saat mbarep lahir badannya sebesar botol kecap. Bayi mungil berhari- hari tidur, bersebelahan lampu petromak. Agar badan hangat dan nyaman, agar bayi tumbuh layaknya balita pada umumnya.

Bapak muda belum punya pengalaman, mencurahkan segenap perhatiannya. Tak ayal, rasa sayang tumbuh sedemikian hebat. Perhatian semakin bertambah, sampai balita tubuh mbarep-nya masih mungil. Tanpa sadar sayang yang berlebihan, kelak dianggap sebagai sikap pilih kasih oleh anak yang lain.

Kejadian serupa terulang pada anak tengah, masa balita-nya sering sakit-sakitan. Ketika baru belajar jalan, digendong kakak kedua jatuh dan kepalanya sobek. Semasa di sekolah, dibanding kami anak tengah relatif ketinggalan pelajaran.

Maka bapak memberi perhatian lebih, terutama pada si tengah. Bahkan sampai menikah, tidak serta merta lepas tangan.  Bapak bersedia pasang badan, ketika ada apa-apa dengan anak tengah.

Rahasia yang dibongkar ibu, membukakan mata hati. Tidak ada ayah ingin berlaku tidak adil, semua terjadi sangat situasional. Ayah mengutamakan anak yang lebih membutuhkan, karena anak lain dianggap mampu mandiri.

Bapak dengan segala keterbatasan, tidak lepas dari kesalahan. Bapak sadar risiko, penilaian anak lain akan sikap keputusannya. Karena tak jarang keputusan ayah, adalah keputusan di luar logika.

--- ---- --

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Menjadi ayah, membawa saya pada sikap tak masuk logika, Ketika mendapati makanan kesukaan anak, saya mengalah tidak makan meski perut sedang lapar. Membayangkan senyum anak-anak, cukuplah menjadi energi untuk menahan rasa lapar.

Kewajaran-kewajaran sikap bapak, akan sulit dipahami. Baru bisa saya rasakan, setalah berada di posisi menjadi ayah.  Meski terkesan getir, tetapi ada perasaan unik. Bahwa saya bahagia melihat anak bahagia, meski dengan cara mengalah.

Saya pada umumnya para ayah, pernah kelimpungan memenuhi bayaran sekolah anak. Berjibaku membayar iuran listrik, sementara surat pemberitahuan pemutusan aliran listrik diterima istri. Dalam keadaan sedemikian terdesak, otomatis memacu adrenalin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun