Dokter Zaidul Akbar, narsum kedua menambahi, bahwa soal penyikapan makanan bisa dijadikan indikasi seseorang. Â Sikap orang soleh terhadap makan, makan untuk menegakan tulang sulbi agar bisa ibadah mengabdikan diri kepada Rabb.
Makanan untuk memenuhi hak tubuh, haruslah makanan yang halal dan toyib. Dan sebaik apapun makanan, kalau berlebihan (rakus) akan menjadi tidak baik. Â Maka kalau sudah halal toyib, cara konsumsi juga dengan baik---yaitu secukupnya tidak kekenyangan.
Penjelasan tersebut ditimpali Ustad Budi, dengan sebuat kalimat pernah disampaikan Imam Al Mundziri.
"Bahwa musibah pertama setelah Nabi tiada adalah kenyang, kalau satu masyarakat (ke)kenyang(an) maka yang terjadi adalah gemuk badannya. Dan kegemukan menyebabkan lemah hatinya (keras/tidak lembut hati) dan kalau lemah si panglima (hati) maka syahwatnya tidak terkendali".
Sepuluh tahun lalu, saya pemilik tubuh dengan obesitas. Dalam tubuh yang gemuk itu, bersarang penyakit yang membuat saya tumbang. Setelah dibawa ke klinik, diagnosa dokter menyatakan ada indikasi pelemakan di hati. Dan tidak ada jalan lain untuk menghentikan, kecuali mengubah gaya hidup dan pola makan.Â
Kompasianer, sesekali kekenyangan wajar. Tapi ingat, jangan keterusan ya. Karena apa yang kita makan hari ini, dampaknya dirasakan lima atau sepuluh tahun kemudian. Sebelum obesitas, mari kita lekas- lekas menyadari kekeliruan.
Waspadai sering kekenyangan, karena dampaknya tidak baik. Saya dulu pelaku kekenyangan, tumbang oleh kebiasaan makan berlebihan. So, jangan tiru saya di masa lalu.
Semoga bermanfaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI