Berita lainnya pernah tersiar, pimpinan perusahaan perjalanan dilaporkan jamaah karena penggelapan. Dana yang sedianya untuk ibadah, digunakan untuk memperkaya diri sendiri. Berfoya-foya dengan gaya hidup mewah, memakai uang yang bukan haknya---naudubillah.
Cukuplah, setiap kejadian yang kita lihat, baca, dan dengar menjadi pelajaran. Bahwa orang yang selalu menuruti hawa nafsu, endingnya akan merugikan diri sendiri. Â Harta yang didapat dari menipu, dijamin tidak menenangkan apalagi membahagiakan.
Oke, di awal harta tersebut bisa membuat suka cita. Memenuhi segala keinginan, membeli harta benda diingini. Tetapi cepat atau lambat, keadaan akan sampai di titik akhir. Orang dirugikan sadar dan menuntut, si pelaku penipuan tak bisa berkelit.
Ya, menuruti hawa nafsu, sama saja menuruti bujukan setan. Setelah manusia terjerumus, setan bersorak kegirangan.
-----
Kita kembali, ke kisah teman yang menahan cerita saat berpuasa. Saya menduga, kalau memaksa diteruskan dampaknya tidak baik. Entah mejelekkan entah merugikan pihak lain, sehingga si pencerita merasa berdosa. Ramadan dengan energi luar biasa, menghentikan niat tidak baik itu.Â
Seandainya penangguhan niat tidak baik, dilakukan berulang-ulang di banyak kejadian kehidupan. Kita menangguhkan diri, dari niattidak baik  meskipun kecil. Sehingga terlatih mengalahkan hawa nafsu, dari hal remeh di keseharian. Dan ruh selalu diunggulkan.
Bulan Ramadan, sangat bisa  dijadikan start point untuk niat mulai. Meneguhkan tekad melanjutkan, kebiasaan baik di bulan-bulan setelah  Ramadan. Jika hal ini benar dilakukan, dengan konsisten dan berkesinambungan. Niscaya akan pertempuran dimenangkan, yaitu pertempuran antara ruh dan hawa nafsu.
Semakin sering memenangi ruh, berarti semakin nyata keberpihakan pada diri hakiki. Semakin terbiasa mengalahkan nafsu, kekuatan energi positif menyatu dengan diri. Bisikan nurani yang dipelihara, akan menguatkan kehakikian.
Karena manusia, sejatinya adalah penduduk surga. Nenek moyang kita yaitu Nabi Adam, telah mengawali tinggal di tempat mulia. Dan agar kita bisa kembali ke kampung halaman (yaitu surga), musti rela mengembalikan diri ke fitrah manusia itu sendiri.