Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mustahil Jika Menikah tak Mendewasakan

26 Agustus 2021   15:50 Diperbarui: 26 Agustus 2021   15:53 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya masih ingat bagaimana gemuruh di dada, menjelang dan saat ijab kabul diucapkan. Campur aduk antara gugup dan haru, meski akhirnya bisa dijalani dan dilalui dengan baik.

Tetapi di benak ini ada satu perasaan mengemuka (ketika itu), adalah tentang besarnya tanggung jawab akan diemban.

Mengingat saya sudah tidak sendiri lagi, artinya ada istri yang menjadi kewajiban untuk dinafkahi.

Ikatan syah secara hukum dan agama, yang menjadi tanggung jawab dunia dan akhirat.

Menikah adalah tahap baru kehidupan, yang (sebenarnya) tidak ringan dijalani tetapi terkandung hikmah luar biasa.


Bahwa pernikahan disyariatkan agama, maka saya meyakini pasti ada "sesuatu" yang didapat dibalik tantangan disediakan.

Sebegitu utamanya menikah, Rasulullah SAW memberi keteladanan kepada umatnya.

Bagaimana menjalankan kehidupan berumah tangga, menurut tuntunan Quran dan sunnah.

Dengan mempersembahkan sikap terbaik untuk pasangan, sekaligus memperlakukan anak-anak dengan kasih sayang.

Dari orang-orang terkasih inilah, kebahagiaan hakiki insyaAllah akan diraih.

Selain kebahagiaan, onak duri terhampar  tersedia untuk dilewati sepasang suami istri.

Naik turun kehidupan, bisa dijadikan pengalaman tak ternilai.

Orang yang menikah, akan dibentuk kedewasaannya melalui aneka masalah.

Baik masalah dari dirinya sendiri, masalah yang datang dari pasangan, maupun masalah dari anak keturunan.

Kompleksitas masalah di setiap rumah tangga tentu tak sama, tetapi Tuhan memberikan ujian tak melebihi kemampuan umat-NYA.

Dan secara perlahan tapi pasti, akan membentuk karakter pelakunya.

------

dokpri
dokpri

Sependek pengalaman menjalani pernikahan, setidaknya saya sudah merasakan beberapa tahapan bersama istri.

Masa bulan madu selepas menjadi penganten baru, setelag itu penantian buah hati yang membuat kompak dan saling menguatkan.

Kemudian tahap adaptasi, benar-benar membutuhkan energi khusus dan keringat berlebih.

Apalagi penyesuaian di tahun awal pernikahan,  dua pribadi berbeda disatukan untuk mencapai tujuan bersama.

Tertatih saling menyesuaikan di lima tahun pertama, buahnya adalah menumbuhkan sikap toleransi dan kedewasaan.

Selanjutnya bertahan hingga satu dasawarsa, mencurahkan tenaga dan pikiran untuk buah hati.

Memasuki belasan tahun kebersamaan, suami istri berproses menjadi pribadi lain dari awal menikah.  Selain umur bertambah, kadar ke-diri-an relatif bisa dikelola dengan lebih baik.

Yang menjadi prioritas sudah bukan diri sendiri, tetapi mengutamakan pasangan atau anak-anak.

Yang ada di kepala, adalah bagaimana menyiapkan masa depan anak-anak dan memikirkan bagaimana di hari tua.

Menjaga dan merawat kesetiaan, adalah hal krusial yang akan dilakukan segenap hati.

Mengingat tahapan hidup sudah jauh dilewati bersama pasangan, ada rasa enggan melepas atau menyia-nyiakan yang sudah dirintis.

Idealnya semakin menua semakin tidak neko-neko, ibarat ilmu padi makin berisi makin merunduk.

Apabila di kehidupan nyata terjadi ketidaksesuaian, bisa saja hal tesebut terjadi.  

Kemungkinan karena alasan  tertentu, mengingat setiap kepala isinya berbeda.

Mustahil Jika Menikah tak Mendewasakan

Di masa pandemi gerak kita serba dibatasi akibat PPKM, sektor ekonomi benar-benar terkena dampaknya.

Saya turut merasakan bagaimana terseoknya menjemput rejeki, banyak pekerjaan ditunda bahkan dibatalkan.

Sementara anak istri musti tetap dinafkahi, sementara kewajiban membayar ini dan itu musti tetap ditunaikan.

Saya seperti kehilangan arah, ketika semua rencana seketika berantakan.

Untungnya ada istri yang memenangkan gundah, bersama mencarikan jalan keluar untuk masalah yang dihadapi.

Kami membahu untuk tetap tegak berdiri, bahwa asap dapur musti tetap ngebul bagaimanapun caranya--- cara yang baik ya.

dokpri
dokpri

Kebutuhan sekolah anak-anak harus dipenuhi, meski dengan kaki tertatih dan mengubah rencana semula.

Masa sulit saat ini, kami jadikan ajang membenahi diri, memperbaiki sikap dan ucap, sehinngga menjadi pribadi baru.

Kalau saya menengok sejenak ke belakang, perjalanan berumah tangga ini memang tak mulus.

Tetapi saya bersyukur, berdua kami bisa melewati dan menguatkan.

Dan betapa ujian demi ujian yang datang dan pergi, tak lain adalah cara kehidupan.

Yang membuat kita manusia, berproses menjadi lebih bijak dan dewasa.

----

Selepas sholat isya, saya mendapati istri berdiri di depan cermin.

Jari jemari itu menyusuri rambut, selain mulai jarang juga sudah berubah warna.

Ketika istri mengabarkan bahwa sebagian rambutnya memutih, saya menimpali hal yang sama.

Bahwa si suami ini rambutnya tak kalah banyak ubannya.

Kami berdua tertawa, menyadari berdua telah beriringan sejauh ini. Sembari menautkan harap, semoga langgeng hingga hanya maut yang memisahkan-- Amin.

Saya yakin, Kompasianer juga mengalami jatuh bangun dalam berumah tangga.

Melewati liku-liku yang terjal, dan mustahil jika menikah tak mendewasakan.

Semoga bermanfaat.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun