Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bisa Saja Bukber Virtual, Asal Jangan Kebablasan

25 April 2021   19:00 Diperbarui: 25 April 2021   19:07 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasianer pasti merasakan, perbedaan Ramadan dua tahun belakangan dengan Ramadan sebelumnya. Dua kali bulan suci ini, kita melewatinya dalam kondisi wabah. Boro- boro mikir buka puasa bareng (online/ offline) , sudah bisa taraweh di masjid saja kita mustinya banyak bersyukur.

Menyiasati kondisi yang sedemikian terbatas, kalau mau bukber secara virtual atau apapun istilahnya, bagi saya tidak masalah. Namun sebaiknya ingat akan satu hal, jangan kebablasan seperti Ramadan sebelum-sebelumnya (sebelum ada wabah).

Kondisi pandemi, saya mengibaratkan semesta dan kehidupan sedang direstart. Layaknya sebuah gadget atau perangkat elektronik, restart berarti mengembalikan ke setting-an asal (pabrikan).

Memulai ulang kerja sebuah perangkat eletronik, biasanya disebabkan oleh kerusakan sistem yang berakibat kinerja menjadi lemot. Memulai setting dari awal, seolah memberikan kesempatan perangkat yang sama bekerja seperti sedia kala.

Orang kalau sudah diberi kesempatan kedua, artinya orang tersebut pernah gagal sebelumnya. Orang diberi kesempatan lagi punya keuntungan, bisa belajar dari kegagalan sebelumnya agar tidak mengulang kesalahan.

Kalau ada pepatah "Keledai tidak jatuh dua kali di lubang yang sama", apalagi manusia yang dianugerahi akal dan budi pekerti. Berkaca dari sekian Ramadan yang telah kita lalui, maka Ramadan kali ini jangan sampai kebablasan dengan mengulang hal yang sama *MenunjukkeDiriSendiri.

------

Dua tahun lalu, sebelum virus corona melanda dunia. Kita merasakan semarak euforia Ramadan, dari tahun ke tahun dengan kebiasaan nyaris seragam.

Minggu pertama toko retail modern diserbu pembeli, memborong biskuit, syrup, aneka Snack, bahan makanan selama berpuasa.

dokpri
dokpri
Saya, seminggu sebelum puasa. Sudah mengantongi beberapa undangan, acara berbuka puasa dibalut launching produk atau program terkait Ramadan.

Saking banyak undangan berbuka puasa, pernah saya menolak yang satu untuk mengabulkan yang lain. Seminggu sebelum bulan suci tiba, sudah terbayang kesibukan bakal dilalui.

Namanya juga undangan berbuka, kebanyakan jam tiga sore dibuka registrasi peserta. Saya mengatur jam berangkat, satu atau dua jam mundur dari jam pendaftaran (mempertimbangkan lokasi acara).

Acara inti biasanya dimulai (sekira) jam lima, berakhir persis beberapa menit di detik-detik jelang bedug maghrib dikumandangkan.

Kompasianer, berbuka puasa di Hotel bergengsi di tengah Ibukota. Masalah menu berbuka jangan diragukan, nama-nama asing susah dieja berderet rapi di meja saji. 

Ada meja untuk makanan pembuka, berisi kolak, kurma, bubur sumsum , jajanan pasar dan lain sebagainya. Kemudian meja panjang untuk makanan utama, pilihan menunya banyak membuat saya bingung memilih. Satu lagi meja makanan penutup, biasanya ada puding dan atau buah-buahan.

Lain waktu acara diadakan di Cafe, menu disajikan tak seberagam menu hotel. Tetapi tetap saja menu istimewa disajikan, harga seporsinya bikin mikir berkali lipat kalau hendak membeli.

Bisa Saja Buber Virtual, Asal Jangan Kebablasan

Kalau saya mengingat ulang, dari sekian banyak undangan berbuka biasanya selesai antara jam setengah tujuh atau jam tujuh malam. Kalau dirunut kemudian baru saya sadari, saya telah kehilangan waktu-waktu penuh keutamaan (di bulan Ramadan).

Berbuka puasa di tempat acara, biasanya saya dilenakan dengan aneka makanan lezat. Melaksanakan sholat maghrib mundur jauh, tak jarang waktunya mendekati adzan sholat Isya. Padahal sholat di awal waktu sangat dianjurkan, menunjukkan hal apa yang diprioritaskan.

dokpri
dokpri
Misalnya saya keluar lokasi jam setengah tujuh, perjalanan pulang ke Tangsel rata-rata satu jam kadang lebih (kala itu) tergantung tingkat kemacetan. Sudah pasti saya kehilangan waktu Isya tepat waktu, dan tak dielakkan sekalian kelewatan sholat taraweh.

Kan bisa taraweh sendiri di rumah?

Bisa sih, tapi siapa bisa jamin. Sampai rumah sudah larut, badan lengket dan kecapekan. Kalau sudah tidur, maka tak ada tadarus. Dan kalau keterusan sampai sepuluh hari terakhir Ramadan, maka tak kenal apa itu itikaf.

Dari mendatangi acara buka puasa bersama, ternyata rentetan "kerugian" saya sedemikian panjang dan itu tidak saya sadari (mungkin saking hati sudah keras).

-----

Kondisi pandemi, saya mengibaratkan semesta dan kehidupan sedang direstart. Alam tak rela, manusia tersesat terlalu jauh. Maka di bulan suci di tengah pandemi ini, jangan lewatkan sedetik pun keberkahannya.

dokpri
dokpri
Mumpung tak ada undangan buka puasa bersama, mumpung jadwal bekerja dan sekolah bisa dijalankan dari rumah. Euforia Ramadan juga tak seramai dulu dulu, bahkan kegiatan mudik juga ditiadakan.

Yuk, kesempatan (benar-benar) emas ini, jangan disia-siakan. Kalau  keledai saja tidak mau jatuh dua kali di lubang yang sama, apalagi kita manusia.

Bisa saja bukber secara virtual, asal jangan kebablasan!

Batasi waktunya, agar tetap bisa menjaga sholat fardu (maghrib dan isya) di awal waktu. Bagi laki-laki kerjakan sholat berjamaah di masjid, karena begitu keutamaan menghendaki.

Sholat Taraweh juga jangan bolong, karena sholat sunnah ini termasuk langka. Taraweh hanya ada di bulan Ramadan, saya meyakini banyak rahasia dan hikmah terkandung di dalamnya.

Saya bukannya antipati terhadap acara bukber, tetapi semakin bertambah umur musti berubah priotitas. Ada baiknya setiap mengambil keputusan, kita mempertimbangkan manfaat mudhorotnya.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun