Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Liburan Panjang Datang, Perlukah Freelancer Ikut-ikutan?

20 Desember 2019   08:18 Diperbarui: 20 Desember 2019   19:05 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya yakin, terutama di kantor swasta bos pasti punya privilage. Mereka para founder atau owner, yang telah susah payah merintis usaha dari nol hingga bertahan dan bertumbuh. Dampak dari kerja dan upaya keras mereka, telah membuahkan hasil yang kasat mata tampak di hadapan.

Sangat wajar, apabila mereka mendapatkan keistimewaan- keistimewaan itu. Merasakan penghasilan dengan jumlah bilangan besar, mendapatkan kenyamanan serta prioritas dan tentunya fasilitas.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Sementara di level karyawan biasa, harus tunduk dengan aturan ketat yang telah ditetapkan. Waktu liburan mereka harinya sudah dijatahkan dalam setahun, besaran penghasilan standart UMP sesuai jabatan, Efeknya tak leluasa bergerak, dibandingkan para atasan yang besar jasanya.

Menanggapi gerutuan teman yang karyawan, saya anggap sebagi sesuatu yang sangat wajar. Tetapi kalau ingin menyamakan sangat tidak bisa, ibarat pungguk merindukan bulan.

Karyawan dengan kontribusi terbatas, tidak turut merasakan jatuh bangun saat merintis usaha. Tanggung jawab sebatas lingkup tugas, tidak seberat para pemilik dan pendirinya. Bagian yang didapatkan tentu sudah disepakati, dan dituangkan dalam perjanjian kerjasama.

Sembari mendengar ucapan teman ini, saya kepikiran apakah para freelancer atau pekerja lepas (termasuk saya di dalamnya) perlu ikut cuti dan liburan panjang. Kami yang notabene bos bagi diri sendiri, bertanggung jawab secara lepas kepada pemberi job. Perlukah, merencanakan cuti dan liburan.

Saatnya Liburan Panjang, Perlukah Freelancer Ikut-ikutan?


Sebagai freelancer saya sangat diuntungkan, terutama dalam hal pengaturan waktu. Saya terbiasa mengerjakan tugas, kapanpun dan dimanapun asal tidak melewati tenggat disepakati. Hal ini saya rasakan, sejak awal memutuskan resign hampir sewindu yang lalu.

Tetapi di awal menjadi freelancer, saya sempat disergap perasaan gagap dan kagok. Terutama di hari kerja, ketika jam sibuk berangkat kerja tengah berlangsung.

sumber | jojonomic.com
sumber | jojonomic.com
Orang lain bergegas ke kantor, saya berpapasan dengan orang yang berangkat selepas sholat subuh. Sementara  saya, di hari yang sama (baca; hari kerja) belum ada jadwal ketemu orang atau undangan. Orang lain berpakaian dinas dan sudah rapi, saya dengan kaos oblong mengantar anak ke sekolah.

"Kok belum berangkat ngantor Pak," pertanyaan tetangga sempat mengusik telinga. Tetapi semakin lama semakin terbiasa,  saya bisa menukas pertanyaan dengan jawaban yang elegan tanpa nada tersinggung. " Belum Pak, berangkatnya nanti jam sepuluh"

-----

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun