![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/08/31/dscn9782-5d69e8d70d8230732b634653.jpg?t=o&v=555)
Saya pernah menyimak tausiyah ustad ternama, bahwa setiap peristiwa yang dialami setiap manusia itu tidak ada yang sia-sia, menjadi tugas kita manusia untuk mengambil pelajaran dari setiap peristiwa yang dialami.
Kalaupun ada yang menyoal masa ideal atau masa lewat pernikahan, sebaiknya kita menyamakan sudut pandang mana mau dilihat. Kalau bersepakat tentang usia biologis, maka (saya yakin) masing-masing kita bisa mengira-ngira sendiri.
Kalau saya yang ditanya, lebih cenderung berhitung pada perkiraan rentang usia anak dan orangtua terutama ayah yang pas. Ayah secara kodrat adalah pencari nafkah utama, maka saya menjadikan patokan pernikahan (etapi, ini pendapat pribadi yaaa..)
Kita bicara dalam situasi ideal dan secara umum, laki-laki yang menikah di usia 25 sampai jelang 30 tahun (saya pikir) dari sisi usia cukup pas. Misalnya memiliki anak setahun setelah menikah, maka secara fisik dan produktifitas masih bisa menyesuaikan.
Misalnya laki-laki menikah  30 tahun lebih sedikit, (masih menurut saya lagi yaa) bisa ditoleransi  juga, lagi-lagi pertimbangannya apabila anak sedang butuh perhatian lebih.
"Tetapi ada kasus, orang yang menikah muda, tetapi susah punya anak?", Â Manusia memiliki takdirnya sendiri-sendiri, tetapi hal ini bukan berarti kita tidak perlu merencanakan sesuatu secara ideal kan.
![dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/08/31/76739-4206012474635-427213656-n-5d69e9c8097f362bf01bb1c2.jpg?t=o&v=555)
Jodoh termasuk satu dari tiga rahasia Illahi, manusia diberi kemampuan untuk berusaha maksimal mengerahkan segenap daya dimiliki. Menjadikan sholat dan sabar sebagai penolong, karena setiap peristiwa tidak ada tujuan lain kecuali untuk kebaikan manusia itu sendiri.
Bagi sahabat Kompasianer yang belum bersua jodoh, jangan berkecil hati dan kendor semangat, asal upaya terus diikhtiarkan  biarlah waktu yang akan menjawab semua asa. -- semoga bermanfaat-