Kompasianer's, era digital saat ini, memberi kemudahan pada (nyaris) semua kegiatan. Mulai belanja, membaca berita, transaksi perbankan, beli pulsa, main games dan lain sebagainya, semua dilakukan serba online artinya bisa dilakukan melalui layar smartphone saja.
Saya masih ingat, di awal 2000-an sehabis subuh bergegas pergi ke wartel (bukan warnet ya) demi mengejar discount 75% sampai jam 6 pagi untuk telepon ibu di Kampung. Tahun 2015 saja, kalau ada perlu ke teller bank, nasabah musti antre berjam-jam hanya untuk transaksi perbankan.
Jaman sudah berubah, telpon bisa kapan saja dan darimana saja, dengan membeli paket telepon murah atau promo dari provider tertetu. Mau sekedar transfer atau bayar ini dan itu, bisa dilakukan sendiri melalui internet banking. Â Akibat dari keenekan tersebut, dampak perubahan gaya hidup tidak bisa dihindarkan, kita menjadi malas bergerak atau bahasa anak sekarang "mager". Â Kalau pagi weekend, betah berlama-lama di atas ranjang, rasanya malas untuk bangkit.
O'ya, jangan salah ya, mager bukan berarti tidak beraktivitas ya, kita tetap melakukan satu pekerjaan tapi dominan dilakukan dengan posisi duduk atau bisa sambil berbaring/ tiduran, hal ini bisa dikategorikan dengan perilaku sedentary.
Sedentary adalah segala aktivitas yang dilakukan di luar waktu tidur, melibatkan posisi duduk/ berbaring, energi dikeluarkan sangat sedikit, jumlah energi ada di atas tidur tapi dibawah aktivitas fisik diluar tidur.
Belum lagi kebiasaan sehari-hari, tanpa disadari sudah termasuk perilaku sedentary, seperti membaca buku sambil rebahan atau tengkurap, main smartphone berlama-lama sambil duduk atau berbaring dan seterusnya (saya termasuk nih).
Menurut, dr. Sophia Hage, dokter spesialis olah raga lightHOUSE Indonesia, "Olahraga adalah gaya hidup sehat atau pola hidup aktif, olahraga tidak harus berkeringat, karena memasukkan unsur olahraga dalam aktivitas sehari hari sangat mungkin."
Melakukan kegiatan atau aktivitas fisik, seperti berjalan, berdiri, mengangkat dsb adalah bagian dari upaya mengurangi perilaku sedentary. Bagi yang bekerja banyak di depan laptop, bisa disiasati dengan ke kantor naik kendaraan umum (biar ada alasan jalan kaki).
Terkait perilaku sedentary, dr Sophia Hage menambahkan, ada orang yang berolahraga tapi berat badannya tidak turun secara signifikan. Hal ini (bisa jadi) disebabkan, lebih banyak waktu dihabiskan untuk perilaku sedentary dibanding olahraga.
Berbeda dengan posisi berdiri, tubuh akan terpengaruh dengan gaya grafitasi bumi, Â sehingga ada upaya untuk mempertahakan keseimbangan postur tubuh. Kebayang, kalau kita berdiri dengan satu kaki, otomatis ada upaya untuk mempertahankan diri agar tidak jatuh.
Perilaku sedentary, disinyalir sebagai penyebab otot tubuh tidak mengalami kontraksi, dalam jangka panjang dampaknya pada kadar gula dan lemak dalam tubuh tidak turun karena tubuh tidak membutuhkan energi. Orang yang duduk lebih dari 8 - 11 jam sehari, Plasma LDL (kolesterol buruk) cenderung tinggi dan Plasma HDL Â (kolesterol baik) rendah.
Dr. Sophia Hage memberi tips sederhana untuk mengurangi kebiasaan sedentary, yaitu dengan bangkit dan berdiri selama dua atau tiga menit setelah duduk 2-3 jam. Kemudian membiasakan nonton tv sambil berdiri atau gerak badan (usahakan tidak duduk).
"Semakin sedikit waktu untuk duduk, sejatinya justru semakin baik untuk kesehatan," tambah dr Sophia.
Padahal kalau kita ( dengan sadar memilih) berdiri di kendaraan umum, bisa sekalian mengaktifkan otot perut sehingga lebih kuat, sekaligus menghindari perilaku sedentary. Â