Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Doa Ibu di Selembar Hiasan Dinding Bergambar Masjidil Haram

25 Desember 2017   20:58 Diperbarui: 27 Desember 2017   05:41 2022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
di pelataran masjid Nabawi -dokpri

Masih ada waktu satu jam, sampai terdengar adzan subuh kedua. Jamaah dipersilakan masuk kamar masing-masing, sejenak melempengkan badan, sekaligus bersih-bersih sekedarnya.

di pelataran masjid Nabawi -dokpri
di pelataran masjid Nabawi -dokpri
Pagi itu saya memaksakan diri, berangkat lebih cepat menuju masjid Nabawi. Demi mendapat shaf di Raudah, tempat mustajab (konon cukilan taman di surga) untuk melangitkan doa. Dari tanah air saya bertekad bulat, menegakkan sholat tepat waktu, di dua masjid mulia yaitu Masjid Nabawi dan Masjidil Haram. 

Ibu, adalah nama yang selalu saya sebut, dalam setiap doa panjang di tempat-tempat mustajab. Wajah ibu (juga wajah anak-anak dan istri), selalu lekat di pikiran, setiap melantunkan pengharapan sepenuh hati.

Melihat pedagang perempuan berkulit hitam, memajang hiasan dinding gambar Masjidil Haram, mengingatkan saya pada hiasan yang terpasang di dinding rumah.

"Lima Belas Riyal," ujar si penjual.

"Sepuluh," balas saya.


Sembari membuka dua telapak tangan, membentangkan semua jari-jari ini. Si penjual menggeleng, kemudian saya berlalu.

Sikap saya menjauh pergi, tidak ditanggapi. Penjual hiasan dinding tetap bergeming, sama sekali tidak kawatir, kalau saya tidak jadi membeli.

Hanya beberapa langkah kaki terayun, saya berbalik badan, kemudian mengajukan penawaran balik.

"Sepuluh riyal, please," saya memasang muka penuh harap.

"Dua, Duapuluh lima riyal , " balasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun