Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Doa Ibu di Selembar Hiasan Dinding Bergambar Masjidil Haram

25 Desember 2017   20:58 Diperbarui: 27 Desember 2017   05:41 2022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
di pelataran masjid Nabawi -dokpri

Layaknya perilaku pembeli pada umumnya, ibu (bisa jadi, pura-pura) pergi menjauh. Bermaksud mencari pembanding, untuk barang serupa di lapak lainnya.

Padahal, menjauh setelah manawar, sebagai strategi gertak sambal. Berharap penjual menahan langkah, kemudian menurunkan harga, syukur-syukur tawaran disetujui.

Namun maksud ibu, tidak beroleh tanggapan. Penjual hiasan dinding, tetap saja bergeming dengan keputusannya.

Usai subuh, di seberang pagar besi pembatas pelataran di Masjid Nabawi. Tumpah ruah pedagang, layaknya pasar kaget di daerah pinggiran Jakarta, atau kota besar lainnya.

Penjual menggelar dagangan, di atas kain atau karung tebal. Ada juga, pedagang menjajakan dagangan dengan alat besi untuk jemuran.

Aneka macam dagangan dengan mudah ditemui, mulai dari sajadah, mukena, tasbih, kerudung segitiga, tas untuk mukena, gamis (laki/perempuan), peci, sandal, mainan anak, souvenir, dan masih banyak lagi yang lainnya.


"Sepuluh riyal."

Ibu balik langkah, menghampiri lapak  yang semula ditinggalkan. Menegaskan kembali, penawaran yang telah dicetuskan. Atas pilihan sikap ibu yang balik kucing,  (saya menebak) penjual merasa menang 1 -- 0 (hehehe)

"Dua, Duapuluh lima riyal."

Sang penjual akhirnya goyah, sudi menurunkan harga jual awal. Sepertinya tak rela, calon pembeli membatalkan proses jual beli.

Ibu mengangguk, menyepakati harga diberikan penjual. Perempuan berkulit legam, bergegas membungkus barang yang diingini pembelinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun