Subhanallah, sungguh di luar pikiran saya. Kebutuhan itu sangat bisa terpenuhi, bahkan saya bisa menabung lebih sewaktu bujangan. Bisa control kehamilan secara rutin, membeli susu hamil dan perlengkapan kelahiran dan seterusnya dan seterusnya. Saat kelahiran pun demikian, bisa memilih rumah sakit dengan dokter yang bagus.
Buah dari keyakinan, rejeki datang melalui pintu yang tidak dinyana. Ada order iklan selama setahun, bahkan minta di beberapa media sekaligus. Kemudian ada ajakan usaha sampingan, tanpa harus menganggu pekerjaan utama.
Saya membayar rumah kontrakan, langsung  selama dua tahun sekaligus. Saat istri sedang hamil, pintu rejeki datang dan terbuka lagi. Istri mulai berjualan di rumah, lumayan hasilnya bisa menopang kebutuhan harian.
Kuncinya satu, "Yang penting terus berusaha" Pesan ibu selalu saya ingat.
So, menurut saya nih, menikah justru membuka pintu rejeki. Coba saja pikirkan, merujuk pada surat Hud ayat 6. Kalau saja setiap individu dijamin rejeki, berati seorang suami dijamin rejeki, pun istri juga dijamin rejeki. Kalau menikah, berarti menyatukan dua rejeki suami dan istri. Pun ketika memiliki buah hati, anak sudah dijamin juga rejekinya.
Maka tak mengherankan, beberapa kisah bisa kita saksikan. Seseorang yang semasa bujang hidup pas-pasan, justru saat menikah kehidupannya meningkat. Â Jadi singkirkan segenap ketakutan, apa yang dikawatirkan belum tentu akan terjadi.
Saya pernah baca sebuah pepatah, "Kekhawatiran seperti kursi goyang" artinya meskipun bergerak tapi tak pindah kemana-mana.
Saatnya, bagi kompasianers yang sudah punya calon. Yuk, segerakan menikah agar menjadi pasangan yang halal dan berkah. (Amin)