Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Laki-laki, Jangan Takut Menikah!

17 Oktober 2016   16:37 Diperbarui: 18 Oktober 2016   19:24 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prosesi Ijab Kabul -dokpri

"Pokoknya, Gue masih belum siap married. Penghasilan cuma segini, masih ngekost, belum punya kendaraan, tabungan belum ada" Ujar Dias panjang lebar.

Saya hanya mendengarkan, tak berniat membalas curhatan teman meja sebelah pagi itu. Rupanya Dias sudah didesak calon ibu mertua, segera melamar anak perempuan sudah cukup umur. Konon si pacar hendak dilangkahi adiknya, kalau calon istri Dias tidak segera menikah.

Belum selesai obrolan pagi itu, teman lain datang menempelkan kartu undangan di papan pengumuman.

"Nih, Pujianto "Office Boy" kantor mo married" celetuk teman sembari berlalu.

Sontak terlihat perubahan di wajah Dias, merah bersemu malu atau apalah istilahnya. Entah apa yang dipikirkannya, tetapi kenyataan yang terjadi lebih dari sekadar jawaban. Office Boy di kantor saja sudah mengundang kami, datang pada resepsi pernikahannya. Membaca sekilas undangan, acara digelar di rumah. Menilik alamat yang tercantum, bisa ditebak di sebuah pemukiman padat penduduk.

Tapi point tulisan ini bukan di "pesta"nya, melainkan kontradiksi sikap antara Dias dan Pujianto sang Office Boy.

Dari sisi penghasilan, tentu Dias bisa dua kali lipat atau lebih. Melihat penampilan dan wajah, sudah pasti Dias lebih menawan dibandingkan Puji. Bahkan lelaki usia 28 tahun ini, selalu beraroma harum dan mengenakan baju bermerk. Anda bisa bayangkan sendiri, bagaimana style pekerja kantoran di Jakarta. Yang pasti enak dilihat, well educated dan bisa membawa diri.

Namun masalah keberanian menikah, ternyata menjadi bagian lain atau di luar kotak kemasan fisik. Tak selalu berbanding lurus, dengan apa yang tampak di permukaan. Mental  berani menikah, tak bisa diukur-ukur seenaknya. Parameternya bukan sekedar pendapatan materi, ukurannya bukan lagi kegantengan.

Hanya satu kata, TEKAD! (Capslock dan Bold).

---

Jangan salah sangka, saya tidak mengalami ketakutan seperti ini (mungkin tepatnya kekawatiran). Hal serupa dengan sikap Dias, benar saya alami dan rasakan. Saat hendak memutuskan menikah, saya berpikir dengan logika yang sangat rapi. Gaji saya sebulan, biasanya mengcover biaya kost, uang makan tiga puluh hari, beli bensin dan sebagainya dan sebagainya. Pada akhir bulan bisa menabung, setelah dikurangi pengeluaran rutin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun