Mohon tunggu...
Agung Widiatmoko
Agung Widiatmoko Mohon Tunggu... Teknisi - Pekerja Biasa

Menulislah selama bisa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Diamnya Sang Kepala Negara (Para Korban Freeport)

11 Oktober 2017   10:23 Diperbarui: 19 Oktober 2017   11:11 4544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Hari hari terus berlalu berganti Minggu bulan dan tahun, waktu itu 10 Oktober 2011 tepatnya dimana para pekerja karyawan PT. Freeport yang tergabung dalam aksi solidaritas demi meningkatkan kesejahteraan hidupnya dengan memperjuangkan kenaikan gaji telah menelan korban, Aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian seolah membentengi Perusahaan Asing raksasa itu, dan akhirnya 2 orang pekerja yang tergabung dalam aksi tersebut menjadi korban nya dan meninggal dunia terkena tembakan peluru petugas aparat penegak hukum yang entah berhasil ditangkap atau tidak hingga saat ini seolah tiada kabarnya. Perjalanan berliku itu akhirnya menemukan titik terang dan berhasil dengan kenaikan upah sebesar 40% dari upah sebelumnya. 

Tahun tahun berlalu Freeport terus menggenjot produksi nya sehingga pada tahun 2013 bulan may itu munculah suatu kejadian besar yang membuat para pekerjanya berduka 28 orang menjadi korban dan tertimbun longsor di sebuah ruang pelatihan keselamatan di dalam tambang bawah tanah, Miris bukan? Sebuah tempat pelatihan keselamatan yang harusnya memberikan contoh dan hal hal mengenai keselamatan justru tempat yang sangat tidak layak dijadikan suatu ruang pelatihan hingga akhirnyaenelan korban yang tak sedikit jumlahnya. Lantas apa yang terjadi dengan para pemangku kepentinganya? Mereka aman aman saja pemerintah seolah diam dan tak bersuara, bungkam seribu bahasa, dan Freeport tetap aman melaksanakan kegiatannya hanya pekerja yang dengan kesedihan dan tak ingin mengalami nasib serupa dengan teman temannya yang akhirnya duduk dan memalang jalan pada saat itu. Semata mata juga karena ingin nasibnya sedikit diperhatikan oleh pemerintah yang mengurusi laju perekonomian dan hukum di negara ini.

Menginjak tahun berikutnya tidak berselang lama kejadian yang sangat tak bisa dilupakan begitu saja akhirnya terjadi juga, 4 orang menjadi korban dari resiko pekerjaannya meninggal seketika karena terlindas truck besar pengangkut batu batu tambang. Karena duka yang mendalam dan kesedihan serta tidak menginginkan nasib serupa, dimana pekerja yang semua adalah manusia sama seperti anda pada umumnya, memiliki pekerjaan, orang tua, keluarga anak dan istri, yang mempunyai martabat dan harga diri tentulah tak ingin dianggap sebagai benda begitu saja sebab kejadian demi kejadian yang menelan korban  seolah hilang tak berbekas dan tak ada tindak lanjutnya, akhirnya para pekerja dimana saya juga sebagai salah satu nya yang dituduh sebagai aktor waktu itu memblokade jalan akses kearah tambang dimana itu merupakan jalur satu satunya untuk bisa akses ke pabrik, tambang Grasberg, dan tambang bawah tanah, bersama dengan pekerja lainya yang ribuan jumlahnya mempunyai harapan yang sama agar pemerintah memperhatikan sebab bagaimanapun juga kami adalah warga negara dan rakyat yang seharusnya mendapat perlindungan hukum dari negara dengan perlindungan dan hak yang sama.

Tetapi nampaknya justru langkah para pekerja memblokade jalan itu justru dinilai sebagai tindakan melanggar hukum karena mengganggu ketertiban umum dan objek vital nasional (OBVITNAS). Hingga akhirnya beberapa orang dari pekerja termasuk saya salah satunya yang dituduh aktor di Rumahkan untuk proses investigasi dan lain lain dengan tuduhan memprovokasi karyawan yang bekerja untuk melakukan mogok kerja, padahal hal itu sama sekali adalah spontanitas para pekerja yang merasa harga dirinya selama ini tidak dihargai oleh perusahaan dan hanya dianggap barang bekas. Pemerintah pun diam dan tidak memberikan efek jera apa apa kepada perusahaan tersebut, dan justru kami di intervensi dan diancam akan dibubarkan dengan paksa oleh aparat penegak hukum pada saat aksi tersebut.

Perjuangan belum berakhir di bawah seorang ketua PUK SPKEP SPSI yaitu Sudiro kami bersatu di sebuah organisasi yang meng akomodir keluhan, saran dan keinginan pekerja dalam menyampaikan pesan pesan nya kepada perusahaan agar bisa dirundingkan bersama dalam eja perundingan dan menemui kesepahaman serta jalan keluar, nampaknya mungkin hal ini dinilai sangat merugikan perusahaan dan para pemangku kepentingan sehingga akhirnya harus membuat Sudiro sebagai Ketua PUK SPKEP SPSI waktu itu harus diseret dan di dudukan dalam kursi pesakitan dan dianggap telah melakukan tindakan pidana korupsi atau penggelapan keuangan organisasi, padahal jelas tertuang didalam anggaran AD ART organisasi bahwa hal itu adalah internal murni urusan organisasi, dan bahkan sudah ada pertemuan dan penyelesaianya secara organisasi namun nampaknya kasus terus berlanjut tanpa kejelasan dan seolah olah dibuat sebagai bentuk pemberangusan serikat pekerja.

Dan pada saat yang hampir bersamaan dimana terjadi sengketa antara perusahaan dan pemerintah justru semua fungsionaris dalam hal ini pada komisaris atau Koordinator pekerja yang menjadi jembatan dalam hal penyampaian pendapat antara pekerja dengan organisasi dan departemen masing masing justru semua langsung di kenakan program efisiensi yaitu dengan memberikan Furlough ( merumahkan) para fungsionaris tersebut. Sejalan dengan hal itu para pekerja seperti nya satu hati satu suara sehingga akhirnya mereka merasa tidak terima lantaran rekannya di Rumahkan dengan semena mena akhirnya mereka memberontak dan melakukan mogok kerja sesuai dengan surat yang dikeluarkan oleh Serikat pekerja dimana mereka mencari keadilan atas rekan rekan dan berharap ada kepedulian dari pemerintah selaku pengelolah negara ini. 

Namun berbulan bulan berlalu sampai hari ini Sudiro masih juga belum diberikan putusan apakah bersalah atau tidak, pekerjanya masih terkatung katung 8300 orang menjadi korban dengan alasan efisiensi lantaran sebab Sengketa antara Freeport dan Pemerintah. Lantas dimanakah Pemerintah dan Negara saat ini? Apakah semua telah menjadi banci ? Sehingga hanya berdiam diri dan enggan memberikan perlindungan kepada warga negaranya sendiri dan tunduk pada perusahaan seperti Freeport? Dimakan presiden? Yang berkata dengan gagah dan lantang "kalo Freeport gak mau nurut kita tendang saja dari Indonesia". Kami menunggu buktinya yang tak kunjung ada realisasinya sampai detik ini.

AGUNG WIDIATMOKO

Malang 11 Oktober 2017.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun