Mohon tunggu...
agoeng widyatmoko
agoeng widyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengusaha pengolah cerita untuk beragam media

Saya adalah pemerhati bangsa dan sekaligus praktikan yang peduli pada perubahan diri dan lingkungan. Untuk hidup, saya menulis banyak hal. Dan kini, saya hidup untuk menulis dan menginspirasi dengan cara-cara yang sederhana, namun mudah dimengerti dan dipraktikkan bersama.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rahasia Rezeki yang Tak Henti

9 Juni 2016   07:44 Diperbarui: 9 Juni 2016   08:07 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: hanabilamirza.blogspot.com

Rezeki Harus Disikat. Kalau tidak, orang lain akan mengembat.”

Dulu saya sangat terhipnotis dengan ungkapan dan cerita para ustadz. Bahwa, semua rezeki itu sudah ditentukan. Tinggal bagaimana kita mau menjemputnya. Sayangnya, yang paling sering muncul hanya kalimat pertama. Rezeki sudah ditentukan. Seolah, sudah ada takarannya. Jadinya, ya terima begitu saja. Sedikit disyukuri. Banyak ya Alhamdulillah. Lebih baik lagi, kalau ingat lalu rajin berbagi. Ini rumus yang saya yakini dan amini sekian lama.

Tapi entah mengapa, tiba-tiba beberapa waktu lalu ada hal yang menyambar di kepala. Kenapa tidak kalimat kedua yang jadi utama? “Tinggal bagaimana kita mau menjemputnya?”

Lalu saya ingat sebuah cerita dari ustadz itu. Cicak saja sudah ada rezekinya. Cicak tidak bisa terbang, tapi makan nyamuk yang bisa terbang. Coba lihat, itu contoh kalau semua sudah ada rezeki masing-masing. Apalagi orang. Itu yang paling sering saya amini selama ini. Tapi tiba-tiba, ada lintasan pikiran. Cicak seperti apa yang dapat jatah nyamuk?

Tiba-tiba lagi, ada kucing di depan rumah melintas. Cepat sekali. Namun lantas diam. Waspada. Matanya menuju pada satu titik di kebun mini depan rumah. Diam cukup lama. Suara kaki saya yang datang mengamati tak dipedulikannya. Ia terus menatap satu titik di kebun yang mulai ditumbuhi rumput liar. Saya tak melihat apa yang sedang difokuskan oleh mata kucing itu. Sampai saya mencoba melihat lebih detail lagi. Tetap tak kelihatan.

Namun sekejap kemudian, kucing itu melesat. Wuzz… Settt!! Kucing menyergap dengan gesit. Kadal kecil tiba-tiba sudah ada di mulutnya. Kadal warna hijau yang menyaru dengan warna rumput itu berhasil jadi rezeki santap siang kucing. Dan… wuzzz… itu langsung membuat lonceng di otak mamalia saya berdentang kencang. Kucing dapat jatah bukan sekadar ada jatah, tapi ia FOKUS dan BERUSAHA. Ia menjemput kadal itu dengan segala kekhidmatan berburu.

Yes… rezeki memang sudah ada. Tapi kita HARUS MENJEMPUT. Rezeki bakal pasif kalau kita tidak aktif. Itulah yang membuat saya lagi-lagi jadi merenung. Apa benar ada pendapatan pasif ya? Apa iya orang kaya itu benar-benar pasif dan uangnya datang sendiri? Apa benar pensiun dini itu bisa terjamin hidup sampai mati? Apa benar orang kaya tujuh turunan itu tak perlu kerja lagi?

Jadi teringat, dulu saya sering kali bertemu dengan para top puncak di MLM. Konon penghasilannya sudah ratusan juta bahkan miliaran per bulan. Ternyata? Mereka masih bekerja kok. Nggak pasif juga. Memberi motivasi sana sini, dikejar target agar downline-nya aktif bergerak. Begitu diam? Rumah tidak lunas kreditnya, mobil mewah dikembalikan ke dealer. Artinya, mereka tetap harus MENJEMPUT rezeki.

Memang, yang beda adalah takaran aktifnya. Kucing dan cicak tentu kadar rezekinya juga beda. Saya yang menulis ini tentu juga beda dengan para kampiun bisnis yang sudah mendunia. Tapi lagi-lagi, tak ada yang bisa menganggur begitu saja. Sebab, kalau menganggur, bisa jadi jatah rezekinya segera akan (dianggap) habis. Kalau sudah begitu, tinggal menunggu panggilan Sang Pencipta. Konon, orang meninggal itu adalah orang yang sudah habis jatah rezekinya di dunia.

Lalu apa hubungannya dengan renungan puasa kali ini? Rezeki memang sudah ada jatahnya. Tapi, kita tetap HARUS mengejarnya. Dan… ini RAHASIA-nya. Ibarat sumur zamzam yang airnya tak pernah kering. Kalau mau lebih banyak air (baca: rezeki) yang masuk, ya harus sering ditimba (baca: BERBAGI). Jadi, HARUS AKTIF jemput rezeki, dan SELALU INGAT, untuk BERBAGI.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun