Mohon tunggu...
Agita Bakti Wardhana
Agita Bakti Wardhana Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kelontong bodoh, pemalas, tukang modus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Diary Penuh Luka

18 Juni 2016   22:03 Diperbarui: 18 Juni 2016   22:22 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : pixabay.com

Dear diary...

Malam ini cukup dingin, aku terduduk di atas kursi dari balik jendela kamar sembari menatap langit gelap dengan ditemani secangkir kopi hangat di sampingku. Aku ingin meluapkan sedikit kekecewaan pada perasaanku dan juga sahabatku. Entah kenapa demikian aku ingin menceritakan semuanya padamu. Tidak ada lagi yang bisa kulakukan kecuali hanya mengeluh padamu.

Semilir angin berhembus pelan di udara. Perlahan angin itu masuk menyergap tubuh. Tidak dingin, karena saat ini aku sedang merasakan aura panas dalam tubuhku. Angin ini sepertinya tidak sanggup untuk mendinginkan segalanya yang terjadi dalam tubuhku saat ini.

Badanku panas tidak seperti biasanya ini bukanlah demam, melainkan radiasi panas dalam hatiku. Aliran darah sudah mulai hangat dan mungkin akan mendidih. Perlahan organ-organ dalam tubuhku akan meleleh oleh alirannya yang terus mengalir.

Suara burung-burung dengan samar terdengar. Binatang-binatang pada rumput ilalang bergeming dengan ramainya menepis keheningan malam ini. Sembari menikmati sedikit malam yang pahit ini kuseruput segelas kopi hangat.

Teringat pesan ayah dahulu. " Cinta itu semu nak, yang nyata adalah nafsu ". Terdengar cukup pahit untuk diterima oleh hati. Namun ternyata semua terbukti apa yang sudah dikatakannya aku rasakan saat ini.

Pesan lain yang ayah pernah sampaikan padaku adalah "musuh terbesarmu adalah sahabatmu sendiri. Bersiaplah untuk untuk menghalau tikamannya yang berbahaya ."

Dua pesan ayah tersebut terbukti nyata dalam kehidupanku saat ini.

Semua orang tentu pernah dan ingin merasakan cinta. Begitupun denganku, ketika perlahan benih cinta itu muncul masuk tertanam dalam hati tentu ingin memupuknya dan terus menyiraminya. Aku melakukannya dengan cara menebarkan selalu kasih dan sayang kepadanya.

Seorang wanita asal desa dengan paras yang terbilang cantik telah berhasil menggoda hatiku. Dewi namanya, anak seorang petani dari desa yang mendapat beasiswa kuliah di kotaku ini. Orangnya sederhana, tidak nampak tabiat buruk tertanam dalam dirinya. Seketika hatiku terbuai oleh auranya. Bergaya sederhana dan bersikap apa adanya menjadi dasar kekagumanku padanya. Sehingga aku ingin mengenal lebih jauh siapa dirinya sebenarnya.

Setelah aku mampu berkenalan dan dekat dengannya kiranya hari-hariku lebih berwarna ketimbang biasanya. Dewi seolah menjadi penyemangat dalam hidupku untuk rajin melakukan kegiatan apapun. Bahkan kami sering sekali mengerjakan tugas bersama. Bahagia sekali saat itu ketika aku merasakan hal demikian rupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun