Mohon tunggu...
Agi Julianto Martuah Purba
Agi Julianto Martuah Purba Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Saya senang mengamati, membaca, merasakan dan menyatukan semuanya dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Manusia Hidup dari Topeng ke Topeng

5 Desember 2019   22:46 Diperbarui: 6 Desember 2019   14:02 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di lain sisi, terasa janggal dan kontradiksi memang jika dikatakan bahwa manusia harus memakai topeng untuk bertahan hidup. Namun tidak demikian jika dilihat dari sudut pandang yang lain. 

Misal, seorang karyawan yang bekerja di suatu perusahaan harus menngenakan topeng sebagai karyawan, ketika bekumpul dengan para sahabat, dia harus mengganti topengnya dengan topeng yang menunjang karakternya yang mungkin lebih bebas dan tidak kaku. 

Lain halnya jika pulang ke rumah dan berkumpul dengan keluarga, dia harus memakai topeng seorang suami yang mengayomi dan topeng seorang ayah bagi anak-anaknya.

Memandang topeng dengan sudut pandang demikian memungkinkan kita melihat topeng menjadi suatu hal yang wajib dan tidak salah untuk digunakan. Lantas dimana letak keotentikan atau kepribadian asli orang tersebut? 

Ya, bisa dikatakan terletak pada topeng-topeng itu sendiri. Hal ini terjadi karena siklus lingkungan. Karena apapun yang ada dalam diri setiap individu dibentuk dan diisi oleh masyarakat meskipun pada akhirnya nanti individu tersebut juga yang akan membentuk masyarakat (Bourdieu, Praksis Sosial: Internalisasi Eksterior dan Eksternalisasi Interior).

"Apapun yang ada dalam dirimu dibentuk oleh masyarakatmu meskipun pada akhirnya nanti kamu juga yang akan membentuk masyarakat dengan eksternalisasimu" - Bourdieu

Nah, jika kita sebagai bagian dari masyarakat tidak menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan maka kita akan dicap aneh oleh masyarakat itu sendiri. 

Coba bayangkan bagaimana jika karyawan tersebut salah menyesuaikan topeng pada keadaan sekitanya, apa yang terjadi jika dia menggunakan topeng ayah saat dia berkumpul dengan sahabatnya? 

Menggunakan topeng sebagai karyawan kepada keluarganya? Atau lucunya, bagaimana jika pekerja itu memakai pakaian rumah saat bekerja di kantornya? 

Bagaimana jika dia memakai pakaian kantor saat bermain bersama anak-anaknya? Pastilah terjadi ketidaksinambungan. Bukan hanya karyawan tersebut, ini pun berlaku untukku dan untuk kita semua baik di dunia nyata maupun maya.

Padahal mungkin kita akan lebih nyaman beraktivitas dengan pakaian yang membuat kita nyaman, cara yang kita rasa nyaman dan bertindak dengan yang kita yakini baik bagi kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun