Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Esais; Industrial Profiling Writer; Planmaker

Menulislah jika harus menulis, karena kita semua manusia..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Eksotisme Pantai Puger, Keindahan Lainnya di Pesisir Pantai Selatan Jawa

11 November 2022   22:28 Diperbarui: 11 November 2022   22:38 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampakan pemecah ombak di Pantai Pancer | Sumber gambar: petualang.travelingyuk.com

Ratusan liter solar disiapkan. Belasan lampu sorot beratus-ratus watt siap menjadi sumber penerangan. Sound system besar untuk bunyi musik selama berada di laut pun tinggal menunggu dinyalakan. Pertanda kapal sudah siap berlayar untuk menangkap ikan ke lautan.

"Ayo budhal! (Ayo berangkat!)" Seru kapten kapal kepada para anak buahnya. Dan perlahan tapi pasti kapal ikan berukuran sedang itu melaju diantara kapal-kapal lain yang terparkir disisi kanan kiri hulu Sungai Besini. Melewati Plawangan (sebutan masyarakat sekitar untuk area perbatasan Sungai Besini dan Laut Kidul), dan meluncur ke tengah lautan.

Faril merupakan salah seorang nelayan yang turut serta dalam rombongan itu. Menjalani profesi yang ditekuninya sejak beberapa bulan lalu. Sebuah keputusan yang sebenarnya berat untuk ia ambil seiring banyaknya cerita kapal tenggelam dan anak buah kapal seperti dirinya yang hilang meregang nyawa.

"Asline wedi, Mas. Tapi yak piye maneh. Ben iso mangan yo kudu dilakoni (Sebenarnya takut, Mas. Tapi mau bagaimana lagi. Agar bisa makan ya harus dijalani)." Kata Faril suatu kali saat saya menanyakan perihal pilihan profesinya tersebut.

Meskipun dihadapkan pada situasi penuh ketidakpastian bisa tidaknya untuk pulang, Faril berusaha untuk tetap menikmati sejumput momen indah dari profesinya sebagai nelayan. Yakni tatkala kapal yang ditumpanginya melaju tenang ke tengah lautan sambil menikmati sang surya yang tenggelam di peraduan.

Matahari terbenam di ujung lautan adalah pelipur lara dari profesinya yang penuh mara bahaya. Semerbak warna kuning kemerahan menjadi pertanda malam mulai menjelang. Memberikan kesan indah yang tidak setiap orang bisa memandang.

Matanya menerawang jauh ditengah gemuruh kapal yang melaju dengan yakin ke pusat Laut Selatan. Sambil lamat-lamat ia merapal doa kepada Sang Pencipta. "Duh Gusti, kulo nyuwun keslametan. Mugi-mugi Panjenengan paringi rezeki engkang katah dumateng kulo lan keluargo kulo. Amin. (Ya Tuhan, saya mohon keselamatan. Semoga Engkau memberikan rezeki yang melimpah kepada saya dan keluarga. Amin.)"

Apa yang dirasakan Faril mungkin itu juga yang dirasakan oleh Pangeran Puger ratusan tahun sebelumnya. Keresahan, kegelisahan, dan kekhawatiran. Meski dalam konteks yang mungkin sedikit berlainan.

Ditengah masa pergolakan kekuasaan yang dihadapi sang pengeran selaku pewaris tahta kerajaan Mataram, serta gonjang ganjing politik penjajahan yang akhirnya memaksa Pangeran Puger untuk menepi. Melakukan kontemplasi dalam rangka mencari solusi atas kegaduhan yang terjadi.

Bermeditasi di Gunung Watangan yang teduh, dibawah hijaunya dedaunan, dinaungi rindangnya pepohonan, suara hewan-hewan yang bersahutan, gemuruh ombak yang tegas, serta pancaran indah sang surya tatkala terbit dan terbenam memberikan ketenangan tiada tara.

Didampingi oleh pengawal setianya yaitu Mbah Kucur dan Mbah Pancer, Pangeran Puger pun menenangkan diri cukup lama guna mencari jalan keluar atas persoalan yang mendera.

Aura ketenangan itulah yang lantas diwariskan turun-temurun, dari generasi ke generasi. Yang menjadikan objek wisata Pantai Puger begitu layak untuk disinggahi oleh mereka-mereka yang dilanda kepenatan, diterpa keresahan, dan membutuhkan tempat untuk sejenak melepas semua beban yang bertumpuk sekian lama.

Pantai Kucur dan Pantai Pancer

Pagi yang cerah di Pantai Puger laksana pemandangan surga dunia. Panorama indah dari lautan biru dengan latar gunung yang hijau di salah satu sisinya begitu mempesona untuk dipandang. Apalagi ketika Anda mendekat ke kaki Gunung Watangan. Kicau burung dan ocehan monyet semakin meramaikan suasana.

Bagi para pecinta binatang (khususnya monyet) yang berkunjung ke wisata Pantai Kucur biasanya akan membawa beberapa tandan pisang untuk dibagi-bagikan. Ketika Anda menginjakkan kaki disana maka tak lama berselang akan disambut oleh sekumpulan monyet-monyet lincah nan lucu. Menatap penuh antusiasme pada segepok buah pisang yang dibawa sebagai isyarat bahwa Anda mesti segera membaginya.

Diluar sambutan monyet-monyet tadi, sumber mata air nan sejuk siap menghadirkan kenyamanan. Sembari menikmati pemandangan laut dimana kapal-kapal nelayan berlalu lalang pergi pulang menangkap ikan.

Pantai Kucur. Sebuah kawasan kecil di kaki Gunung Watangan yang menjadi surga bagi para monyet serta beberapa hewan lainnya. Di sisi ujung kawasan itu terdapat sebuah petilasan berbentuk batu menjulang mirip kue cucur. Konon kabarnya disanalah dulu Mbah Kucur bertapa.

Untuk menuju ke Pantai Kucur Anda harus menyeberangi muara. Tidak terlalu jauh. Hanya sekitar 10 menit perjalanan menggunakan sampan.

Menariknya, ada sensasi uji nyali yang mengasah adrenalin disini seiring ukuran sampan yang tergolong "imut" itu hanya bisa dinaiki tidak lebih dari 5 orang saja. Jikalau Anda menjadi salah satu penumpangnya maka Anda akan bisa menyentuh permukaan air sungai di sekitaran sampan. Jaraknya hanya berkisar 10 cm saja sebelum air itu masuk ke dalam sampan. Bisa dibayangkan andaikata air itu menyembur masuk.

Tapi hal itu rasanya sepadan dengan keindahan yang ada di Pantai Kucur. Titik-titik foto yang instagramable begitu mudah ditemui. Tinggal pilih dimana saja. Mau berlatar lautan? Bisa. Berlatar pepohonan nan rindang? Ada. Pose bersama sekawanan binatang? Juga bisa. Atau berlatar bebatuan nan indah pun juga tidak jadi masalah.

Kalaupun Anda ingin menikmati pemandangan Pantai Kucur dengan latar Gunung Watangan yang menghijau, tempat terbaik untuk melakukan itu adalah dengan kembali ke seberang. Menuju Pantai Pancer yang letaknya tidak terlalu jauh dari pangkalan sampan dan kapal-kapal penangkap ikan.

Pancer dan Kucur adalah dua kawasan yang menjadi satu kesatuan di Pantai Puger. Keduanya hanya terpisah oleh muara. Dari Kucur Anda bisa melihat Pancer begitupun sebaliknya. Akan tetapi, dari Pancer Anda akan lebih leluasa melihat keanggunan ciptaan Tuhan disana.  

Ketika kapal melaju diatas aliran air berwarna biru dan berlatar gunung dengan dedaunan hijau dan batu-batu karang hal itu sangatlah memanjakan mata. Ditambah ombak yang bergulung silih berganti menerjang kaki-kaki telanjang manusia yang berdiri diatas hamparan pasir hitam pesisir Pantai Pancer. Sangat layak untuk dipamerkan pada laman instagram.

Nama Pancer diambil dari sosok Mbah Pancer. Pancer adalah lambang kesetiaan dari seorang abdi kepada tuannya. Tentang pengawal yang setia menjaga rajanya.

Penampakan pemecah ombak di Pantai Pancer | Sumber gambar: petualang.travelingyuk.com
Penampakan pemecah ombak di Pantai Pancer | Sumber gambar: petualang.travelingyuk.com

Tidak jauh dari tempat Anda berdiri untuk menatap panorama alam di seberang muara, sebuah rumah makan yang menyajikan hidangan ikan segar beraneka jenis hasil tangkapan nelayan siap untuk dinikmati. Dengan harga yang relatif terjangkau tentunya.

Bisa Anda bayangkan, menikmati hidangan ikan bakar segar sembari menatap keindahan lautan dan Gunung Watangan yang sejuk sungguh merupakan hadiah terindah bagi diri yang ingin sejenak melupakan hingar bingar kerumitan hidup meskipun hanya sesaat.

Ternyata disisi yang lain dari pesisir pantai selatan masih tersimpan wisata eksotis lainnya.

Petik Laut

Waktu paling ramai untuk berkunjung ke Pantai Puger adalah pada Bulan Suro atau Bulan Muharram menurut penanggalan Hijriah. Karena pada momen tersebut masyarakat sekitar Pantai Puger akan mengadakan seremonial budaya bernama "Petik Laut".

Semacam ritual larung sesaji sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kehadirat Sang Maha Kuasa atas rezeki hasil laut yang melimpah.

Ritual
Ritual "Petik Laut" atau larung sesaji diadakan setiap tanggal 1 Suro/Muharram | Sumber gambar: lokalkarya.com

Acara ini merupakan bagian dari Festival Kreatif Lokal yang sudah turun-temurun dilakukan. Kapal-kapal nelayan akan rehat sejenak dari aktivitasnya menangkap ikan. Demi untuk memberi penghormatan dijalankannya ritual.

Masyarakat di kawasan pantai selatan memang dikenal memiliki rasa hormat yang tinggi pada ajaran warisan nenek moyang. Khususnya yang berkaitan dengan ritual berbau kepercayaan mistis sosok Nyi Roro Kidul. Menurut kepercayaan sebagian orang, ritual Petik Laut juga dimaksudkan sebagai penghormatan pada sosok tersebut.

Petik Laut memang istimewa bagi penduduk sekitar. Mereka berduyun-duyun datang menyaksikan. Bukan hanya yang tinggal di desa setempat, tetapi juga dari beberapa desa lain pun turut terpikat.

Kawasan Pantai Puger yang relatif mudah diakses memberikan kenyamanan bagi siapapun untuk kesana. Jalur Pantai Selatan (Pansela) adalah jalan masuk menuju Pantai Puger dari kawasan-kawasan lain diluar Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur ini.

Tersembunyi disisi paling selatan Kabupaten Jember. Tepatnya di wilayah Kecamatan Puger, Desa Puger Kulon. Rutenya sangat mudah untuk dilalui oleh kendaraan pribadi dan kendaraan umum. Tidak ada jalan berkelok-kelok turun naik ataupun rute berbukit yang sulit. Sehingga Pantai Puger sangat layak untuk disebut sebagai Desa Wisata Ramah Berkendara. 

Perlu dicatat, berwisata ke Pantai Puger ini tidak perlu bayar alias gratis. Paling-paling hanya perlu membayar tiket parkir kendaraan dan biaya naik sampan atau kapal apabila ingin menyeberang ke Pantai Kucur atau sekadar menikmati suasana lautan dari atas kapal nelayan.

Disamping keindahan alam, kearifan budaya, serta kemudahan akses yang menjadi keunggulan Pantai Puger sebagai destinasi wisata potensial, oleh-oleh khas Terasi Puger juga menjadi produk terasi jempolan yang kenikmatan rasanya sanggup mengalahkan produk-produk pabrikan. Kalau Anda ingin membuat sambel terasi paling enak, maka oleh-oleh terasi puger ini adalah suatu keharusan.

Namun, potensi besar Wisata Pantai Puger tersebut sayangnya masih belum terberdayakan secara optimal. Jalur Pansela yang masih belum terlalu "hidup" menjadi salah satu alasan. Ditambah minimnya program pengembangan kawasan wisata turut menjadi alasan lainnya.

Keberadaan Program Festival Kreatif Lokal yang diselenggarakan oleh Adira Finance (cek laman: adira.id/e/fkl2022-blogger) diharapkan mampu menjadi momentum kemajuan bagi kawasan wisata yang kurang tereksplorasi ini.

Pengelolaan Desa Wisata kawasan Pantai Puger yang optimal dapat memberikan  implikasi positif yaitu adanya alternatif penghidupan ekonomi masyarakat sekitar yang diperkirakan lebih dari 50% diantaranya berprofesi sebagai nelayan. Padahal aktivitas sebagai nelayan kadangkala menemui hambatan cuaca buruk yang menjadikan mereka kehilangan sumber pendapatan.

Seiring hidupnya pariwisata Pantai Puger maka harapan yang dimiliki Faril dan para nelayan lainnya pun akan mendekati kenyataan. Upaya kreatif semua pihak untuk memperkenalkan Wisata Pantai Puger kepada khalayak luas akan membantu mengerek kondisi ekonomi masyrakat ke taraf yang lebih baik.

Semoga!

Salam hangat,

Agil S Habib

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun