Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Trauma Mengurus SKCK, Mulai Jadi Pesuruh hingga Menelan Duit Ratusan Ribu

1 Agustus 2021   21:52 Diperbarui: 1 Agustus 2021   21:56 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi birokrasi mengurus SKCK|Sumber gambar : maucash.id

Untungnya uangnya sudah dikasih oleh beliau yang meminta bantuan tersebut. Tidak memakai uang saya. Karena saat itu uang yang saya kantongi juga pas-pasan. Apalagi dari beberapa tempat yang saya kunjungi sebelumnya ada uang administrasi yang perlu dibayarkan.

Semua aktivitas mengurus berkas ini saya lakukan dengan memanfaatkan angkutan umum. Khsusnya saat mendatangi beberapa tempat seperti kantor kecamatan, polsek, hingga polres. Sementara untuk rumah Pak RT/RW dan juga kantor kepada desa saya diantarkan oleh saudara menggunakan sepeda. Oleh karena tempatnya yang cukup jauh maka mau tidak mau angkutan umum adalah satu-satunya opsi terbaik yang bisa saya pilih waktu itu. Sehingga ongkos yang harus dikeluarkan pun menjadi bertambah.

Singkat kata, saya pun sampai di kantor polres di kabupaten kota tempat tinggal saya waktu itu. Ada keharusan untuk mengantri foto, melakukan photo copy KTP, dan tentunya membayar biaya administrasi. Dari semua urusan terkait pengurusan berkas SKCK, mulai dari singgah di rumah Pak RT/RW hingga mendapatkan berkas SKCK setidaknya saya menghabiskan uang sekitar 150 ribu rupiah. Sebuah nominal yang mungkin terasa lebih berharga nilainya waktu itu.

Ditambah dengan pengurusan Surat Keterangan Bebas Narkoba totalnya pun mencapai 200 ribu rupiah. Seandainya saat itu saya memiliki sepeda motor pribadi dan jikalau letaknya tidak terlalu jauh antar lokasinya maka mungkin akan lebih cepat dalam menuntaskan urusan berkas tersebut. 

Tapi apadaya karena hanya bermodal kaki saja maka situasinya terasa lebih ribet. Kalau diperhatikan waktunya, saya memulai proses pengurusan berkas tersebut sekitar pukul 7 pagi dan baru benar-benar bisa pulang ke rumah dengan tuntas segala urusan pada pukul 4 sore.

Ruang Pembelajaran

Pengalaman tersebut terasa sangat berharga. Dan bagi saya pribadi cukup menyita waktu dan tentunya uang. Sehingga ketika di kesempatan yang lain ada lowongan pekerjaan di instansi pemerintah yang mengharuskan adanya berkas serupa maka saya pun lebih memilih untuk tidak mengambil kesempatan tersebut.

Beberapa kali kesempatan mulai dari lowongan pekerjaan hingga kesempatan beasiswa tidak saya ambil akibat kerumitan dalam mengurus berkas tersebut. Apalagi waktu itu saya menempuh pendidikan di luar kota. Sehingga mengurus berkas semacam SKCK dan sejenisnya mau tidak mau mengharuskan saya untuk pulang kampung dan itu tentunya butuh waktu yang tidak sebentar dan tentunya kebutuhan materi yang tidak sedikit.

Dengan segala kondisi keterbatasan yang ada saat itu maka setiap peluang yang mengharuskan adanya berkas terkait dengan berat hati terpaksa saya abaikan. Meskipun terkadang ada rasa iri saat melihat teman-teman yang lain terlihat begitu gampang menuntaskan urusan berkas tersebut. Saya hanya bisa menyangka bahwa barangkali birokrasi di daerah tempat tinggal mereka tidaklah seribet tempat saya saat itu.

Saat ini saya sudah berpindah jauh dari tempat tinggal saya waktu itu. Dan untungnya saya masih belum terlalu perlu untuk mengurus berkas tersebut lagi disini. Tapi saya pribadi berharap tidak perlu mengurusinya lagi untuk waktu-waktu mendatang.

Mungkin karena memang tidak ada keperluan atau mungkin karena masih tersimpan trauma harus mengalami keribetan untuk mengurus sebuah berkas yang seharusnya bisa diselesaikan dengan cara yang lebih sederhana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun