Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Biaya Pilkada Saat Pandemi Covid-19 Mahal di Penyelenggaraan, tapi Murah dalam Pencalonan?

19 Oktober 2020   10:00 Diperbarui: 21 Oktober 2020   08:25 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi biaya pemilu | Sumber gambar : tirto.id

Semakin tinggi level pemilunya maka semakin besar anggaran yang diperlukan. Untuk level bupati saja setidaknya pasangan calon butuh sokongan dana sekitar Rp25-30 miliar sampai ratusan miliar. 

Sedangkan level gubernur bisa mencapai angka triliunan rupiah. Entah bagaimana dengan pemilu presiden. Besaran angka tersebut sepertinya bukan isapan jempol belaka karena beberapa waktu lalu salah seorang rekan pernah bercerita terkait besaran biaya untuk pemilihan kepada desa (pilkades) saja bisa mencapai Rp 7 miliar demi memuluskan jalan menuju kemenangan. 

Kebetulan ia merupakan tim sukses salah satu calon sehingga bisa "mengintip" nominal fantastis yang beredar dibalik sebuah gelaran "sederhana" selevel pilkades.

Seiring dengan situasi pandemi maka beberapa hal "wajib" dalam kampanye pemilu saat kondisi normal bisa jadi dihilangkan. Mungkin tidak perlu lagi ada panggung besar dan artis yang perform untuk meramaikan kampanye. 

Barangkali tidak perlu lagi ada acara bagi-bagi kaos, cukup bagi-bagi masker atau vitamin C. Para kandidat sepertinya tidak perlu berkoar-koar di hadapan para pendukungnya, cukup mengoptimalkan peran sosial media (sosmed) atau memberdayakan para buzzer ataupun influencer untuk meningkatkan popularitasnya di hadapan para pemilih.

Namun "keuntungan" yang dihadrikan oleh pandemi ini bisa jadi urung terlaksana apabila orientasi kit selaku pemilih dan juga para politisi yang ikut kontestasi masih mengedepankan uang sebagai nilai tawar di awal. 


Dengan kata lain politik uang harus ditinggalkan agar demokrasi kita benar-benar berkualitas. Momen pandemi COVID-19 memang memberikan banyak nestapa untuk negeri ini. 

Meskipun demikian pasti ada hikmah dibalik itu semua. Salah satunya adalah ongkos berpolitik yang seharusnya bisa lebih rendah daripada sebelumnya. Harapan ke depan adalah kualitas demokrasi bangsa ini tidak lagi menjadikan politik uang sebagai bagian darinya.

Ladang Uang para Buzzer dan Influencer Sosmed

Ilustrasi biaya pemilu | Sumber gambar : tirto.id
Ilustrasi biaya pemilu | Sumber gambar : tirto.id
Hadirnya digitalisasi tidak bisa dipungkiri telah menjadi alternatif solusi tersendiri dalam banyak hal. Roda ekonomi meskipun tertatih-tatih tetap diupayakan untuk terus berputar seiring dukungan dari era digital. 

Pelaku media sosial pun tidak sedikit yang mereguk keuntungan dari dicarinya keberadaannya untuk memperlacar semua urusan via dunia maya. Profesi sebagai influencer seperti tengah mendapatkan momentum untuk menanjak dan para buzzer pun sedang naik daun karenanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun