Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Covid-19 Terus Mengancam, tapi Kita Masih Butuh Makan, Apa Solusinya?

14 April 2020   07:37 Diperbarui: 14 April 2020   07:48 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas pasar tradisional di tengah pandemi COVID-19 | Sumber gambar: kompas.com

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah mulai diterapkan. DKI Jakarta yang merupakan episentrum persebaran COVID-19 di Indonesia sudah sejak 10 April kemarin mulai memberlakukan. Beberapa wilayah lain dalam lingkup Jabodetabek sebentar lagi juga akan mengikuti langkah serupa. Berharap dengan penerapan PSBB ini maka persebaran COVID-19 bisa dikendalikan.

Namun, beberapa evaluasi mengemuka terkait pemberlakuan PSBB di DKI Jakarta yang baru beberapa hari ini berjalan. Masih ada aktivitas yang melibatkan kerumunan orang dalam jumlah besar. Para pekerja pabrik atau kantoran masih banyak yang berlalu lalang. Demikian juga dengan aktivitas masyarakat di pasar yang seperti tidak mengalai perubahan samasekali. 

PSBB yang memiliki tujuan akan physical distancing atau social distancing seakan belum menemukan efektivitasnya. Tidak sedikit warga yang cuek beraktivitas tanpa mengenakan masker, berdesak-desakan melakukan transaksi jual beli, dan bejubel memadati armada transportasi. 

Padahal kita semua tahun COVID-19 sangat rawan menular antara satu orang ke orang lain dalam suatu kerumunan manusia berjumlah besar. Entah semua pengabaian ini terjadi karena kita tidak menyadari bahaya COVID-19 atau karena ada alasan lain yang jauh lebih mendesak. Dan sepertinya alasan kedualah yang menjadi sebab musebab mengapa masih banyak diantara kita yang abai dengan situasi ini.

Alasan itu adalah tentang perut dan kebutuhan hidup lainnya. Biarpun COVID-19 melanda dan mengintai kesehatan kita, setiap orang masih tetap membutuhkan asupan makanan. Tetap butuh membayar tagihan, uang sekolah, atau sekadar membeli kuota. Semua tahu COVID-19 telah merenggut banyak korban jiwa. 

Akan tetapi hal itu tidak menghilangkah fakta bahwa kita membutuhkan sumber penghasilan untuk tetap bertahan. Karena sejauh ini kehidupan kita tidak berjalan secara gratis. Membeli beras masih perlu uang dari kantong kita sendiri. 

Membeli lauk pauk, obat-obatan, pulsa, bahkan masker pun juga harus dari kantong pribadi masing-masing orang. Tidak ada orang lain yang menafkahi hidup orang lainnya. Sehingga menjalani profesi sebagaimana biasa terasa seperti keharusan yang tidak bisa ditolerir. Ancaman COVID-19 mungkin hanya dianggap sebagai salah satu risiko dari sekian risiko lain yang mengusik keberlangsungan hidup seseorang.

Sebagain orang yang memiliki lebih dari cukup penghasilan mungkin akan memberi alokasi khusus untuk pengadaan alat pelindung diri seperti masker atau peralatan kebersihan terkait. Hanya saja tidak semua orang mampu untuk melakukan itu. 

Sebagian yang lainnya akan berfikir seribu kali antara membeli kebutuhan tersebut atau membeli kebutuhan makan keluarga hari ini. Apakah kita menyaksikan semua pedagang sayur keliling mengenakan masker pelindung selama berjualan? Apakah kita melihat pedagang asongan melakukan hal serupa? Apakah kita melihat semua pekerja kasar menunaikan pekerjaannya dengan standar PSBB yang diberlakukan? Jawabannya adalah ada untuk sebagian kecil saja. 

Apakah mereka salah dengan bersikap seperti mengabaikan keamanan dan kesehatan pribadinya? Belum tentu juga. Kalau bisa dibilang mungkin sebagian dari mereka cenderung melakukan aksi "bonek" atau bondo (modal) nekad. Sakit itu urusan nanti. Prioritasnya adalah bagaimana bisa mendapatkan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan harian.

Prioritas

Masalahnya adalah prioritas. Semua orang tahu bahawa kesehatan adalah aspek penting. Tetapi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari juga tidak kalah penting. Bahkan mungkin itulah yang terpenting. 

Buktinya, sebagian orang rela menempuh jalan pintas mencuri, merampok, atau merampas hak milik orang lain demi agar kebutuhannya tercukupi. Aksi kriminalitas yang mereka lakukan memiliki konsekuensi yang tidak baik bagi mereka, tetapi hal itu tetap ditempuh oleh sebagian orang karena terdesak akan kebutuhan hidupnya. 

Logika serupa bisa saja terjadi untuk kasus pandemi COVID-19 ini. Masyarakat bukan tidak mengerti bahaya dari virus corona ini. Tetapi mereka merasa ada sesuatu yang lebih besar untuk mereka perjuangkan.

Pemerintah selaku pemilik kebijakan tentu menyadari bahwa setiap orang memiliki kebutuhannya masing-masing. Melarang orang untuk beraktivitas mencari nafkah sedangkan mereka tidak atau belum mampu memberikan jaminan ekonomi yang memadai tentu tidak sepadan. 

Para petugas di lapangan mungkin bisa saja memaksa orang-orang untuk taat aturan karena mereka sendiri sudah mendapatkan jaminan pendapatan atas profesinya itu. Lantas bagaimana dengan orang-orang yang hendak mereka tertibkan itu? Sangatlah riskan memberhentikan operasional sebuah bisnis tanpa adanya kompensasi yang seimbang. 

Hal itu hanya akan menimbulkan permasalahan lain. Mungkin semua akan terasa lebih mudah jikalau setiap warga negara dijamin kecukupan kebutuhan hajat hidupnya biarpun semua aktivitas bisnis terhenti. Sayangnya, hal itu tidaklah semudah yang dikira.

Hidup Berdampingan dengan Virus

Sebuah pernyataan menarik hari ini saya dengar dari seorang supir truk. "Perut tidak bisa di-lockdown.". Terdengar lucu, tapi menyiratkan pesan yang mendalam. Semua orang butuh makan. Orang-orang yang memiliki cukup banyak tabungan di rekening pribadinya barangkali lebih mudah menyikapi periode karantina wilayah, phisical distancing, atau #dirumahaja. Lain halnya dengan orang-orang yang mengandalkan pendapatan harian. Kalau satu hari tidak bekerja maka tidak ada penghasilan. Yang artinya, tidak ada makanan untuk hari itu.

Yang bisa dilakukan sekarang adalah mencoba untuk hidup berdampingan dengan virus. Tetap beraktivitas seperti biasa tetapi tanpa harus terinfeksi virus dan jatuh sakit karenanya. Mungkinkah? Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Tinggal cara yang diberlakukan nantinya akan seperti apa. Anjuran mengenakan masker di tempat umum adalah sesuatu yang penting untuk ditaati. Sehingga sayogyanya setiap orang bisa menaatinya. 

Namun, kita harus menyadari bahwa tidak semua orang menjadikan hal itu sebagai prioritas utamanya. Masker belum tentu menjadi kebutuhan prioritas untuk dibeli. Oleh karena itu perlu adanya pihak-pihak yang bersedia secara sukarela memberikan masker gratis kepada semua orang. Khususnya bagi mereka yang tidak menjadikan masker sebagai prioritas ekonomisnya. Social solidarity adalah kunci yang bisa menangani pandemi ini.

Usulan terkait percepatan pengumpulan zakat juga saran yang sangat baik untuk diimpelemntasikan. Karena hal itu sedikit banyak akan membantu meringankan beban orang lain yang terhimpit oleh situasi ekonomi sulit saat ini. Saya kira, Indonesia yang mayoritas muslim jikalau menyadari esensi dari berzakat maka akan sangat banyak sekali golongan rentan ekonomi yang terbantu. Ekonomi gotong royong yang tercermin dalam zakat adalah bagian dari social solidarity kita untuk sama-sama bertahan di tengah pandemi.

Mencoba untuk tidak egois dalam menjalani hidup barangkali adalah kata kunci lain yang kita butuhkan saat ini. Karena COVID-19 bisa menular dari satu orang ke orang lain maka kita mesti memperhatikan bagaimana cara kita berinteraksi dengan orang lain. 

Kita tidak tahu apakah kita atau orang lain yang membawa serta virus didalam tubuh lantas menularkannya. Namun kita juga tidak boleh berburuk sangka. Untuk itu tindakan pencegahan perlu dilakukan. Salah satunya yaitu mengenakan masker saat beraktivitas di luar ruangan. Menyediakan sarana kebersihan seperti sabun dan sejenisnya untuk bisa dipergunakan oleh setiap orang yang hendak berinteraksi dengan kita. Senantiasa menjaga satu sama lain. 

Virus corona tidak akan berbahaya jikalau ia tidak menulari orang lain. Memperhatikan kesehatan pribadi sekaligus menjaga kesehatan orang lain adalah bagian dari gotong royong kita memberantas pandemi ini. Kita bisa beraktivitas seperti biasa dengan syarat memperhatikan beberapa hal yang dianjurkan petugas kesehatan. Dan bagaimanapun juga COVID-19 akan membuat kehidupan kita berubah dari sebelumnya.

Salam hangat,

Agil S Habib 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun