Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Senjata Ampuh Menangkal Ketakutan terhadap Virus Corona

19 Maret 2020   15:07 Diperbarui: 19 Maret 2020   15:42 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama Melawan Corona | Ilustrasi gambar : indonesiadermawan.id

Semua pembahasan di media masa hampir selalu tentang virus corona, coronavirus, covid-19, atau SARS-CoV-2. Satu topik yang sama namun beda pembahasan. Mulai dari update terkini perihal jumlah korban terinfeksi, korban meninggal dunia, kekacauan perekonomian, hingga kepanikan masal. Situasi ini perlahan-lahan memantik ketakutan kita.

Mungkin sebelumnya kita masih bisa mengendalikan diri agar tidak kalut terbawa emosi akibat pemberitaan-pemberitaan negatif itu. Akan tetapi, lambat laun dengan terus adanya bombardir pemberitaan tentang coronavirus hal itu pun akhirnya mulai mempengaruhi rasa percaya diri kita. Sebuah pertanyaan besar pun muncul, kapan bencana ini akan berakhir?

Saat awal-awal coronavirus muncul dan merebak di daratan China, kita yang berada di Indonesia mungkin masih terlihat biasa-biasa saja. Mungkin kekhawatiran yang tersirat kala itu adalah gangguan pada sektor ekonomi mengingat ekonomi China yang cukup berpengaruh di dunia saat ini. Bahkan saat itu tidak sedikit dari kita yang menjadikan coronavirus sebagai bahan candaan. Termasuk oleh tokoh elit negeri ini.

Sebutan Indonesia kebal virus corona sepertinya membuat kita bangga dan berleha-leha menyikapi situasi ini. Lepas kewaspadaan. Sentilah dari profesor Harvard University pun seperti dianggap angin lalu. Indonesia bebas virus corona. Titik.

Namun tiba-tiba semua berubah saat dua warga Depok diberitakan positif virus bernama covid-19 ini. Ada yang bilang Indonesia pecah telor virus corona. Sejak saat itu jumlah korban terus bertambah dari hari ke hari. Jumlah korban yang terinfeksi bertambah secara eksponensial. Demikian juga dengan korban meninggal dunia akibat coronavirus di Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara.

Bagaimana mungkin hal ini tidak membuat kita cemas? Siapa yang tidak takut mati? Apalagi kematian yang disebabkan oleh tubuh kita digerogoti virus dari dalam. Membayangkannya saja sudah ngeri. Na'udzubillah. Meski mungkin ada sebagian orang yang dengan percaya diri "menantang" ketakutan atas kehadiran virus ini, hingga sebuah fatwa pun tidak cukup ampuh untuk "meredam"-nya.

Bagaimanapun juga tidak sedikit dari kita yang was-was atas kondisi ini. Termasuk diri saya juga merasakan perasaan serupa. Takut, khawatir, dan mungkin berfikir atas kondisi yang terburuk. Apa yang bisa kita perbuat menyikapi situasi semacam ini? Menahan kekahwatiran akan menjadi salah satu orang yang bisa kapan saja terinfeksi virus corona. Jikalau saat ini kita sedang bermimpi, ingin rasanya bisa segera terbangun dari mimpi buruk ini. 

Sayangnya, ini adalah realitas. Bukan adegan film resident evil yang populer itu. Kita tidak sedang menyaksikan film serial misteri. Tetapi kita sedang menjadi bagian dari itu semua. Apakah kita hanya bisa berharap dewa-dewi penolong segera datang untuk menuntaskan masalah ini?

Kawan, kehidupan kita ini adalah bagian dari recana-Nya. Semua sudah digariskan dan ditetapkan seluruh "adegan" dalam kehidupan ini. Apakah kita akan termasuk sebagai bagian orang yang terinfeksi atau tidak pun sebenarnya sudah ditetapkan. Meski kita juga memiliki kuasa untuk berusaha menghindari hal itu. Esensinya adalah tentang bagaimana kita berupaya melakukan usaha terbaik guna melawan nestapa ini.

Kita tidak boleh berpangku tangan menerima suratan takdir yang sebenarnya kita sendiri belum tahu akan seperti apa di masa depan. Tuhan kita tidak akan pernah mengubah nasib kita jikalau kita tidak memiliki usaha untuk merubahnya sendiri. Bangkit atau terpuruknya kita bergantung pada seberapa besar kemauan kita. Proses dan usaha yang kita lakukan lebih utama ketimbang hasil akhir.

Kita tidak pernah tahu akan seperti apa akhir dari peristiwa kehidupan terkait coronavirus ini. Hanya saja kita memiliki satu tujuan yang sama yaitu melewati ini semua dengan selamat dan sehat wal afiat. Apakah bisa? Bisa.

Mengutip ucapan mendiang Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt, "Satu-satunya hal yang harus ditakuti adalah ketakutan itu sendiri.". Benar sekali, ketakutan itulah yang sebenarnya membuat kita kehilangan arah. Bukan virus corona yang menghilangkan optimisme kita, tetapi ketakutan terhadap virus corona itulah yang manjadikan kita gagap dan hilang arah.

Dalam beberapa hal rasa takut memang penting untuk dimiliki. Tetapi dalam hal ini kita harus melawan ketakutan itu dan menatap optimisme bahwa harapan untuk keluar dari krisis ini masih ada. China yang sempat begitu terpuruk kini perlahan mulai bangkit dan hampir tidak ada lagi korban baru lagi. Seharusnya kita bisa belajar kepada mereka. Dan sepertinya kita bisa untuk belajar dari pengalaman mereka itu.

Lantas apa yang harus kita perbuat? Ikuti arahan pemerintah terkait social distance, menjaga kebersihan diri, menerapkan pola hidup sehat, dan tidak menimbun barang-barang kebutuhan. Kita tidak bisa memaksa lockdown mengingat konsekuensi yang membayanginya. Tapi perlu kita tahu Korea Selatan bisa bangkit meski tanpa lockdown.

Kuncinya adalah disiplin. Jangan berlaku egois mengutamakan kepentingan diri sendiri lantas mengabaikan kebaikan bagi orang lain. Jika memang merasakan gejala sakit akibat virus ini, mengisolasi diri sendiri adalah tindakan paling bijaksana. Sembari konsultasi dengan pihak-pihak terkait untuk melakukan penanganan sesegera mungkin.

Yang tidak boleh kita abaikan adalah semakin mendekatkan diri kepada Sang Maha Kuasa melalui ibadah yang khusyuk dan penuh ketulusan. Kita mesti menaruh keyakinan bahwa dibalik setiap musibah tersimpan hikmah dan pembelajaran. Meyakini bahwa ujian yang ditimpakan kepada kita ini tidak akan melebihi batas kemampuan yang kita miliki. Spriritualitas kita adalah benteng terkahir yang sebisa mungkin harus kita pegang teguh. Saya yakin bahwa badai pasti berlalu. Bagaimana dengan kalian?

Salam hangat,

Agil S Habib 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun