Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Desa "Hantu" yang Tidak Angker namun Mengerikan bagi Menkeu Sri Mulyani

5 November 2019   07:21 Diperbarui: 6 November 2019   05:51 2437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menkeu Sri Mulyani temukan kejanggalan lewat kemunculan "desa hantu" tak berpenghuni yang berusaha menggerogoti anggaran dana desa| Sumber: Kompas TV

Tahun 2019 ini pemerintah memberikan alokasi anggaran khusus untuk menunjang pembangunan seluruh desa di Indonesia yang jumlahnya mencapai 74.597 desa dengan nominal sekitar Rp 70 triliun. 

Setiap desa mendapatkan alokasi anggaran kurang lebih Rp 900 juta (finance.detik.com, 2019). 

Keberadaan dana desa ini diharapkan mampu menunjang pembangunan di desa-desa serta bisa memberdayakan masyarakat desa sehingga taraf dan kualitas hidup masyarakat meningkat.

Dana desa sendiri sebenarnya sudah ada sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), tetapi untuk peraturan perundang-undangannya sendiri lahir di akhir periode kepemimpinan Presiden SBY. 

Program dana desa merupakan sebuah kebijakan strategis yang diharapkan bisa mengakselerasi pembangunan di Indonesia hingga ke seluruh pelosok negeri.

Disamping tujuannya yang mulia, keberadaan dana desa ternyata juga mengundang minat oknum-oknum nakal untuk menikmati manisnya anggaran desa tersebut. 

Seperti kata pepatah, dimana ada gula maka disitu ada semut. Nominal dana desa yang fantastis pastinya membikin orang "ngiler". 

Terutama bagi mereka yang rakus akan kekayaan. Hal inilah yang belakangan dikeluhkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terkait fenomena munculnya desa "hantu" atau desa-desa baru namun tidak memiliki penghuni.

Sebuah desa fiktif yang sengaja "diciptakan" orang-orang rakus untuk mengakali pemerintah sehingga mereka bisa menikmati sejumlah uang yang tidak sedikit itu. 

Menkeu Sri Mulyani dalam sebuah kesempatan sosialisasi dana desa | Sumber gambar : smartcitymakassar.com
Menkeu Sri Mulyani dalam sebuah kesempatan sosialisasi dana desa | Sumber gambar : smartcitymakassar.com
Desa hantu ini mungkin tidak angker dalam artian mistis, akan tetapi desa hantu itu justru mengerikan mengingat tujuannya yang ingin merongrong atau mencuri anggaran negara. 

Desa hantu merupakan bentuk pencurian yang dikemas secara rapi dan sistematis dalam balutan birokrasi yang terkesan formal dan sah secara hukum.

Hal inilah yang patut diwaspadai tidak hanya oleh pemerintah selaku penyedia anggaran, tetapi masyarakat perlu turut serta memantau jikalau disekitarnya terdapat oknum-oknum dengan niatan jahat membangun desa hantu guna kepentingan dirinya sendiri atau kelompoknya. 

Bagaimanapun juga hal ini akan merugikan rakyat karena selama ini program dana desa masih belum berjalan optimal, dengan keberadaan fenomena desa hantu hal itu akan semakin memperunyam masalah.

Pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Keuangan barangkali sudah melakukan evaluasi perihal keberadaan desa hantu tersebut. Pemerintah akan semakin memperketat aturan pencairan dana desa. 

Meskipun langkah ini sebenarnya adalah tindakan yang kontraproduktif dengan keinginan Presiden Jokowi untuk mempercepat alur birokrasi, akan tetapi langkah kemenkeu tersebut sepertinya memang diperlukan demi menjaga porsi anggaran agar tidak "dicuri" tikus-tikus rendahan.

Padahal dana desa ini diharapkan pencairannya berlangsung cepat sehingga segenap desa di Indonesia ini bisa sesegera mungkin menjalankan program-program pembangunan di desanya masing-masing. 

Siapa yang tidak menginginkan desanya berkembang pesat seperti Desa Umbul Ponggok yang berhasil mengelola desanya secara luar biasa?

Mungkin ada banyak aktivitas di desa-desa lain yang memiliki gagasan besar dalam membangun desanya, akan tetapi terkendala oleh dana yang terbatas. 

Satu-satunya harapan mereka saat ini hanyalah melalui anggaran desa. Bukan tidak mungkin gagasan yang dimiliki oleh desa-desa lain itu akan melahirkan desa yang berkualitas lebih baik dari Umbul Ponggok. 

Syaratnya, gagasan itu harus direalisasikan segera dan itu butuh dana.

Selama ini sepertinya penghambat terbesar pembangunan di negeri ini adalah orang-orang dari dalam bangsa ini sendiri. Mereka adalah musuh dalam selimut, tikus di lumbung padi, dan perampok uang rakyat. 

Yang harus membuat kita lebih waspada adalah oknum-oknum rakus ini kini semakin "cerdas" dan lihai dalam melancarkan aksinya.

Terbukti dengan desain desa fiktif atau desa hantu tersebut. Menkeu Sri Mulyani tentunya was-was melihat kenyataan ini, dimana anggaran yang beliau kumpulkan dengan susah payah justru banyak yang menghilang tanpa ada hasil yang sepadan. 

Tugas menkeu sangat tidak mudah mengingat beliau harus menyuplai sejumlah besar dana untuk mendukung pelaksanaan program-program kementerian lain.

Setiap nominal rupiah tentunya begitu berharga disini, sehingga untuk menjaga agar pos anggaran dana desa ini tetap terjaga dan tersalurkan dengan sebagaimana mestinya.

Menkeu perlu bekerja sama secara intens dengan "tim pemburu hantu" bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sedari awal KPK perlu dilibatkan untuk turut mengontrol dan mencegah kemungkinan kebocoran anggaran. 

Jangan sampai KPK nanti baru turun tangan ketika aksi perampokan anggaran dana desa telah terjadi. Lebih baik mencegah selagi semuanya belum terlambat.

Salam hangat,
Agil S Habib

Refferensi :[1] ; [2]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun