Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengapa (Hanya) DKI Jakarta yang Dipertanyakan Anggarannya, Daerah Lain Bagaimana?

2 November 2019   07:23 Diperbarui: 2 November 2019   07:36 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar : salameno.ir

Belakangan ini publik ramai memperbincangkan perihal anggaran Lem Aibon Pemerintah DKI Jakarta yang jumlahnya cukup "wah"yaitu sekitar 82 miliar rupiah. Mungkin termasuk wajar apabila banyak yang mempertanyakan anggaran tersebut mengingat itu "hanya" sebuah lem. Sesuatu yang sederhana namun justru menjadi pemicu perdebatan bahkan saling mempersalahkan satu sama lain. Eks gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok beserta Djarot Saiful Hidayat pun turut serta berkomentar terhadap hal ini. Warganet pun tidak ketinggalan untuk mengkritisi sistem anggaran pemerintah DKI Jakarta meskipun belum tentu mereka semua adalah bagian dari warga DKI Jakarta itu sendiri. Entah karena mereka peduli atau karena ikut tertarik "nimbrung" dan berkomentar terhadap dinamika politik yang terjadi di DKI Jakarta.

Ada satu hal yang menarik disini terkait "antusiasme" kita terhadap sesuatu yang tidak beres pada sistem pengaggaram pemerintah DKI Jakarta. Apakah hanya DKI Jakarta saja yang bermasalah dengan sistem anggarannya? Mengapa kita sebatas memperbincangkan Lem Aibon beranggaran 82 miliar rupiah? Mengapa beberapa daerah lain tidak ikut serta dibahas? Jawabannya bisa beragam. Salah satunya mungkin karena di daerah-daerah lain tidak cukup membuka informasi sebagaimana halnya di DKI Jakarta. Bisa jadi juga karena gubernur yang memimpin DKI Jakarta cukup menarik minat untuk diperbincangkan. Padahal tidak menutup kemungkinan di beberapa daerah lain ada anggaran yang lebih "aneh" dibandingkan apa yang terjadi di DKI Jakarta. Bahkan mungkin bisa saja keanehan anggaran itu terjadi di wilayah tempat tinggal kita. Pernahkah kita mempertanyakan itu?

Mengambil contoh di wilayah kelahiran saya sendiri, dimana progres pembangunan daerah kondisinya masih tidak jauh berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Katanya ada anggaran untuk membangun atau mengembangkan desa. Tapi pada kenyataanya sungguh jauh panggang dari api. Seandainya dana desa yang kata para politisi itu dimaksudkan untuk meningkatkan mutu desa benar-benar dianggarkan dengan baik, maka bisa jadi akan banyak bermunculan desa-desa baru seperti halnya Desa Umbul Ponggok di Klaten sana. Namun sepertinya hal itu masih belum terjadi.

Kita sebagai warga negara seharusnya memang ikut mengkritisi hal-hal terkait sistem penganggaran sebagaimana yang belakangan dilakukan terhadap pemerintah DKI Jakarta. Hanya saja kita perlu mengalihkannya langsung pada tempat-tempat yang secara geografis letaknya dekat dengan tempat tinggal kita. Dengan kata lain, kekritisan pandangan kita hendaknya juga perlu dilakukan terhadap pemerintah yang bertanggung jawab langsung terhadap kondisi kehidupan kita di suatu daerah.

Tentunya ada banyak sekali hal-hal yang perlu diperbaiki atau bahkan dikritisi di lingkungan sekitar kita. Mulai dari aparat desa, pejabat kecamatan, anggota dewan di daerah-daerah, dan lain sebagainya. Namun mereka seringkali luput dari perhatian kita. Masih sedikit yang menggerakkan hal ini, padahal kita semua tahu yang justru paling berperan dalam kondisi kehidupan kita adalah pemerintah atau pejabat publik yang berkedudukan di tempat kita tinggal. Seandainya kita bukan orang Jakarta, urgensi kita mengkritisi kebijakan Gubernur Anies Baswedan itu apa?

Lain kiranya jika kita melakukannya terhadap jajaran pemerintah pusat karena mereka memang pemegang kekuasaan yang utama. Ketika kita tengah asyik membicarakan Lem Aibon beranggaran 82 miliar rupiah, jangan-jangan jalanan berlubang di dekat tempat tinggal kita terbengkalai tanpa ada yang memperhatikan. Mungkin saja ada anggaran "siluman" yang nilainya lebih besar dari Lem Aibon milik pemerintah DKI Jakarta, siapa tahu?

Memang bisa jadi tidak terlalu tertariknya kita mengkritisi anggaran milik pemerintah daerah kita sendiri adalah karena kurangnya masukan informasi. Kita cenderung mendapatkan update berita berskala nasional atau untuk beberapa wilayah metropolis seperti DKI Jakarta misalnya. Diluar itu seringkali kita "buta" informasi sehingga tidak tahu harus melakukan apa. Bagaimana mau mengkritisi sedangkan tidak tahu apa yang harus dikritisi.

Dalam hal ini, media lokal sebenarnya memiliki peranan penting untuk menjadi "pengumpan" berita sehingga bisa direspon publik atau masyarakat yang berada di wilayah tersebut. Jurnalisme warga pun perlu dioptimalkan agar bisa memberikan check and rechek terhadap segala kebijakan yang dilakukan pemerintah suatu daerah tertentu. Ketika kita hanya kritis terhadap daerah lain sedangkan daerah kita sendiri diabaikan, maka sebenarnya hal itu hanya "menguntungkan" daerah lain saja sedangkan daerah kita sendiri tidak mengalami perkembangan atau perbaikan apapun. Pada akhirnya ada wilayah-wilayah tertentu yang berkembang secara luar biasa, sedangkan beberapa daerah lain masih sama seperti sediakala. Lantas masihkah kita hanya peduli dengan Lem Aibon DKI Jakarta?

Salam hangat,

Agil S Habib  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun