Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pekerja Migran di Negeri K-Pop

20 Juni 2019   07:39 Diperbarui: 20 Juni 2019   07:50 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para Pekerja Indonesia yang bersiap untuk mengadu nasib di negeri orang (Sumber gambar : https://www.jitunews.com)

Ada peribahasa lama yang mengatakan bahwa lebih baik hujan batu di negeri sendiri daraipada hujan emas di negeri orang. Apapun alasannya, negeri kita tetaplah lebih baik daripada negeri orang lain. 

Namun pepatah itu sepertinya perlahan mulai pudar, terbukti dengan semakin banyaknya Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja di luar negeri. Menurut Badan Nasional Penempatan & Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) sebagaimana dilansir oleh katadata.co.id, jumlah PMI yang bekerja di luar negeri mencapai 283.640 pekerja. Dari jumlah ini, Malaysia masih menempati urutan pertama dengan 90.671 PMI disusul oleh Hongkong, Taiwan, Singapura, Korea Selatan, dan beberapa negara lain.

Baru-baru ini Kementerian Ketenagakerjaan menyampaikan bahwa Korea Selatan (Korsel) tengah membutuhkan cukup banyak pekerja dari luar negaranya untuk bekerja pada beberapa bidang seperti manufaktur, agribisnis, kontruksi, dan jasa. 

Pihak kementerian sendiri menyampaikan bahwa ada kebutuhan tenaga kerja asal Indonesia sebanyak 8.800 orang untuk menempati berbagai pos pekerjaan di negerinya para K-Pop ini. 

Mulai dari Januari sampai dengan Mei 2019 yang lalu jumlah tenaga kerja yang terkirim ke Korsel baru sekitar 2.222 orang pekerja. Artinya masih ada sekitar 6.578 PMI lagi yang dibutuhkan untuk mengisi lowongan kerja yang tersedia disana. 

Fakta ini tentu mengundang banyak minat warga negara Indonesia untuk mencoba mengadu nasib di luar negeri. Terlebih di tengah-tengah keterbatasan lowongan pekerjaan di negeri sendiri.

Data grafis jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri tahun 2018 (Sumber : https://databoks.katadata.co.id)
Data grafis jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri tahun 2018 (Sumber : https://databoks.katadata.co.id)
Jumlah PMI ke Korsel sendiri selama beberapa tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Menurut data BNP2TKI pada tahun 2017 lalu ada 3.719 pekerja asal Indonesia di Korsel, pada tahun 2018 meningkat menjadi 6.921 pekerja, dan ditahun 2019 ini ada kebutuhan PMI sebanyak 8.800 pekerja. 

Terus meningkatnya jumlah kebutuhan pekerja dari luar negaranya ini mungkin mengindikasikan bahwa ekonomi Korsel tengah tumbuh pesat dan semua penduduk dalam negerinya sudah hidup makmur dengan akses pekerjaan yang baik, sehingga kebutuhan tenaga kerjanya pun sampai harus "impor" dari luar khususnya dari Indonesia. 

Jika boleh membandingkan, kekayaan alam kita sebenarnya jauh lebih besar daripada apa yang dimiliki oleh Korsel, namun saat ini kita harus menghadapi realitas bahwa mereka lebih baik secara ekonomi dibandingkan bangsa kita.

Mungkin kita patut mempertanyakan ada apa sebenarnya dengan bangsa kita sekarang. Korsel yang sebenarnya tidak seberapa dibandingkan dengan bangsa kita ternyata mampu unggul dalam banyak hal dibandingkan Indonesia. 

Mereka begitu menonjol dengan produk-produk teknologinya seperti Samsung, LG, Hyundai, dan bahkan K-Pop atau K-Drama. Mereka seakan memiliki identitas yang jelas untuk memamerkan kepada dunia internasional seperti apa bangsa mereka. 

Mereka tidak banyak mengimpor barang mewah dari negara lain, tapi mereka mengimpor orang-orang dari negara lain untuk dipekerjakan di sektor-sektor pendukung negaranya. 

Sebagai orang Indonesia, jujur saya sangat iri memandang kondisi ini. Seharusnya kitalah yang lebih mampu untuk menjadikan kehidupan segenap warga Indonesia makmur dan sejahtera. 

Animo tinggi masyarakat kita yang menyerbu kesempatan kerja di luar negeri merupakan pertanda bahwa apa yang ditawarkan oleh Indonesia tidak cukup baik untuk menyejahterakan rakyatnya.

Memang ada kemungkinan bahwa pekerja Indonesia yang berhasrat untuk pergi ke Korsel juga dipengaruhi oleh keinginan untuk melihat lebih dekat budaya Korsel yang fenomenal itu. 

Daya tarik K-Pop, K-Drama, dan beraneka ragam hal lain tidak dipungkiri telah menghipnotis banyak kawula Indonesia. Seakan-akan budaya kita sendiri tidak sebanding dengan apa yang mereka miliki. 

Padahal kalau kita belajar lebih jauh tentang warisan budaya bangsa kita sendiri, maka kita akan menemukan banyak kekaguman. Ada banyak hal yang kita lewatkan dengan potensi Indonesia. Sesuatu yang jikalau diberdayakan secara optimal akan mampu memberikan kesejahteraan berikut kebanggaan kepada semua elemen bangsa.

Hubungan internasional yang berkembang dari waktu ke waktu memang memungkinkan adanya jalinan kerjasama "pertukaran" tenaga kerja dari satu negara ke negara lain. Termasuk dalam hal ini antara Indonesia dengan Korsel. 

Namun apakah kita melihat cukup banyak tenaga kerja asal Korsel di Indonesia? Jikalau kita menemukannya maka mungkin hal itu justru menjadi ajang perdebatan banyak pihak karena dianggap mengutamakan pekerja asing daripada pekerja dari bangsa sendiri. 

"Sayangnya" hal serupa tidak terjadi ketika ada banyak pekerja Indonesia di Korsel. 

Warga Korsel tidak komplain kepada pemerintahnya yang melakukan "impor" tenaga kerja sebanyak 8.800 orang asal Indonesia. Mengapa? Karena warga Korsel sendiri sudah cukup mapan kehidupannya dengan pekerjaan yang bisa dikatakan lebih baik daripada apa yang PMI kerjakan disana. 

Kualitas tenaga kerja kita di luar negeri masih belum mencapai taraf tenaga ahli, jikalau ada maka jumlahnya sangat minim dan sedikit sekali.

Seharusnya, hierarki profesi atas pekerjaan warga negara Indonesia didalam negeri adalah lebih tinggi daripada pekerja asing yang ada disini. Begitu juga ketika ada warga negara kita yang memutuskan bekerja di negara lain hendaknya mereka merupakan tenaga ahli yang mengandalkan pemikiran serta gagasannya sebagai modal utama. Bukan sekadar bertumpu pada otot atau kemampuan "kasar" yang lain. 

Terkait dengan hal ini, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia memang perlu mendapatkan perhatian lebih. Mutu pendidikan kita perlu perhatian lebih. Sehingga suatu saat kita bisa mewujudkan kondisi masyarakat kita yang menikmati indahnya hujan emas di negeri sendiri ataupun negeri orang. 

Selayaknya setiap warga negara Indonesia dimanapun berada dan dimanapun bekerja harus mendapatkan tempat terhormat, bukan menjadi sasaran caci maki orang dari bangsa lain. Ini adalah tentang harkat dan martabat kita sebagai orang Indonesia.

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun