Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lika-liku Kontroversi Hukuman Rajam Pelaku LGBT

6 April 2019   08:31 Diperbarui: 6 April 2019   10:54 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
llustrasi LGBT| Thinkstock

Orang-orang ini mungkin menilai bahwa untuk mereduksi perkembangan LGBT masih bisa dilakukan dengan cara-cara yang lebih bersahabat atau lebih memberdayakan cara-cara preventif. Bagaimanapun juga, hukum rajam sampai mati adalah hukuman yang diberikan ketika tindak pelanggaran kesusilaan telah dilakukan. 

Jikalau bisa kita cegah adanya tindakan pelanggaran, mengapa justru dibiarkan? Sebagian orang berargumen bahwa tidak adil kiranya apabila hukuman ini diberlakukan kepada para pelaku LGBT. Mereka tentu tidak ingin terlahir dengan kondisi seperti itu. Demikian mungkin yang seringkali disampaikan oleh sebagian orang yang bersimpati terhadap orang-orang dengan kecenderungan seksual menyimpang. 

Apapun argumentasi yang menyangkal ataupun membenarkan keberadaan LGBT, pada dasarnya hukuman rajam sampai ini diberikan kepada mereka yang berzina dengan sesama jenis. Perzinahan dengan lawan jenis saja sudah sangat terlarang, terlebih perzinahan dengan sesama jenis. 

Lantas bagaimana dengan LGBT yang menikah? Bukankah mereka sudah sah sebagai suami istri? Membahas tentang hal ini tentu akan memerlukan waktu panjang. Namun secara singkat hukum negara kita Indonesia dan lebih khusus Agama Islam melarang dengan tegas pernikahan sesama jenis, apalagi perzinahan sesama jenis.

Kalangan yang kontra terhadap keputusan Sultan Brunei Darussalam beramai-ramai menentang dan menyerukan penolakan. Mereka bersuara lantang tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Bahkan salah seorang selebritis dunia, George Clooney, menyerukan agar hotel-hotel milik Sultan Brunei diboikot. 

Seruan penolakan juga disampaikan oleh tokoh kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menganggap bahwa hukuman rajam sampai mati itu terlalu kejam bagi kemanusiaan. Barangkali seruan-seruan penolakan masih akan terus bermunculan lagi nanti. 

Aksi boikot mungkin akan banyak diserukan untuk menyudutkan Brunei Darussalam selaku negara yang memberlakukan hukuman ini. Sekarang tinggal melihat seberapa besar komitmen dari bangsa Brunei Darussalam dalam menerapkan hukuman bagi pelaku LGBT ini.

Dalam menyikapi kondisi ini, kita mungkin memiliki pandangan yang berbeda satu sama lain. Sebelum menilai kejam atau tidak terhadap pemberlakuan hukuman rajam sampai mati ini, terlebih dahulu kita perlu untuk memantapkan persepsi serta pemahaman kita terkait apa yang dimaksud dengan LGBT. 

Sepakatkah kita bahwa LGBT itu melakukan bentuk pelanggaran terhadap norma, moralitas, serta nilai-nilai agama yang kita anut ataukah LGBT adalah bagian dari hak asasi? Secara pribadi saya menganggap bahwa LGBT itu adalah tidak sesuai dan bertentangan dengan ajaran agama. 

Setiap orang dilahirkan dengan fitrahnya sebagai lelaki atau perempuan. Terkait proses tumbuh kembangnya, orang tua dan faktor lingkunganlah yang berperan membentuk setiap individu seseorang. Jika ada seorang lelaki yang bersikap seperti perempuan atau sebaliknya, maka perlu diperiksa ulang kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya. 

Anak laki-laki yang tumbuh dan berkembang tanpa budaya "lelaki" didalamnya, tidak akan tumbuh sebagai mana halnya seorang lelaki. Begitu halnya dengan seorang perempuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun