Mohon tunggu...
Ageng Rikhmawan
Ageng Rikhmawan Mohon Tunggu... lainnya -

"Karena Teknologi yang berfilosofi dan berseni adalah Tempe Indonesia."

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] Ibu, Ini tentang Nindia...

23 Desember 2013   21:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:33 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

No Peserta 395 = Ageng Rikhmawan

[Untukmu Ibu] Ibu, ini tentang Nindia*

Pintu rumah kuketuk. Wanita khayalan itu masih berada disampingku. Aku, tentu saja tak akan pernah takut. Karena khayalan itu kubentuk sendiri, kurangkai sendiri dari beberapa bingkai terakhir hidupku.

Setelah perjalanan panjang, sampailah akhirnya tiba di rumah asal. Di rumah lamaku sekarang, ditempati oleh sepupu, anak-anak dari paman. Jika aku datang, kupastikan malam ini akan tampak ramai karena berkumpulnya anak-anak muda, entah itu saudara sepupu ataupun teman-teman mereka. Berbincang tentang masalah muda-mudi. Berbicara tentang masa depan. Menanyakan celah di Kota yang nantinya akan mereka raih. Tentang kerasnya hidup Kota yang mereka bandingkan dengan Kota lainnya. Serta diselingi beberapa pertanyaan khas pemuda tentang permasalahan pribadi mereka.

Tengah perbincangan yang seru, akhirnya Bibi datang. Membawakan beberapa makanan dan gelas untuk minum para tamu dirumahku. Bibi lalu masuk rumah untuk mempersiapkannya, diiringi dengan bayangan cantik wanita khayalanku. Tak selang lama mereka keluar dengan membawakan piringan makanan dan beberapa gelas yang siap untuk dihidangkan. Setelah semua terlelap dengan makanan kecil ala kadarnya, aku mengajak bibi keluar diteras untuk berbincang sebentar. Bibi menanyakan kabar Adik laki-laki dan Ayah yang berada bersama merantau di Kota. Aku katakan mereka dalam keadaan baik-baik saja.

Beberapa saat kemudian bibi bertanya tentang kabar Nindia. Aku terdiam senjenak. Lalu menoleh sebentar ke wanita khayalan yang duduk disampingku. Kami saling menatap tersenyum. Mengakhiri percakapan kami, kusampaikan kepada Bibi, Nindia juga baik-baik saja. Kami pamit. Kugandeng Nindia untuk kembali kepercakapan para tamu.

Malam tinggal empat jam menuju pagi. Mataku masih belum memejam, walau badanku telah bersandar pada tempat tidur. Aku menoleh melihat Nindia, wanita khayalanku duduk dimeja tulis. Sepertinya dia sedang berasik-masyuk dengan pena. Perhatianku kemudian berubah menjadi penasaran, menghampiri dan tak lama kemudian. Aku ikut terduduk dan sudah mulai menulis. Segera kegundahan hati ini meluncur melalui kata.

Ibu...

Sembah sungkem untuk ibu dari anakmu yang jauh di perantauan serta jauh dari dunia yang berbeda. Ibu, doaku selalu menghantar sebelum aku melanjutkan tidur kedua setiap malam. Pintamu, rajinlah berkeluh-kesah pada Tuhan, jika memang tidak ada yang bisa mendengar keluh kesahku. Aku tahu ibu masih bisa mendengar disana, tapi logika dasar pasti tahu bahwa Tuhan yang Maha memutuskan. Ibu, Adik dan Ayah kubawa ke Kota untuk memaksakan mereka bahwa masih ada masa depan yang lebih baik daripada tinggal di Desa.

Ada beberapa hal yang seperti terang bulan sebelum ibu pulang, kini seperti sisi roda kehidupan lain yang berputar, meredup perlahan menuju malam tanpa cahaya. Seperti kuasa alam, ibu... aku tidak bisa menolaknya. Beberapa ada yang berubah ibu, beberapa masih sama seperti apa yang ibu rawat sejak dulu. Adik masih keras kepala, Ayah masih bersemangat sama seperti sebelum Ibu pergi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun