Mohon tunggu...
Alfan Gunawan Ahmad
Alfan Gunawan Ahmad Mohon Tunggu... -

Alfan Gunawan Ahmad,S.Hut, MSi, Silviculturist: Land and Forest Rehabilitation, Forest landscape, and Genetic conservation. Student at Major of Tropical Silviculture, Ph.D programme, Postgraduate of Bogor Agricultural University (IPB). Lecturer at Forestry Department, Faculty of Agriculture - North Sumatra University (USU) - Medan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kisah Sukses Aksi Bersama Rehabilitasi Hutan Mangrove

22 Agustus 2010   23:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:47 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Ukuran kelompok

SILVIKULTUR

Silvikultur jenis

Ekologi mangrove

Gambar 2.Diagram Sirip Ikan Aksi Bersama Rehabilitasi Mangrove di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang – Kabupaten Langkat – Sumatera Utara

Sebagaimana tercantum pada Gambar 2, ada 3 aspek penting yang dapat menjadi pemicu dan pemacu terwujudnya aksi bersama warga desa Jaring Halus dalam menjaga dan merehabilitasi hutan bakau milik desanya. Ketiga aspek ini saling terkait dan saling menguatkan, yakni aspek motivasi, kelembagaan dan silvikultur (khususnya teknik budidaya mangrove). Pemahaman warga secara utuh dan menyeluruh terhadap ketiga aspek penting ini merupakan modal utama bagi terbentuknya aksi bersama tersebut.

Motivasi merupakan energi utama bagi sekelompok orang atau masyarakat yang akan membangun suatu aksi bersama. Pada umumnya bermula dari motivasi yang relatif sama, suatu aksi bersama akan terwujud. Sebaliknya tanpa diawali dengan upaya penyamaan pemahaman tentang motivasi maka kemungkinan besar aksi-aksi bersama yang dilakukan akan terancam keberlanjutannya. Oleh karena itu pada tahap awal membangun aksi bersama, perlu dilakukan penilaian (assesment) terhadap aspek-aspek yang ada pada suatu komunitas yang mampu dijadikan sebagai pemicu dan pemacu terwujudnya motivasi bersama untuk melakukan suatu aksi bersama. Hal inilah yang terjadi di desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang - Kabupaten Langkat – Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil wawancara dengan warga, tokoh masyarakat, dan aparat desa Jaring Halus, dapat diketahui bahwa sedikitnya ada 3 faktor yang dapat dijadikan sebagai pemicu dan pemacu menguatnya motivasi aksi bersama menjaga dan merehabilitasi hutan mangrove yang tumbuh di tanah milik desanya. Ketiga faktor tersebut adalah nilai, kejelasan status hak, dan aliran manfaat.

Terkait dengan faktor nilai, ada 2 nilai yang dapat menjadi pembangkit motivasi untuk membangun aksi bersama, yaitu nilai agama dan nilai budaya. Masyarakat desa Jaring Halus merupakan komunitas muslim keturunan Malaysia yang tingkat ketaatannya terhadap nilai-nilai Islam relatif baik. Oleh karena itu, ketika agama Islam memberikan arahan untuk menjaga alam dan lingkungan maka warga pun dengan serta merta menaatinya. Bahkan nilai agama ini juga tercermin dalam nilai budayanya. Misal saat acara jamu laut, warga juga menyebar benih bakau untuk ditanam di pantai. Mereka yakin bahwa benih bakau yang mereka tanam kelak di suatu hari akan tumbuh besar dan mampu menjadi pelindung desa dari bencana alam yang mungkin terjadi seperti gelombang pasang, badai laut, gelombang tsunami, dll.

Kejelasan status hak juga merupakan salah satu motivasi bagi warga desa Jaring Halus untuk melakukan aksi bersama menjaga dan merehabilitasi hutan bakaunya. Warga desa memandang bahwa hutan bakau yang tumbuh pada tanah milik desanya merupakan kekayaan desa ( dalam kajian property right termasuk jenis common property right) yang akan menghasilkan sumber pendapatan keluarga dan ketenangan bagi warganya. Setiap warga berhak mendapatkan hasil tangkapan atau manfaat dari dalam hutan bakau. Oleh karenanya dan sebagai suatu bentuk konsekuensi atas hak tersebut, setiap warga desa bersepakat memiliki kewajiban untuk menjaga dan merehabilitasi hutan bakau yang rusak.

Salah satu bentuk nyata dari kewajiban tersebut adalah munculnya kesadaran dan kesediaan warga untuk menjaga hutan bakau dari berbagai bentuk ancaman kerusakan, terutama dari aksi perambahan pihak luar desa.

Unsur ketiga yang perlu diperhatikan dalam rangka pembentukan dan penguatan motivasi untuk membangun aksi bersama adalah kejelasan aliran manfaat yang dapat diperoleh dan dirasakan warga dari keberadaan hutan bakau di desanya. Hasil kunjungan lapang penulis ke desa Jaring Halus akhir 2008 memberikan fakta bahwa keberadaan hutan bakau di desanya secara nyata memberikan banyak manfaat bagi kehidupan warga desa Jaring Halus. Bakau menjadi tanaman yang sangat penting bagi warga Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Dari hutan bakau itulah 95 persen warga desa mendapatkan pekerjaan sebagai nelayan pencari udang, kerapu, cerbung, dan kepiting. Bertahun-tahun warga menikmati ikan yang bersembunyi di sela-sela akar bakau.

Upaya masyarakat Desa Jaring Halus bertahun-tahun menjaga hutan bakau berbuah manis. Bertahun-tahun mereka tidak kehabisan ikan sekalipun setiap hari mereka tangkapi. Tingkat ekonomi mereka pun layak. Kendati berada di pulau terpencil di utara kota Stabat, mereka tidak khawatir tak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada bakau sebagai sumber kehidupan. Lima nelayan yang mencari ikan cerbung di laut bisa memberikan lapangan kerja bagi 20 ibu rumah tangga. Pencari ikan di laut biasanya kaum laki-laki. Ikan cerbung diolah kaum perempuan di rumah hingga siap dipasarkan. Tidak ada proses yang rumit. Hanya saja, perlu ketekunan mengolah ikan berukuran rata-rata panjang 10-15 cm dan lebar sekitar lima cm. Ikan cerbung segar dibelah menjadi dua, lalu dikeringkan setidaknya selama 24 jam. Cerbung kering diserahkan kepada pengepul ikan dengan harga yang lebih mahal. Ikan cerbung mentah dijual Rp 2.800 per kilogram (kg). Ikan cerbung kering bisa dijual Rp 10.000 per kg. Keuntungan yang didapat lebih dari 100 persen. Hutan bakau telah membawa berkah bagi warga Desa Jaring Halus.

Setelah terbentuk motivasi bersama maka tahap berikutnya untuk membangun aksi bersama adalah memperkuat aspek kelembagaan. Terkait dengan hal ini maka diperlukan beberapa tindakan dalam rangka memperkuat aspek kelembagaan, mulai dari penentuan pihak-pihak yang terlibat, penentuan jumlah ukuran kelompok yang optimal, pembentukan organisasi yang efektif, dan penegakan aturan main. Beberapa unsur kelembagaan tersebut sudah ditemukan pada contoh kasus desa Jaring Halus, walaupun bentuk dan tingkatannya masih relatif cukup sederhana. Namun demikian keberadaan beberapa unsur kelembagaan tersebut secara nyata telah memberikan pengaruh yang cukup nyata terhadap efektifitas fungsi aksi bersama didalam menjaga dan merehabilitasi hutan mangrove di desa Jaring Halus.

Hal tersebut sebagaimana pernah diungkapkan oleh Syaari (51) yang juga pernahmenjabat sebagai Kepala Desa beberapa tahun yang lalu. Syaari (51) mengutarakan, bahwa menjaga hutan bakau sudah menjadi kesepakatan tidak tertulis. Sebanyak 2.830 jiwa dari 630 keluarga menjadi pengawasnya. Mereka akan melapor kepada aparat desa jika mendapati siapa saja yang menebang pohon bakau. "Pernah kami merampas kapak dan sampan orang yang kedapatan mencuri kayu. Kami tahan seminggu, lalu kami lepaskan. Kami kasih tahu agar tidak menebang bakau lagi. Jika tetap menebang, kami akan memotong perahu dan membuang semua kayu tebangan," tuturnya. Para perambah kini seakan lebih berani merusak hutan bakau di bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) I Sumut daripada merusak hutan bakau di Desa Jaring Halus.Agar kesepakatan tidak tertulis dan aturan main yang telah disepakati di waktu yang akan datang dapat dijadikan sebagai salah satu perangkat legalitas hukum maka saat ini sedang dibahas rencana penyusunan draft Peraturan Desa (Perdes) tentang perlindungan dan pengamanan hutan bakau milik desa Jaring Halus.

Selain pengokohan aturan main, pembentukan organisasi yang efektif juga dilakukan dalam rangka penguatan kelembagaan aksi bersama warga desa Jaring Halus tersebut. Caranya adalah dengan melibatkan lembaga pemerintahan desa sebagai salah satu lembaga naungan untuk beberapa organisasi yang membina warga dalam pelaksanaan aksi bersama menjaga dan merehabilitasi hutan bakau. Hal ini ternyata memberikan pengaruh yang cukup efektif untuk penguatan kelembagaan dan kelancaran pelaksanaan aksi bersama.

Penguasaan pengetahuan dan keterampilan mengenai teknik budidaya hutan (silvikultur) khususnya yang terkait dengan ekologi mangrove dan silvikultur jenis mangrove merupakan aspek ketiga yang juga perlu diperhatikan dalam rangka memperkuat bangunan aksi bersama penjagaan dan rehabilitasi hutan bakau milik desa Jaring Halus. Pada umumnya pengetahuan dan ketrampilan warga tentang silvikultur mangrove diperoleh secara turun temurun dari orang tuanya dan berdasarkan pengalaman sehari-hari. Sebagai contoh, untuk meningkatkan persen tumbuh bakau maka dilakukan kegiatan dengan metode direct seeding yakni dengan cara menanam langsung benih bakau ke tanah. Cara ini dipakai oleh warga karena telah terbukti memiliki tingkat persen tumbuh yang tinggi (hampir 100%).

Ekologi mangrove merupakan pengetahuan dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan tindakan-tindakan silvikultur pada hutan bakau milik desa Jaring Halus. Secara garis besar pengetahuan ekologi mangrove akan memberikan informasi mengenai hubungan antara vegetasi mangrove dengan lingkungannya dan pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan mangrove. Kesesuaian antara jenis tumbuhan mangrove dengan kondisi lingkungannya akan memberikan pengaruh yang cukup nyata terhadap keberhasilan pertumbuhan anakan mangrove.

Agar jenis mangrove yang ditanam mampu tumbuh dengan baik dan optimal maka selain memahami kondisi lingkungan tempat tumbuh ekosistem mangrove, juga diperlukan informasi tentang silvikultur jenis-jenis mangrove yang ada di lapangan. Silvikultur jenis tersebut secara menyeluruh akan memberikan gambaran tentang karakteristik, persyaratan tumbuh dan tindakan-tindakan silvikultur terhadap suatu jenis mangrove.

Aksi bersama warga desa Jaring Halus dalam menjaga dan merehabilitasi hutan dapat terwujud melalui sinergi antara aspek motivasi, aspek kelembagaan, dan aspek silvikultur. Ketiga aspek tersebut kata kunci yang memiliki peranan penting didalam membangun dan menguatkan aksi bersama, khususnya yang terkait dengan kegiatan penjagaan dan rehabilitasi hutan bakau milik desa Jaring Halus.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun