Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Senyuman Jero Wacik: Bukan Nasionalis Emosional

6 September 2014   14:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:28 1430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1409963278639834610

[caption id="attachment_341275" align="alignnone" width="661" caption="Gedung Auditorium Jero Wacik di kampus STEM Akamigas Cepu, Blora (kiri). Menteri ESDM Jero Wacik (kanan)/Surabayaurip.com, Kompas.com/Kristianto Purnomo"][/caption]

Saya menatap langsung Jero Wacik hanya sekali. Dia berbicara di podium utama dan saya menyimak di bangku belakang. Hari itu, Minggu 25 Mei 2014, sekolah teknisi dan keinspektoran energi terbesar dan tertua di Indonesia, Akademi Minyak dan Gas di Cepu, Blora, mewisuda sekira 300 mahasiswanya. Di awal pidato Jero, yang mengaku sengaja menumpang helikopter dari Banyuwangi, langsung menyatakan bahwa dirinya kecewa berat pada Pertamina dan Gubernur Jawa Tengah. Sontak kami semua di ruangan kaget.

Katanya mau memajukan pertambangan negeri, tapi ada (maksudnya menghadiri acara) saja tidak,” keluh Jero tak lebih semenit sejak menginjak podium. Waktu itu memang tidak satupun perwakilan Pertamina hadir di kampus yang turut mereka sokong itu; sementara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah hanya diwakili seorang asisten gubernur. Di kejauhan luar jendela nampak hanya truk tangki minyak hilir-mudik ke area kilang.

Setelah keheningan barang lima detik, tanpa dikomando, peserta wisuda dan dosen di ruangan kompak bergemuruh dengan tepuk tangan dan sorak-sorai. Satu-dua menyeletuk “Hidup Pak Jero!”. Kemudian tanpa menghiraukan elu-elu sedemikian, Jero melanjutkan kekesalannya, “Kalau memang serius memerhatikan calon-calon pekerja sektor energi ini,” sambil mengedarkan telunjuknya ke seantero ruangan, “Gubernur dan Pertamina pasti hadir di sini.”

Jero Wacik piawai dalam komunikasi podium (setidaknya penilaian saya hari itu). Suasana ruangan yang sebelumnya pengap dan mengantuk menunggui sambutan-demi-sambutan, sontak bersemangat. Tak satupun di ruangan itu yang luput menyimak kata demi kata terlontar dari mulut seorang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang diundang sebagai pelantik wisudawan.

Jero menyadari kehadirannya akan jadi motivasi bagi para calon pekerja energi itu. Di tangan-tangan mereka, kata Jero, nasib institusi seperti Pertamina, SKKMigas, kawasan seperti Blok Cepu, Mahakam, bahkan Papua di masa mendatang akan bergantung. Maka ia pun memulai pidato panjangnya dengan menceritakan dirinya sendiri. Tentang masa kecilnya yang berjualan es semasa SD di Singaraja, Bali, berpidah-pindah sekolah, perjuangannya bekerja sebagai kondektur bus, kuliah di ITB dan dua kampus berbeda, hingga resmi menjadi pengurus negara. Matanya menerawang ke sana kemari tapi semangatnya tersalurkan dengan sangat baik.

Puas menggugah seisi ruangan dengan cerita, Jero pun mulai berorasi. Inti dari pidato Jero hari itu ia istilahkan dengan “Caturdarma Energi”, empat butir konsep prioritas yang telah dikunci menjadi sebuah Keputusan Menteri (kepmen). Konsep ini, menurut Jero, akan menjadi pegangan semua pemangku kepentingan energi di Indonesia berpuluh-puluh atau beratus tahun mendatang, mulai dari pemerintah, BUMN, badan-badan pengambil keputusan kontrak, mitra energi, bahkan para pekerja industri hulu dan hilir. Konsep ini pulalah yang sedang ia eratkan pada jajarannya selama setahun lebih menakhodai Kementerian ESDM.

Caturdarma Energi pertama sebut Jero adalah Meningkatkan eksplorasi dan produksi migas. "Meningkatkan" dalam hal ini membahas daya, sumber, kualitas, dan kuantitas penggalian sumber-sumber energi minyak dan gas bumi yang semuanya oleh dan untuk Indonesia. Jero menjelaskan bahwa instrumennya bisa insentif eksplorasi lewat kebijakan fiskal, sokongan sumber daya, atau lewat regulasi.

Jero, yang baru saja menyindir Pertamina, kembali menjelaskan bahwa sebenarnya ia sebagai pribadi maupun pemegang wewenang ingin semua sumur energi dan blok migas dikelola oleh perusahaan Indonesia, dalam hal ini Pertamina. Di waktu-waktu itu, Jero mendapat banyak kritikan karena dianggap tidak nasionalis ketika lamban memutuskan nasib kontrak hak eksplorasi migas Total E&P, dan INPEX yang jatuh tempo pada 2017. Sementara Pertamina sendiri waktu itu lagi hangat-hangatnya cekcok lawan PLN perihal kuota bahan-bakar pembangkit yang berujung keluhan masyarakat di Medan.

Untuk alasan ini Jero punya alasan sendiri, dan di depan para calon pekerja sektor migas hari itu, ia meneguhkannya. “Risiko pengeboran minyak dan gas itu sangat tinggi, dan ini bukan urusan main-main,” ujarnya dengan mimik serius. “Pengeboran perlu teknologi, sumber daya manusia yang terampil dan tahan, dan --ini yang paling penting-- kapital. Modal. Saya bisa saja kasih hak ini sepenuhnya kepada Pertamina, seratus persen. Tapi, apakah Pertamina sanggup?”

Yang barusan itu pertanyaan retoris. Kami yang menyimak memang tak berkewajiban menjawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun