Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kasus Sekolah Ryan dan Alya (5)

19 April 2012   12:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:25 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13345472051020446037

(Sebelumnya ....) Warung makan Yogya Chicken cukup ramai sampai Alina hanya menemukan sebuah meja kosong di pojok ruangan paling jauh. Adam memesan dua paket dada ayam dan langsung membayarnya dengan uang pas. Menjelang tengah hari memang waktu makan kebanyakan pekerja. Bagi pasangan ini, makan siang bersama bukanlah sesuatu yang baru. Hanya kali ini, mereka sangat menikmatinya. "Kamu selalu kelihatan lucu kalau membawa baki seperti tadi." Alina menggoda saat makanan telah siap di meja. Adam mengatur saus dan merica agar mereka tak perlu berdiri lagi kecuali untuk mencuci tangan. "Akan lebih lucu juga kalau aku yang memasak makannya, dan kamu tinggal makan lalu tidur." Kalimat itu mengangkat senyum kecut dari mulut sang mantan istri. Jauh di dalam ingatan mereka, sangat jarang Alina memasak di rumah. Adam sering kali harus berinisiatif belanja beberapa rempah sendiri dan membuat nasi goreng telur ceplok yang nikmat untuk dua porsi. Di masa-masa itu, Alina tak bisa berkata banyak kecuali mendaratkan ciuman di kening suaminya. "Itu masa lalu, Adam." Lalu Adam pun mengangguk lalu tersenyum pada perasaannya sendiri. Angin penyatuan rupanya masih berada jauh di atas samudera. "Lalu, ada penemuan apa yang tadi kamu maksudkan waktu di sekolah?" Alina penasaran. Namun Adam mengedipkan mata memberi isyarat agar mereka menikmati saja dulu santap siang, baru mereka membahasnya lagi. Alina selesai dalam sepuluh menit ketika Adam harus kesulitan mematahkan beberapa bagian tulang dada ayam tepung itu. Ia juga dibuat kewalahan oleh kentang goreng dan sup jagung yang masih panas. Alina tertawa kecil melihat mantan suaminya makan begitu serakah. "Jadi, perkiraanku mungkin terlalu jauh," kata Adam pada akhirnya ketika ia membersihkan sisa-sisa saus tomat dari bibirnya. "Maksudmu?" "Kasus Ryan dan Alya ini." Alya meletakkan gelas. Tegukan terakhir lesap sudah. "Aku mensyukuri kamu ada buat membantuku, Alina. Karena ternyata sesuatu yang berada di balik kasus ini sungguh tak kusangka pada awalnya." "Tak disangka? Bagaimana bisa? Bukannya ini adalah kasus sekolah biasa, yang melibatkan sepasang ABG yang berbuat salah?" Adam mengangguk beberapa saat sebelum melanjutkan. "Di kacamata saya memang kedua anak itu bersalah. Tapi, kesalahan paling besar keduanya adalah justru karena tidak menyadari bahwa mereka sedang diperalat untuk niat jahat yang lebih besar." "Niat jahat yang lebih besar?" "Ya. Begini ..." Adam lalu menggambarkan jalan pikirannya setelah melalui penyelidikan kecil dan mengambil beberapa keterangan dari kedua anak itu. Alina menyimak lalu oleh Adam diminta mencatat beberapa hal penting di dalam buku. Alina mengangguk ketika Adam menegaskan di beberapa bagian, lalu bertanya untuk memastikan dirinya mengerti. Di dalam restoran itu, semua suara saling bertindihan sampai-sampai terbentuk keheningan sendiri yang tak sejengkalpun terdengar. "Alya juga mengatakan yang sama, bukan?" "Iya, memang. Tapi, Adam .... Kamu benar. Sepertinya dugaan kita terlalu jauh. Aku takut kita justru melakukan kesalahan kalau menyeret makin banyak orang ke dalam masalah ini." "Aku mengerti, sayang. Kita tidak akan menyeret banyak orang. Hanya beberapa. Dan itupun kalau jebakanku berhasil." "Seperti apa kamu akan menjebak orang-orang ini?" "Dengan menembaknya langsung." "Menembak?" Adam mengedipkan sebelah mata. "Kalau kamu masih betah bertualang bersamaku. Ayo ikut." Mereka lalu keluar dari restoran itu. Alina merapikan tasnya ketika Adam menelepon seseorang sambil berjalan ke motor bebeknya. Rumah beratap bentuk limas itu mudah dikenali dari jauh. Apalagi, tergantung beberapa sangkar yang diisi burung berkicau. Gang Kamboja terdengar riuh dalam keheningan. Adam harus berusaha beberapa kali agar tombol bel yang menempel di pagar tembok itu bekerja. Sementara Alina hanya menyadar di jok sepeda motor yang diparkir di dekat tembok jalan. Mereka lalu dipersilakan masuk oleh seorang perempuan paruh baya yang mengaku pembantu di rumah itu. Lantai marmer putih yang bersanding dengan taman berumput yang dihiasi kolam ikan koi sudah cukup menegaskan  bahwa rumah ini dihuni oleh orang yang memiliki jiwa seni yang tinggi. Adam masuk tanpa membuka alas kakinya, kemudian menginjak karpet yang agak lembab namun memancarkan wangi bunga yang khas. Oleh pembantu mereka kemudian diberi dua gelas minuman dingin yang menyejukkan. Sekitar lima menit kemudian, tuan rumah itu turun. "Maaf, Pak Adam. Bu Alina. Saya baru saja salat barusan." Adam dan Alina menjawab santun dan mereka langsung mengutarakan maksud kedatangannya. "Sebagaimana saya janjikan tadi, Pak Reza," kata Adam. "Saya akan bongkar kasus Ryan dan Alya, anak Anda, di sekolah. Saya akan selesaikan hari ini juga berdasarkan petunjuk yang saya kumpulkan." Reza mengangguk senang. "Tapi, ada satu hal yang ingin saya tanyakan kepada Anda," lanjut sang tamu. "... sebelum semuanya kita laksanakan. Karena hal ini, adalah kunci kebenaran hipotesa yang saya kembangkan. Saya butuh beberapa fakta dari Anda." "Dari saya?" "Ya, dari Pak Reza." "Tapi kenapa ..." "Saya mengerti, Pak. Mungkin Anda kurang mengerti. Tapi kuat dugaan saya, kasus ini sebetulnya bukan semata-mata melibatkan Alya akan Anda, tapi juga Anda." "Melibatkan saya? Kasus apa yang sampai membawa-bawa nama saya." Adam menunduk dengan senyum penuh misteri. Reza yang penasaran makin menjadi kemudian menegakkan duduknya di atas sofa itu sembari menatap heran. Alina yamg menyaksikan tak banyak bicara dan memberikan kesempatan kepada mantan suaminya untuk melaksanakan pekerjaannya. "Ada satu hal, sebenarnya, yang mengawali kecurigaan saya." Mereka terdiam sejenak kemudian saling pandang. Adam menyusun kata-katanya sebelum menyampaikan pertanyaan serangan itu. "Bagaimana hubungan Anda dengan Pak Hartono?" "Pak Hartono?" "Iya. Wali kelas Ryan dan juga Alya. Tadi pagi Anda menyebutkan bahwa sesungguhnya kalian berdua berteman akrab. Apa itu betul?" Reza mengangguk, masih dengan raut muka terheran. "Betul." "Seberapa dekat?" "Kami dulu belajar di sekolah yang sama. Dia orang Malang yang lalu kuliah di Yogyakarta. Meski dulu kampus kami berbeda, Pak Hartono dan saya tetap akrab. Kami sering berkumpul di komunitas bersepeda yang sama. Burung-burung di luar pun saya beli dari dia. Karena dia punya usaha sampingan jual burung hias." "Ada yang lain?" Reza meraba-raba sambil melihat ke arah kakinya. "Sebetulnya ... Ada sesuatu." Adam dan Alina kemudian saling tatap. Penjelasan yang mereka dengar jelas adalah benang merah dari titik-titik petunjuk yang meraka kumpulkan sebelumnya. Reza menuturkan hal itu dengan sangat ringan, meski ia beberapa kali menggeleng menyiratkan perasaan menyesal. Satu-dua kali Adam menanyakan hal sekadar mengonfirmasi. Namun lagi-lagi Reza melemparkan keraguan atas jawabannya sendiri. Petunjuk yang tidak utuh, namun bagi sang investigator itu sudah cukup. "Maaf, Pak Adam. Apakah Anda menuduh teman saya Pak Hartono yang ada di balik semua ini?" "Saya takut demikian adanya, Pak Reza. Tapi dugaan saya bisa saja salah, semua tergantung cara kita membuktikan semuanya nanti. Itu perlu rekonstruksi." Langkah berikutnya tinggal melakukan rekonstruksi. Yang celakanya, di semua kejadian mesti dihadiri oleh si tersangka. "Ada satu cara agar rekonstruksi kita berhasil." "Apa itu?" Adam lalu tersenyum sambil mengangkat telepon genggamnya. Reza dan Alina yang justru terheran-heran. Apa yang direncanakan oleh detektif itu? (Selanjutnya ...)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun