Mohon tunggu...
afri meldam
afri meldam Mohon Tunggu... Freelancer - penyuka jengkol, ikan segar, dan rempah

Lahir di sebuah desa kecil di pedalaman Sumatra. Menghabiskan masa kanak-kanak dengan mandi di sungai dan bermain lumpur di sawah. Mempunyai ikatan dengan ikan-ikan. Kini tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Perjalanan ke Golibari

4 November 2017   16:16 Diperbarui: 7 November 2017   15:21 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Australia from the Sky, Afri Meldam

Tinggal beberapa depa menuju bongkahan karang, lelaki itu jatuh tersungkur. Agaknya sudah tak ada lagi tenaga yang tersisa untuk menopang tubuhnya. Memang masih ada sebutir kurma dan satu-dua teguk air di kantong bekal untuk sekadar menghimpun sekelabat kekuatan, namun bukankah perjalanannya masih sangat jauh? Bongkahan karang itulah satu-satunya harapan untuk memulihkan tenaganya, sehingga ia bisa mencapai oase tanpa menghabiskan sisa bekal.

Ia mencoba beringsut; memerintahkan semua otot untuk bekerja. Tapi entah kenapa pasir terasa seolah menghisap tubuhnya. Tangan dan kakinya kaku, seolah menjadi bagian lain dari dirinya.

Dibenamkannya wajahnya ke dalam pasir. Napasnya terasa semakin pelan. Lama ia dalam posisi seperti itu, hingga sembari menyebut 'bismillah' dihentakannya tubuhnya ke depan, dan berhasil. Batu karang itu semakin dekat.

Dicobanya sekali lagi. Ia semakin dekat. Dengan mata terpicing, ia kumpulkan lagi semua kekuatannya, dan sembari menyebut nama tuhannya, ia kembali menghentakkan tubuhnya sedikit lebih keras. Terengah, dalam gemetar yang hebat, ia buka kelopak matanya.

Ternyata itu bukan sebuah bongkahan karang yang besar. Pandangannya yang kabur dan fatamorgana telah membuat bayang-bayang batu itu meluber ke mana-mana sehingga terlihat lebih besar. Nyatanya itu hanya gundukan kecil karang, yang bahkan tak sepenuhnya bisa melindungi sebagian tubuhnya dari terkaman panas matahari Jalaqa.

Sebelum kesadarannya benar-benar hilang, ia rasakan seorang gadis bermata biru langit datang mengusap wajahnya dengan lembut. .

4

Gadis bermata biru langit itu adalah anak seorang gembala domba. Mereka bertemu pertama kali ketika lelaki itu diminta oleh Tukang Cukur membantu Tuan Gembala menggiring domba-domba yang habis dicukur bulunya kembali ke Golibari.

Gadis itu baru saja pulang dari mengambil air ketika ia dan Tuan Gembala selesai memasukkan semua domba-domba ke dalam kandang. Ia sebenarnya berniat untuk segera pulang, tapi Tuan Gembala yang baik hati menyuruhnya untuk mampir sebentar di kediamannya. "Squlu di sini terkenal paling manis. Kau harus mencobanya," ujar Tuan Gembala menawarinya mencicipi minuman dari sari umbut kurma yang dicampur susu fermentasi itu. Ia memang sering mendengar orang-orang bercerita tentang squlu Golibari, namun belum pernah sekalipun merasakannya. Maka, ia pun mengiyakan tawaran dari Tuan Gembala.

Dan, ternyata squlu itu jauh lebih manis dari apa yang bisa diceritakan oleh Tuan Gembala padanya. Penyebabnya tak lain adalah gadis bermata biru itu! Tuan Gembala ternyata mempunyai seorang gadis yang sungguh memikat hatinya.

Meski hanya sempat melihat gadis itu sekilas ketika menghidangkan minuman, namun seluruh perhatian lelaki itu telah sepenuhnya tersita oleh pesona syahdu yang terpancar dari keanggunan sang gadis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun