Mohon tunggu...
Sitha Afril
Sitha Afril Mohon Tunggu... Freelancer - BINUSIAN

Saya hanya seorang pembelajar yang terkadang "absurd" dalam menyikapi fenomena di sekitar. Jadi, jangan terkejut jika tulisan-tulisan saya pun "absurd", he-he!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kau dan Aku adalah Perwujudan Kata Absurd

5 Agustus 2020   13:39 Diperbarui: 5 Agustus 2020   16:29 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apa yang terjadi selama kita berjarak? Siapa laki-laki yang duduk di hadapanmu awal bulan lalu? Dan, kenapa kau menangis di tempat makan tengah malam dua minggu lalu? Ada apa sebenarnya?" rentetan pertanyaan terajukan dalam satu waktu.

Bingung dan kaget. Aku terkejut. Kenapa kau mengintrogasiku sedetail itu dalam kondisi kita yang masih sama-sama enggan untuk menjalani hubungan dengan baik.

"Harus aku jawab detail? Kalau iya, untuk apa? Apa pedulimu jika tahu soal apa yang terjadi padaku? Memangnya masih penting? Bukannya kehadiranku tidak sepenting perempuan-perempuan yang kau pepet di aplikasi kencan yang kau pasang? Haha.." ketusku balik bertanya.

"Harus! Kau harus menjawab karena mendengar kabar kalau kau menangis tengah malam di tempat umum cukup membuatku sesak. Aku tahu, aku bajingan yang juga sering menjadi penyebab sedihmu. Tapi, aku tidak terima jika kau harus menangis karena masalah yang bahkan aku sendiri tidak paham apa sebabnya," jelasmu dengan intonasi meninggi.

"Sebrengsek-brengseknya aku, aku tidak akan membiarkan perempuan yang aku sayangi menangis," tambahmu.

Mendengar tambahan kalimat yang sarat akan omong kosong dari mulutmu, aku pun terkekeh. Kontradiktif sekali pernyataanmu dengan kenyataan yang ada. Haha.

"Jadi, ada apa sebenarnya?" desakmu lagi.

"Terlalu panjang jika aku harus menceritakannya dari awal. Rumit, aku sadar ada celah kesalahan yang bisa jadi alasanmu marah. Namun, jika memang kau mau aku bercerita dengan jujur, aku akan menceritakannya," jawabku.

"Ceritakan saja, pahit atau manis, itu urusan nanti. Aku hanya ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi," responsmu yang mulai normal kembali intonasinya.

*

Jujur, untuk menceritakan kerumitan masalah yang baru saja aku lewati bukanlah perkara yang mudah. Terlebih lagi, aku sudah khatam akan watak keras dan gegabahnya. Aku takut, ceritaku hanya akan memantik kembali pertikaian antara aku dan Jeri. Sosok yang sempat membuatku terlena dan menyeretku dalam pencobaan baru. Tepat ketika aku berusaha untuk melawan trust issue terhadap lelaki yang kini duduk di depanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun