Afriantoni
(Peneliti Public Association Social and Religius Life)
Memang saat ini tensi politik kancah nasional cukup tinggi. Mengingat semakin mendekati masa pendaftaran Calon Presiden untuk pemilihan tahun 2019.
Kekecawan dan kekacauan politik biasa terjadi. Apalagi, persoalan biasa kemudian dipolitasasi menjadi luas.
Setiap masa suksesi tentu membuahkan tensi yang tinggi. Terkadang berangkat dari yang terkecil yakni rumah tangga. Emak-emak menjadi power kebangkitan untuk tema suksesi ke depan.
Tetapi, sebenarnya kekuatan yang dimaksud hanya sebagian kecil untuk membuka mata setiap lini kehidupan. Bukan persoalan serius untuk ditanggapi, tetapi lebih utama adalah soal politik. Itulah karena merambah ranah politik maka menjadi "ilusi". Tentu perebutan kekuasaan lebih diutamakan.
Misalnya jika dibadingkan apa manfaat warga Jakarta di bawah kepemimpinan Anies atau Ahok sebagian besar masih enak zaman Ahok. Ini berarti isu agama yang dibawah ke ranah politik waktu itu sukses besar.
Jika isu agama tersebut tidak ada maka jalan Ahok menjadi Gubernur sangat leluasa. Jadi, bisalah dibedakan antara suksesi Jakarta dan Indonesia.
Jokowi merangkul semua emak-emak kecuali mungkin Neno. Jokowi merangkul Islam, NU, Muhammadiyah dan sebagainya. Ya, kecuali mungkin HTI.
Tetapi secara keseluruhan Jokowi tetap bersahabat kepada ulama, kiayai, ustadz, santri, guru dan tokoh masyarakat. Hanya mungkin jangkauan tak sampai, tapi tetap cukup titip salam.
The power of emak-emak yang membuat isu viral #GantiPresiden2019 perlu dicermati. Gerakan ini hanya sporadis dan tidak sistemik bahkan mengarah pada ilusi. Padahal, tindakan ini yang beredar ini sebagai bentuk perlawanan atas situasi yang dalam opini yang salah.